Bisnis.com, JAKARTA — Dalam rangka memperingati Hari Kartini, 21 April 2015, Tokopedia mengampanyekan perempuan mampu membawa perubahan dengan singkatan “Baper”. Hal ini dibuktikan dengan sederet nama seller perempuan yang secara langsung maupun tidak langsung menyokong perekonomian negara melalui bisnis online yang mereka bangun dalam platform Tokopedia.
Public Relations Executive Tokopedia, Siti Fauziah menjelaskan pihaknya ingin menginspirasi perempuan-perempuan Indonesia untuk berkontribusi lebih kepada bangsa dengan membawa perubahan baik bagi diri sendiri maupun lingkungan sekitar. Tokopedia mencatat signifikannya pertumbuhan jumlah seller perempuan, yaitu tiga kali lipat dalam kurun waktu satu tahun terakhir.
“Sejak Maret 2014 hingga Maret 2015, jumlah seller perempuan kami meningkat tiga kali lipat,” terangnya dalam siaran pers kepada Bisnis.
Dia menambahkan para seller perempuan ini nyatanya tidak sekadar berjualan online. Lebih dari itu, mereka membawa berbagai perubahan, baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain. Perempuan itu adalah Rahajeng Dyah Savitri, pemilik “Radysa Organizer”, seorang mahasiswi pencipta lapangan kerja yang berani berkarya dan membawa perubahan bagi lingkungan sekitar. Mengawali bisnis organizer dari hobinya. Radysa memiliki ketertarikan khusus pada bidang kerajinan tangan organizer.
“Saya juga aktif mengadakan kegiatan-kegiatan sosial bagi masyarakat, misalnya pembagian sembako dan senam bersama untuk ibu-ibu di sekitar rumahnya. Oleh karena itu, harus selalu mengucap syukur dan membantu orang lain adalah kunci dalam bisnis saya,” katanya.
Demikian dengan Dina Sri Agustin pemilik “Dina Wallsticker” yakni seorang mantan pekerja kantoran yang tangguh dan berani. Ibu dari satu anak ini berkali-kali jatuh bangun ketika merintis karir. Dina awalnya adalah seorang pekerja kantoran yang sempat menempati posisi cukup tinggi dalam perusahaan, namun karena merasa tidak berhasil menemukan esensi kehidupan melalui pekerjaan tersebut, akhirnya Dina memberanikan diri untuk mundur dari perusahaan. Tulang punggung keluarga ini kemudian mencoba bergerak di ranah lain, namun lagi-lagi gagal.
“Keuntungan materi yang saya dapatkan sekarang 11 kali lipat lebih tinggi daripada saat menjadi karyawan,” ujarnya.
Terakhir, Rufaidah Qisti pemilik “Rumah Khas Solo” seorang pengusaha batik tulis berusia 52 tahun masih menunjukkan jiwa muda. Perjuangan Ibu Qisti dalam melestarikan batik tulis tidaklah mudah. Usahanya sempat mengalami kemunduran pada tahun 1970. Saat itu minat beli masyarakat terhadap batik tulis terus menurun. Hal ini membuatnya harus berjuang ekstra dan berkat kerja kerasnya, pada tahun 1987 ia berhasil membawa perubahan—membuat batik tulis kembali diminati oleh masyarakat.
“Usia bukannya penghalang kita untuk terus berkarya. Jika punya keinginan, kita harus berusaha untuk mewujudkannya. Siapa yang mau berkarya pasti dapat rezeki,” paparnya.