Bisnis.com, JAKARTA--Prioritas hidup yang bergeser membuat berubahnya pilihan-pilihan yang harus dibuat. Terutama, bagi kaum muda yang mapan secara finansial. Kemapanan secara finansial ini ternyata belum menyempurnakan hidupnya. Umur yang matang dan terkadang tuntutan orang-orang di lingkaran terdekat akhirnya membuat mencari pasangan seperti angkutan umum mengejar setoran.
Tak ingin asal mencari dan tetap ingin mendapat pilihan yang sesuai. Namun, tak punya waktu untuk masuk ke lingkaran baru untuk mendapat kenalan berdasarkan standar yang ditentukan. Itulah masalah klasik kaum muda yang kini memilih karir sebagai tujuan utama. Psikolog Klinis Dewasa dari Personal Growth Veronica Adesla mengatakan kecenderungan kaum muda dengan karir sebagai prioritas akan semakin meningkat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi di antaranya, stabilitas ekonomi, tingkat kultur seperti peningkatan angka perceraian dan tingginya pendidikan wanita membuat pilihan dalam hidup serta menggeser masalah pasangan dengan masalah lain yang dianggap lebih penting. “Penyebabnya pergeseran prioritas dari keluarga ke karir, tuntutan ekonomi, edukasi tinggi menyebabkan ekspektasi tinggi juga. Sekarang ini kan banyak yang usianya 30 tahun-an belum married. Padahal, 10 tahun lalu umur 25 tahun sampai 26 tahun sudah menikah,” ujarnya belum lama ini.
Mencari jodoh, di era serba digital ini, katanya, bisa diakomodasi oleh kecanggihan teknologi informasi. Apalagi, di tahun mendatang jumlah generasi Y atau generasi yang lahir pada 1980 sampai awal 2000 ini lebih akrab dengan teknologi akan semakin banyak. Imaji sebagai wanita atau pria yang tak laku karena menggunakan aplikasi demikian pun tak akan menghampiri karena teknologi informasi telah menjadi bagian dari kehidupan generasi ini. Oleh karena itu, tak ayal bila kemunculan aplikasi pencari kenalan semakin ramai.
“Generasi Y memang lebih welcome dengan teknologi. Imaji enggak laku karena pakai aplikasi ini pun enggak akan ada di generasi ini. Mungkin kalau generasi lain, iya,” katanya. Kendati demikian, menggunakan aplikasi seperti ini tetap harus mengikuti batasan. Menurutnya, masing-masing pribadi harus bisa tegas dalam menentukan tujuan dan prinsip. Serta, cepat mengevaluasi bila aplikasi ini tak lagi memfasilitasi apa yang ingin didapat.
Senada, Edwinda Ari Apsari, salah seorang pegawai swasta mengaku pernah menggunakan aplikasi serupa ketika berkuliah di Amerika Serikat dan mendapat teman kencan. Selain itu, dalam kurun dua bulan wanita berusia 27 tahun ini bisa mengenal enam orang yang berbeda dengan latar belakang yang jelas. Mulai dari seorang personal trainer, salah seorang karyawan di Boeing—perusahaan manufaktur pesawat, seorang insinyur dan IT engineer.
“Dalam 2 bulan saya bertemu 6 orang dan semua mempunyai background yang baik dan jelas,”katanya. Orang ke-6 yang ditemukannya melalui aplikasi kencan itu, pernah berstatus sebagai kekasihnya. Dari sisi kepribadian dan pekerjaan, katanya, cocok dengan standar yang ditentukan. Pria lulusan Georgia Technology Computer Science ini bekerja di amazon.com<http://amazon.com>—situs jual beli.
Dia menilai semua terjadi karena sejak awal tegas pada tujuan dan prinsip. Sehingga, aplikasi ini bisa dimanfaatkan. Terutama, jangan takut bertemu orang baru dan memelihara pikiran terbuka. “Yang menjadi pacar saya itu adalah orang ke-6 yang bertemu dengan saya. Dia lulusan Georgia Tech Computer Science dan bekerja di amazon.com<http://amazon.com>. Dia berlatar keluarga baik dan berkepribadian baik. Yang pasti harus open minded juga sih dan jangan takut bertemu orang baru,” katanya.