Bisnis.com, JAKARTA— Implementasi bebas visa bagi 45 negara diyakini akan lancar, dan tidak ada hambatan teknis yang berarti dalam pelaksanaannya.
"Tidak (sulit). Kan sudah berlaku untuk 15 negara, terutama yang 9 negara Asean, lancar," kata Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya di Jakarta, Selasa (17/3/2015).
Dikatakan, kebijakan bebas visa bagi 45 negara itu memang terdiri dari 15 negara lama yang sudah bebas visa dan 30 negara yang baru diajukan.
Pihaknya berharap dalam waktu dekat ini kebijakan bebas visa sudah mulai dibahas teknis pelaksanaannya sehingga dapat segera diimplementasikan tahun ini.
"Semoga 1 atau 2 bulan ke depan sudah bisa mulai karena target tahun ini (jalan)," katanya.
Indonesia segera memberlakukan kebijakan bebas visa bagi 45 negara yang tersebar di berbagai benua sebagai salah satu kebijakan yang masuk dalam tahapan awal paket kebijakan reformasi struktural perekonomian.
Sebelumnya, pihaknya mengajukan kebijakan bebas visa bagi empat negara fokus pasar pariwisata yakni China, Jepang, Korea Selatan, dan Rusia tetapi kemudian ditambah menjadi 25 negara dalam pembahasan paket kebijakan reformasi struktural perekonomian.
Bertambah
Tak berselang berapa lama, jumlah 25 negara itu ditambah menjadi 30 negara, sehingga totalnya akan menjadi 45 negara karena sebelumnya sudah ada 15 negara yang bebas visa.
"Pertimbangannya adalah azas manfaat. Salah satu cara paling mudah meningkatkan wisman adalah bebas visa," katanya.
Dari 30 negara itu, hampir semua negara Eropa dan Amerika masuk di dalamnya.
Dikatakan, aturan ini selain bertujuan untuk menambah jumlah kunjungan 10 juta wisatawan mancanegara ke Indonesia pada 2015, juga untuk menambah devisa negara dan memperbaiki kinerja neraca jasa.
"Ini bisa menambah pemasukkan 15 persen dari semula, katakanlah sebelumnya total penerimaan 5 juta, tambah 15 persen, dan ada 750 ribu (tambahan wisman), bisa hampir 1 miliar dolar AS penambahannya dari bebas visa," ujar Arief.
Paket Kebijakan
Sebelumnya, aturan bebas visa sudah diberlakukan bagi wisatawan asal Thailand, Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Filipina, Hong Kong Special Administration Region (Hong Kong SAR), Makau Special Administration Region (Makau SAR), Chile, Maroko, Peru, Vietnam, Ekuador, Kamboja, Laos, dan Myanmar.
Kebijakan itu merupakan salah satu kebijakan yang termasuk dalam paket kebijakan ekonomi yang bertujuan memperbaiki kinerja neraca perdagangan dan neraca jasa, yang selama ini dominan menjadi penyumbang defisit neraca transaksi berjalan.
Defisit transaksi berjalan yang melebar merupakan masalah internal yang harus dibenahi pemerintah, karena ikut memberikan dampak negatif terhadap rupiah, sehingga perlu upaya untuk menjaga fundamental ekonomi dalam menghadapi tekanan ekonomi global.