BISNIS.COM, BANYUWANGI -- Cuaca pukul 10.00 siang itu terasa terik ketika motor yang dikendalikan Tanggoh (25) melaju menuju Pantai Bedul di Desa Sumber Asri, Kecamatan Tegaldlimo, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur.
Ketika melalui pertelon (simpang tiga) dan melewati Masjid Jami At-Takwa, Desa Dam Limo di Kecamatan Tegaldlimo, aspal halus masih terhampar di Jalan Koptu Ruswadi.
Sekitar 15 menit kemudian ketika motor berbelok ke Jalan kecil di sekitaran Desa Sumber Asri, aspal halus berganti menjadi kasar. Khas jalan perdesaan yang terhampar di kanan dan kiri jalan ladang jagung, sawah padi, serta kebun jeruk.
Sejumlah rumah yang dilalui di jalan tersebut terlihat sederhana, atau bahkan sangat sederhana dengan menggunakan bilik bambu sebagai dindingnya.
Kendati beberapa kali kerap ditemui rumah yang agak 'mentereng'. Teman mengatakan rumah yang sedikit megah itu biasanya dimiliki oleh Tenaga Kerja Indonesia (TKI).
Dalam perjalanan itu, seorang mbah (perempuan tua) yang mengusung sekarung rumput untuk ternaknya berjalan tergopoh kembali ke rumahnya, atau mungkin ke kandang ternak.
Memang penduduk di Kecamatan Tegaldlimo sebagian besar berprofesi sebagai petani atau peternak kambing dan sapi, sehingga kegiatan mencari rumput segar setiap pagi hingga siang dilakoni oleh sejumlah orang.
Sekitar 30 menit kemudian, jalan aspal kasar selebar 3 meter itu berubah menjadi jalan berpasir batu split yang sepertinya baru akan di aspal dan terbukti dengan adanya "mesin giling" jalan berwarna kuning teronggok tidak beroperasi di sebelah tiang plat besi penunjuk jalan bertuliskan Wisata Bedul dengan panah ke kanan.
"Sebentar lagi sampai, ya kira-kira 5 menit lagi," jelas Tanggoh yang masih menyelesaikan kuliahnya di Universitas Negeri Jember jurusan Bahasa Inggris sekaligus pemandu perjalanan.
Wisata Mangrove
Setelah melanjutkan perjalanan selama sekitar 8 menit, ucapan Tanggoh terbukti, kain spanduk putih bertuliskan "Selamat Datang di Kawasan Wisata Mangrove Blok Bedul Desa Sumberasri" menyambut kedatangan.
Papan informasi pos tiket di lokasi itu bertuliskan harga tiket Rp15.000 per orang, sudah termasuk ongkos perahu untuk menyeberang sungai besar yang mengarah ke laut selatan Jawa.
Mulai dari pos masuk, kaki akan menginjak tanah berpasir pantai bercampur kerikil, dimana penciuman akan dimanjakan oleh aroma khas air laut.
Ketika mengarah ke penyeberangan kapal, pengunjung akan berjalan di atas anjungan kayu sepanjang 100 meter berpemandangan hutan mangrove (bakau) di sisi kiri dan kanannya.
Segerombolan kepiting kecil berwarna merah dan ungu yang muncul dari balik pasir sungai yang berair payau kabur begitu pengunjung lewat di atas mereka.
Wisata Bedul adalah ekowisata hutan mangrove serta pantai yang langsung mengarah ke pantai selatan Jawa.
Di ujung anjungan, telah menanti kapal kayu bercat minyak merah muda yang bisa dimuati oleh sekitar 20 orang pengunjung dengan mesin diesel yang berisik.
Kendati bermesin seadanya, namun perahu di Wisata Bedul telah mengutamakan faktor keselamatan dengan menyediakan beberapa pelampung berwarna orange terang di depan dek kapal.
Dalam 5 menit penyeberangan sungai berair cokelat yang memang besar itu, terlihat agungnya bukit Grajagan menjulang di sisi kanan dan hamparan hutan yang begitu luas di Alas Purwo terletak di sisi kiri, membuat pengunjung merasakan betapa kecilnya diri ini di tengah alam yang luas.
Daratan Bedul ini sebenarnya adalah wilayah darat yang terpotong oleh sungai besar sehingga tampak seperti terpisah dari daratan utama Kecamatan Tegaldlimo.
Fauna liar Setelah tiba di daratan, pengunjung akan menemukan pos penjagaan hutan berwarna putih dan plang Departemen Kehutanan bercat hijau kusam bertuliskan Balai Taman Nasional Alas Purwo Sub Seksi Wilayah Konservasi Rowo Bendo Pos Bedul.
Jalan tanah setapak menuju ke pantai Bedul akan mengarah ke belakang pos tersebut.
Jika beruntung saat sedang meniti jalan, pengunjung bisa melihat seekor burung merak betina (ditandai dengan tiadanya bulu panjang di ekor belakang) melompat-lompat di dahan pepohonan.
"Memang masih banyak mas di sini. Itu (merak) kadang mendekati pos untuk cari makan saja. Yang lebih banyak lagi ya monyet itu," ujar seorang penjaga hutan Sutarman dengan logat Jawa yang kental.
Dia menjelaskan sejumlah fauna yang kerap ditemui di kawasan Bedul adalah burung merak, monyet, kancil, kijang atau rusa dan bahkan macan serta reptilia.
Sutarman mengatakan untuk tidak terlalu mencolok perhatian kera karena biasanya mereka akan mengerumuni wisatawan yang datang, terutama yang membawa tas maupun kantong plastik, karena monyet akan menduga kantong berisi makanan.
Betul saja, ketika melanjutkan perjalanan, seorang perempuan yang memakai baju merah muda mencolok dan membawa kantong plastik berisikan buah serta wafer berteriak histeris karena ada kera yang menguntitnya serta menarik kantong plastiknya dari belakang.
"Diamkan saja mbak, atau makanannya dimasukkan ke tas saja biar tidak terlihat kera," teriak Sutarman.
Hutan tropis Dalam perjalanan menuju Pantai Bedul, hutan hujan tropis menjadi payung dari teriknya matahari siang itu.
Sejumlah pohon berdiameter besar dan tanaman epifit menghiasi dan meneduhi pengunjung dari sengatan sinar mentari.
Bahkan tampaknya mentari pun tidak mempunyai kekuatan untuk masuk dan hanya sedikit menyelinap ke dasar tanah karena terhalang pohon, menambah kesan angker dan jauh terpencil dari kehidupan manusia.
Sejumlah kehidupan yang bisa ditemukan hanyalah bekas jejak kaki hewan di sekitar bak sampah, mungkin bekas tapak rusa, kancil atau babi hutan yang mencari makanan dari peninggalan sampah pengunjung yang datang.
Selain itu, rumah semut berwarna coklat gelap bulat yang menggantung di ranting pohon juga menjadi pemandangan tersendiri bagi pengunjung yang jarang melihatnya di kota besar.
Sekitar 30 menit berjalan kaki dari ujung dermaga hingga pantai Bedul yang berjarak sekitar 1 kilometer, maka sampailah pengunjung di pantai tersebut.
Tanaman pandan duri dan tanah pasir putih bercampur hitam serta plang bertuliskan "Dilarang Mandi di Laut, Bahaya Ombak Seret Pantai Selatan" dengan gambar tengkorak di atasnya segera terlihat pengunjung yang telah kelelahan berjalan jauh.
Hamparan pantai pasir hitam terlihat menghampar sejauh mata memandang dari barat hingga timur yang menjorok langsung dengan laut selatan Jawa yang terkenal dengan ombak besarnya dan menjadi daya tarik bagi peselancar dunia.
Hal yang masih disayangkan adalah masih adanya pengunjung yang tidak bertanggung jawab yang membuang sampahnya di jalan dalam hutan dan pantai.
Sampah itu berbahaya bagi penghuni hutan Bedul karena dapat tersangkut pada kaki hewan ataupun paruh burung yang mencari makan di area tersebut.
Satu hal yang menarik adalah ketika menyusuri pantai mengarah ke timur, penulis menemukan tapak di pasir pantai yang tercetak seperti jejak kucing, namun lebih besar, berasal dari dalam hutan dan mengarah balik ke semak pandan duri.
Jalan pulang, pengunjung akan kembali diikuti monyet yang masih penasaran terhadap barang bawaan pengunjung, namun burung merak yang tadi melompat di dahan telah menghilang kembali ke dalam hutan. (Antara)