Bisnis.com, JAKARTA - Kegagalan panitia Pameran “Aku Diponegoro” membawa jubah sabil Pangeran Diponegoro untuk dipamerkan di Galeri Nasional, Jakarta dari 6 Februari sampai 8 Februari 2015, memunculkan kontroversi baru.
Pemerintah Daerah Magelang selaku pihak yang menyimpan jubah sabil Pengeran Diponegoro di Museum Bakorwil II Magelang dianggap memberikan syarat yang tak masuk akal ketika panitia ingin meminjam jubah tersebut untuk dipamerkan di pameran “Aku Diponegoro”.
“Mereka minta supaya jubah tersebut dibawa secara berdiri, dan tidak boleh diterlentangkan, ini kan tidak masuk akal mengingat usia jubah yang sudah sangat tua dan kondisi jalanan di Indonesia,” ujar Peter Carey, sejarawan yang mendalami kisah Pengeran Diponegoro, (7/2/2015).
Padahal menurut Peter Carey, pihaknya telah membawa seorang ahli khusus dari Jerman untuk membantu merestorasi, sekaligus memberikan masukan dalam memindahkan jubah sabil yang terbuat dari sutra tersebut.
Peter Carey pun menolak bahwa syarat yang diajukan Pemda Magelang tersebut bukan sebagai bentuk upaya menjaga keutuhan jubah tersebut. Pasalnya jubah tersebut pun tidak disimpan dengan cara semestinya
”Lemarinya saja tidak diberi pelindung khusus sehingga banyak bagian jubah yang dimakan rayap. Cuma digantung di hanger begitu saja. Dan pengunjung di sana rupanya bisa merogoh ke dalam lemari untuk menyobek sebagian kecil jubah untuk jimat,” katanya.
Seperti diketahui, jubah sabil Pangeran Diponegoro ini merupakan kostum perang yang disarankan oleh kerabatnya Syeh Ahmad al-Ansari yang berasal dari Jeddah,Arab Saudi.
Sebelum disimpan oleh Bakorwil II Magelang, jubah ini dirawat oleh keluarga cucu menantunya Basah Mertonegoro selama kurang lebih satu abad.