Bisnis.com, JAKARTA—Terapi testosteron pada pria dengan mengembalikan kadar testosteronnya ke tingkat normal melalui gel, patch, atau suntikan dapat menurunkan risiko serangan jantung, stroke, atau kematian dini. Demikian, menurut sebuah studi yang dilakukan di India.
Studi ini juga menemukan bahwa pria yang merawat kesehatan tapi tidak mencapai tingkat normal testoteron yang dibutuhkan tubuh pria.
"Ini adalah studi pertama yang menunjukkan bahwa ada manfaat yang signifikan jika dosis yang cukup untuk menormalkan kadar testosteron pria,” kata penulis studi Rajat Barua, asisten profesor kedokteran di University of Kansas di Amerika Serikat.
Dia menjelaskan pasien yang menjalani terapi tersebut memiliki tingkat penurunan dari serangan jantung atau stroke yang membuat tingkat kematian menjadi lebih kecil.
Meski demikian, temuan tersebut masih diperdebatkan karena manfaat terapi testosteron dan risikonya, terutama untuk jantung.
Sejauh ini, komunitas medis tidak memiliki hasil dari setiap uji klinis definitif yang mungkin memberikan panduan yang jelas terkait hal tersebut.
Sementara itu, US Food and Drug Administration (FDA) mengeluarkan pedoman sebelumnya pada tahun 2015 terkait over-penggunaan terapi testosteron, dan menunjuk ke sebuah peningkatan risiko kemungkinan serangan jantung dan stroke.
Studi tersebut melihat pada 83.000 pria dengan testosteron rendah dengan usia di atas 50 tahun,, yang menerima perawatan antara tahun 1999 dan 2014.
Para peneliti membagi mereka ke dalam tiga kelompok klinis: mereka yang diperlakukan ke titik di mana kadar testosteron total mereka kembali normal, mereka yang dirawat tapi tanpa mencapai normal, dan mereka yang tidak diobati dan tetap pada tingkat rendah.
Rata-rata tindak lanjut seluruh kelompok berkisar 4,6-6, dan 2 tahun. Terjadi perbedaan tajam antara mereka yang dirawat dan mencapai tingkat normal dan mereka yang rendah kadar testosteronnya.
Laki-laki yang tingkat testoteronnya bertambah, memiliki kemungkinan panjang umur hingga 56%, 24 persen lebih kecil kemungkinannya untuk menderita serangan jantung, dan 36 persen lebih kecil kemungkinannya untuk mengalami stroke.
Penjelasan yang mungkin, kata para peneliti, dapat melibatkan lemak tubuh, sensitivitas insulin, lipid, trombosit darah, peradangan, atau jalur biologis lainnya.
Studi ini dipublikasikan secara online di European Heart Journal.
Health