Bisnis.com, JAKARTA- Seni rupa kontemporer Indonesia diprediksi akan semakin bergairah seiring hadirnya Jakarta Contemporary Art Space (JCAS) yang terletak di lantai 2 Kantor Pos Indonesia, kawasan Kota Tua Jakarta.
Kolektor dan pemerhati seni rupa Oei Hong Djien mengatakan selama ini yang menjadi kendala perkembangan seni rupa kontemporer di Indonesia salah satunya adalah minimnya fasilitas ruang pamer para seniman.
“Setidaknya kehadiran JCAS ini menjadi awal kebangkitan kembali baik karya seni rupa maupun para seniman kontemporernya,” ujar Ong kepada Bisnis.
Dibangunnya JCAS merupakan salah satu rangkaian program revitalisasi Kota Tua Jakarta atas konsorsium PT Pembangunan Kota Tua Jakarta (Jakarta Old Town Revitalization Corporation/JOTRC) dan Kelompok Pelestarian Budaya Kota Tua Jakarta (Jakarta Endowment For Art & Heritage/JEFORAH).
Konsorsium yang melibatkan Pemprov DKI Jakarta, BUMN, swasta, aktivis dan budayawan itu berencana untuk meremajakan lebih dari 200 bangunan yang sudah mulai terkelupas. Salah satu yang rampung dikerjakan adalah bangunan PT Pos Indonesia yang kini sebagian lokasinya dimanfaatkan JCAS tersebut.
Oei Hong Djien menuturkan keberadaan galeri dan museum di Indonesia selama ini cukup mengkhawatirkan khususnya bagi para seniman kontemporer. Dia memberi contoh setiap para seniman hendak memamerkan karya, mereka hanya diberi waktu maksimal 2 minggu pameran, sehingga para seniman atau pun para kolektor tidak memiliki banyak waktu untuk saling berinteraksi.
Namun, dengan hadirnya JCAS tersebut, dia optimistis para seniman akan lebih leluasa berkarya dan menghasilkan produk sebaik mungkin yang bisa dinikmati pasar atau kolektor. Untuk langkah awal, JCAS memamerkan karya-karya seni rupa baik lukisan atau pun instalasi dari 46 seniman dengan waktu pamer 6 bulan.
Para seniman yang terlibat pada pameran tersebut awalnya direncanakan berjumlah 50 orang. Akan tetapi karena satu dan lain hal, mengerucut menjadi 46 orang. Para seniman tersebut antara lain Agus Suwage, Tisna Sanjaya, Dolorosa Sinaga, Entang Wiharso, Arin Dwihartanto, I Gusti Ngurah Udiantara, Made Wianta, Melati Suryodarmo, Ivan Sagita, Teguh Ostentrik, Hanafi dan lain-lain.
Oei mengatakan selain adanya harapan baru membangkitkan produktivitas dan kreatifitas para seniman, kehadiran JCAS juga berpengaruh terhadap pasar seni rupa kontemporer di Indonesia. Dia menuturkan, para seniman kontemporer kini tak lagi didominasi oleh seniman Yogyakarta, tetapi seniman Bandung, Jakarta dan kota-kota lainnya sudah mulai bermunculan.
“Nilai pada karya seni rupa baik modern atau kontemporer memang fluktuatif. Itu sama saja seperti gelombang. Ada masanya seni rupa kontemporer bernilai tinggi, ada juga karya seni rupa modern yang tetap bertahan,” paparnya.
Dari segi nilai juga, katanya, pasar seni rupa kontemporer dilihat berdasarkan pengamatan para kolektor dan pemerhati seni. Tidak jarang karya dengan mutu rendah bisa bernilai tinggi, begitu pun sebaliknya, karya yang dianggap berkualitas tetapi pasar menilainya dengan harga rendah. Dia menuturkan kondisi tersebut sudah menjadi hal lumrah di dunia seni rupa karena pasar tidak bisa diprediksi dan rawan manipulasi.
Oei memaparkan kebangkitan seni rupa kontemporer juga tidak bisa dilepaskan dengan kehadiran teknologi canggih seperti saat ini. Dia memberi contoh para seniman generasi lama tidak kalah kreatifnya dengan seniman zaman sekarang meskipun proses berkaryanya, pada zaman dulu masih menggunakan alat-alat tradisional dan juga bekerja secara manual.
“Kalau sekarang para senimannya lebih pintar mengoptimalkan kehadiran berbagai produk teknologi. Untuk itu kehadiran ruang ini diharapkan menjadi sebuah perjuangan bagi seni rupa kontemporer dari pada kita tidak bertindak sama sekali,” paparnya.
Show
Oei Hong Djien Optimistis JCAS Ramaikan Seni Rupa Kontemporer
Penulis : Miftahul Khoer
Editor : Martin Sihombing