Bisnis.com, MEDAN— Ikan pora-pora yang kini berkembang biak di Danau Toba sejak ditabur Megawati Soekarnoputri pada 2004 sudah menjadi sumber pendapatan masyarakat di sekitar danau terbesar di Indonesia itu.
Ketua Kelompok Tani Pea Nauli, Desa Sibaruang, Kecamatan Lumbanjulu, Kabupaten Toba Samosir, Sumut membenarkan masyarakat di sekitar Danau Toba sangat terbantu tingkat hidupnya dengan menjaring ikan pora-pora dari Danau Toba.
“Kesejahteraan masyarakat di sekitar Danau Toba meningkat. Ikan pora-pora yang sudah dikeringkan dijual seharga Rp45.000 per kilogram. Sebelum ada ikan pora-pora masyarakat hanya mengandalkan menanam kayu atau menjadi penanam pohon di sekitar Danau Toba dengan gaji pas-pasan,” ujarnya di Medan, Rabu (25/9/2013).
Menurut dia, para penduduk desa di sekitar Danau Toba melihat bahwa pada 2010 banyak ikan pora-pora yang terjaring dari sungai yang ke luar dari Danau Toba.
Masyarakat mengambil ikan tersebut dengan cara tradisional dari sungai dengan menjala atau menangkap dengan bubu. Hasilnya, kata dia, masyarakat mampu mendaparkan ikan pora-pora basah 20 kilogram sehari.
Berbagai kelompok lembaga sosial masyarakat termasuk United Nations Development Project (UNDP) memberikan pelatihan kepada kelompok nelayan di sekitar Danau Toba untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas ikan pora-pora tersebut.
Lalu, kata dia, konsultan dari UNDP mengudang PT Toba Pulp Lestari Tbk. membantu para nelayan meningkatkan kualitas kemasan ikan pora-pora dan menyumbang alat penangkap ikan modern, sehingga produktivitas tangkapan ikan menjadi 50 kilogram-80 kilogram sehari per satu alat tangkap yang dinamakan Sulangat.
Sulangat ini dipasang pada malam hari dengan bangunan keramba 15x15 meter dan hanya diangkat jam 3 subuh. Hasilnya, lanjut dia, pagi hari ikan pora-pora yang sudah dijaring dipilah-pilah sesuai dengan ukuran.
Ukuran dua jari telunjuk, kata dia, dibelah dan dijadikan ikan asin, sedangkan dibawahnya dijadikan ikan krispi siap makan dengan dibungkus ukuran seperempat kilogram, setengah kilogram, dan satu kilogram. Lalu, kata dia, dijual dengan harga Rp50.000 per kilogram kepada pedagang pengumpul.
Sementara itu, Samjos Manurung, Sekretaris Kelompok Tani Pea Nauli , Desa Sibaruang, Toba Samosir menambahkan saat ini di Danau Toba juga muncul lobster (induk udang) ikan air tawar.
Persoalannya, kata dia, para pemancing menggunakan racun untuk menangkap lobster tersebut.
“Racun ditabur di sekitar udang bersarang dan bertelur, lalu udang kecil mati. Udang kecil mati itulah yang dijadikan umpang untuk memancing lobster.”
Memancing lobster dengan udang kecil terkena racun, kata dia, sangat berbahaya bagi kelangsungan hidup lobster dan udang. Selain mematikan lobster, katanya, air yang diminum warga juga terkena racun yang dapat membahayakan kehidupan manusia.
Sebaiknya, papar Samjos, pemerintah daerah melarang keras meracun ikan di Danau Toba.
“Kami sudah melaporkan masalah ini kepada Camat Lumbanjulu, namun sampai saat ini belum ada aturan atau tindakan yang dapat menghentikan peracunan ikan dan udang kecil di Danau Toba.” (ltc)