Bisnis.com, JAKARTA -- Kasus meninggalnya seorang pasien di klinik chiropraktic dengan tenaga medis asing menimbulkan kekhawatiran tentang kesahihan izin praktik dokter atau tenaga medis asing.
Praktisi kedokteran informatika yang juga pengurus Perhimpunan Informatika Kedokteran Indonesia (PIKIN) dr. Erik Tapan, MHA menggambarkan bahwa selama ini tak banyak pasien yang berani bertanya kepada dokter soal keabsahan praktiknya.
Di sisi lain, ia menyebutkan bahwa memperoleh izin praktik di Indonesia bukan perkara mudah, karena ada prosedur yang harus dilalui.
"Peraturan mengurus izin praktik dokter ataupun klinik menurut pengalaman saya sudah cukup memadai. Jika seseorang ingin mengurus izin, banyak hal yang perlu dipersiapkan, antara lain: surat rekomendasi dari IDI, kemudian ada survei dari Suku Dinas, barulah jika semua sesuai dengan persyaratan, izin akan diberikan," ujar Erik dalam tulisannya yang dikirimkan kepada Bisnis.com, Minggu (10/1/2016) malam.
Ia menambahkan, untuk mendapatkan rekomendasi IDI, seorang dokter harus bisa menunjukkan ijazah dokter (copy yang terlegalisir) dan surat lulus dari kolegium serta sertifikat dari Konsil Kedokteran Indonesia (KKI), dan persyaratan umum lainnya.
"Namun demikian, kita sering melihat ada pelang atau papan nama “klinik” yang menurut saya kok bisa lulus, seperti Klinik Sunat, Klinik Totok Syaraf, Klinik Suhu XXX, Klinik Bekam dan Klinik-klinik lainnya."
Mengikuti pakem tersebut, Erik menjadi tidak heran bisa muncul nama-nama Klinik seperti Klinik Chiropractic, Klinik Riset, dll., yang besar kemungkinan pengurusan izinnya tidak melalui prosedur yang disyaratkan.
"Untuk mencegah kebingungan masyarakat akan layanan alternatif seperti ini, sebenarnya pemerintah telah membuat suatu istilah bagi tempat Pengobatan Tradisional yaitu Batra atau Balai Pengobatan Tradisional. Sayangnya istilah Batra ini belum mencakup pengobatan alternatif yang bukan pengobatan tradisional. Jadilah layanan kesehatan alternatif nontradisional sering menggunakan istilah klinik. Lagipula istilah klinik dianggap lebih menjual daripada Batra." lanjut Erik.
Lantas bagaimana masyarakat bisa mengetahui dokter yang bertugas di Klinik tersebut memiliki legalitas?
"Yang paling mudah tentu menanyakan ke dokter yang bersangkutan atau ke pengurus Klinik, tapi seberapa banyak yang berani?" tanya Erik.
Ia pun menyodorkan cara lain, yaitu dengan melihat papan nama dokter. "Setiap dokter yang berpraktik harus memiliki no Surat Izin Praktik (SIP), carilah papan nama dokter tersebut, tercantum tidak nomor SIPnya,"
Cara lain adalah dengan menggunakan Internet. Kunjungi website resmi dari Konsil Kedokteran Indonesia (KKI), klik http://www.kki.go.id/cekdokter/form, kemudian masukkan nama dokter dan Kode Verifikasi (akan muncul secara otomatis/acak).
"Kita bisa melihat nama dokter yang kita cari (kalau memang terdaftar) dan jika ingin lebih detil, bisa mengklik nama dokter tersebut," tutur Erik.
Ia menyebutkan cara ini relatif mudah. "Sayangnya jika diakses dari gadget, fungsi menampilkan detil info mengenai dokter tidak muncul.
Di sisi lain, Erik mengusulkan agar Dinas Kesehatan kembali rutin mengundang para pengelola klinik untuk mengikuti pertemuan. "Alangkah baiknya hal ini dilakukan kembali, agar bisa saling kenal dan bisa saling sharing."
"Di era kabinet kerja saat ini, adalah sangat baik jika pemerintah bisa mendukung pengelola Klinik sehingga bisa membangun Klinik secara baik dan benar, yang artinya membuka lapangan kerja. Layanan kesehatan nonmedis bisa juga dibina dan diberitahu mengenai penamaan yang benar," lanjutnya.
Erik juga menyarakankan agar KKI memperbaiki websitenya sehingga bisa lebih responsif sesuai dengan jenis browser atau gadget, terutama di bagian pengecekan nama dokter.
"Mungkin saja sudah ada website yang lebih canggih yang menyediakan info ini, tapi kan lebih kredibel website KKI," ujar Erik.
Ia juga berharap, dengan munculnya kasus Klinik belakangan ini, masyarakat dapat bisa lebih menghargai dokter atau klinik Indonesia, yang berpraktik sesuai dengan aturan/etika kedokteran, yang mengurus izin dengan benar, tanpa promosi berlebihan, "apalagi menjanjikan penyembuhan 100%. Termasuk di dalamnya discount besar (padahal harga sudah dinaikkan terlebih dahulu, harga paket yang tidak masuk akal, dll."
Erik mengakui, mungkin saja ada kekurangan tenaga kesehatan Indonesia, namun dibandingkan tenaga kesehatan asing, klinik Indonesia mengurus izinnya sesuai dengan prosedur.
Erik juga mengingatkan agar para pasien berusaha untuk selalu mencari second atau third opinion sebelum memulai suatu treatment.