Namirah The Label. /Namirah The Label,
Fashion

Bisnis Fesyen RTW, Simak Tip dan Triknya

Wike Dita Herlinda
Senin, 30 Mei 2016 - 22:45
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Setahun belakangan, preferensi penikmat fesyen di Indonesia mulai mengalami pergeseran. Jika tadinya para fashionistalokal sangat gandrung dengan luxury brand internasional, saat ini selera mereka beralih ke produk-produk premium buatan para desainer lokal.

Itulah yang menjadi pendorong masifnya pergerakan #SupportLocalBrand di dunia dalam jaringan (daring). Pergerakan tersebut turut melahirkan tren label pakaian siap pakai produksi mandiri (self-manufactured ready to wear/RTW).

Label-label RTW lokal bermunculan bak cendawan di musim hujan, baik di dunia maya maupun pusat-pusat perbelanjaan. Berbeda dengan industri garmen/fast fashion yang memproduksi dengan mesin dalam skala besar, label-label ini menghasilkan produk yang lebih eksklusif.

Menariknya, pendiri label-label RTW tersebut didominasi oleh desainer-desainer muda berbakat yang belum terlalu berpengalaman di dunia high fashion. Mereka menjalankan labelnya seccara mandiri, dengan modal dan ceruk pasar yang dicari sendiri.

Tren mendirikan label self-manufactured RTW belakangan juga menjangkiti para selebritas dan desainer senior di Tanah Air. Untuk bisa bersaing dan menjangkau segmen pasar yang lebih luas, mereka membuat segmen label pakaian siap pakai dengan konsep yang unik.

Salah satu pelaku bisnis RTW yang sudah cukup punya nama di jagad fesyen lokal adalah Tantri Namirah. Kekasih Haykal Kamil itu mendirikan Namirah The Label, sebuah brand yang terkenal dengan cutting yang edgy dan dominasi palet warna monokrom yang elegan.  

Bermula dari pengalamannya mendesain untuk label RTW milik Zaskia Adya Mecca, Tantri memulai sendiri labelnya setahun terakhir dan langsung mendapatkan respons positif dari pasar. Lalu, bagaimana seluk-beluk bisnis RTW yang dijalankannya. Berikut penuturannya:

Bagaimana awal mula terjun ke bisnis RTW ini?

Saya baru setahun memulai bisnis ini; sejak sekitar Februari/Maret tahun lalu. Namun, sebelumnya saya sudah memiliki pengalaman [mendesain] baju untuk label milik kakak pacar saya [Haykal Kamil].

Jadi, awalnya saya diajak oleh pacar untuk membantu [label] Meccanism by Zaskia Adya Mecca. Dia tahu saya suka menggambar dan membuat baju. Selama setahun saya membantu Zaskia, setelah itu saya memutuskan untuk keluar dan merintis label saya sendiri.

Sebelum mendirikan label sendiri, saya bekerja di salah satu majalah fesyen terkemuka selama enam bulan. Tujuannya adalah agar saya banyak belajar dan mendapat banyak jejaring, baik fotografer, model, agensi, maupun klien.

Setelah itu, saya belajar menjahit secara intensif selama tiga bulan di rumah. Baru setelah itu saya meluncurkan label Namirah The Label.

Bagaimana menyusun konsep awalnya?

Dari awal saya sudah tahu apa yang saya inginkan untuk label ini. Meskipun sebelumnya saya bekerja untuk Mecccanism, yang khusus memproduksi modest wear, saya tetap memiliki ciri khas sendiri untuk label saya.

Saya fokus pada produk celana, karena selama ini jarang orang yang mau repot-repot mendesain celana dengan potongan yang aneh-aneh. Kalau untuk baju atasan, pasti banyak label yang menawarkan konsep yang edgy, tapi mereka jarang berpikir untuk bawahan.

Saat menyusun konsep, saya selalu berpikir bagaimana caranya agar ketika pakaian saya dipakai, orang akan bertanya ‘apa labelnya?’, ‘siapa yang mendesain?’, ‘kok bisa seperti itu desainnya?’, ‘di mana belinya?’

Lantas, apa yang menjadi karakter khusus label Anda, yang membedakan dari label RTW lokal lainnya?

Saya bermian dengan palet monokrom, seperti hitam dan putih, serta warna-warna earth tone seperti abu-abu. Kalau sekadarcutting, rasanya saat ini semakin banyak label yang bisa membuat cutting yang aneh-aneh dan unik-unik. Jadi, saya lebih bermain pada palet.

Selain palet, saya juga memikirkan soal desain. Saya ingin desain pakaian yang versatile [serba guna], maksudnya satu pakaian bisa dipakai untuk berbagai macam model/gaya. Untuk itu, saya selalu memberikan aksen yang ‘tidak biasa’ pada rancangan saya.

Di tengah semakin ketatnya persaingan label RTW, strategi apa yang digunakan untuk tetap eksis?

Pertama, menjaga kualitas bahan. Banyak label yang memiliki cutting bagus, tapi bahannya enggak. Saat membuat satu baju, saya pasti akan coba pakai dulu. Kalau bahannya saya rasa enak, baru saya berani lepas ke pasar.

Saya selalu memastikan untuk terlibat langsung dalam setiap tahapan proses produksi. Saya memilih sendiri bahannya dan saya cek sendiri, sehingga kualitas bahan bisa tetap terjaga.

Kedua, menguatkan brand image. Hal ini sangat perlu untuk dilakukan agar konsumen mau datang untuk membeli lagi di label kita. Brand image ini bisa dilakukan, misalnya dengan mengelola tampilan situs dengan baik agar terlihat profesional.

Demikian pula untuk tampilan di Instagram. Ketika brand Anda terlihat profesional, konsumen pasti ingin mengunggah fotonya dan men-tag label Anda, dengan harapan dimuat di halaman Instagram label Anda. Itu juga sebuah strategi penguatan image branding.

Bagaimana dengan segmen pasar, siapa yang dibidik? Bagaimana permintaannya?

Pada awalnya saya ingin menyasar konsumen ABG usia 17 tahun ke atas. Namun, dalam perjalanannya, ternyata banyak juga konsumen berusia 30-40 tahun yang memesan pakaian dari label saya.

Dari situ, saya pun mulai memikirkan desain yang bisa menyesuaikan pangsa pasar segala usia. Biasanya saat meluncurkan koleksi, saya bagi menjadi tiga desain; yang ‘sangat aneh’, ‘aneh’, dan ‘standar’ agar semua segmen dan selera pasar bisa terjangkau.

Sejauh ini saya sudah menerima pesanan dari hampir seluruh kota besar di Indonesia. Bahkan, ada juga permintaan yang datang dari London dan Dubai. Salah satu konsumen di Dubai meminta saya memasok untuk butiknya.

Mengingat sebagian besar label RTW masih belum memiliki gerai sendiri, bagaimana strategi pemasaran yang Anda pakai, selain menggunakan media daring?

Saya bekerjasama dengan beberapa pihak untuk mendirikan pop-up store, misalnya dengan On Market Go di Tunjungan Plaza Surabaya, Happy Go Lucky di Jalan Ciliwung Bandung, dan Common House di Jalan Panglima Polim Jakarta.

Strategi lainnya adalah dengan menggandeng perusahaan e-commerce yang sudah besar, seperti Zalora atau Berrybenka. Saya sendiri sudah memasukkan label saya ke Zalora dan Bobobobo.

Satu hal yang perlu diperhatikan adalah jangan ‘menyebar’ barang di terlalu banyak perusahaan e-commerce, apalagi kalau yang segmen pasarnya serupa. Zalora dan Bobobobo memiliki segmen dan selera konsumen yang sangat berbeda.

Oleh karena itu, produk yang saya distribusikan ke Zalora dan Bobobobo berbeda satu sama lain, menyesuaikan dengan selera masing-masing konsumen di kedua situs tersebut. Jangan terlalu banyak memilih mitra, pilih saja yang sesuai dengan karakter produk Anda.

Selain itu, yang paling penting, buatlah situs sendiri untuk label Anda agar memudahkan konsumen melihat detail dari produk-produk yang Anda jual. Sertakan kontak yang bisa dihubungi sejelas mungkin agar memudahkan konsumen menjangkau Anda.

Dari mana saja Anda mendapatkan inspirasi desain? Bagaimana menjaga agar ide kreatif label Anda tidak dijiplak kompetitor?

Inspirasi bisa datang dari mana saja, misalnya saat sedang traveling. Namun, yang paling sulit dihindari adalah adanya oknum-oknum yang mencuri desain original yang kita buat dengan susah payah.

Hal itu sudah beberapa kali terjadi pada saya. Saya dan beberapa teman saya pernah menemukan label lain yang menjiplak desain pakaian saya. Mereka menjual dengan harga lebih murah, tapi bahan yang lebih jelek. Itulah mengapa saya selalu menjaga kualitas bahan.

Untuk mengatasi ‘pencurian’ ide kreatif, saya membuat desain yang lebih eksperimental, khususnya untuk produk celana. Saya langsung membuat desain secara spontan di atas manekin untuk menghasilkan cutting-cuttig yang unik.

Saya sengaja tidak menggambar terlebih dahulu sebelum menjahit. Semua desainer pasti bisa menggambar, tapi tidak semua bisa meniru desain yang polanya dibuat secara eksperimental. Tidak semua orang bisa meniru, karena cutting-nya susah.

Bagaimanapun, lagi-lagi, menjaga kualitas bahan adalah kuncinya. Meskipu produk kita ditiru orang dengan bahan yang lebih jelek, konsumen pasti akan datang lagi kepada kita karena mereka sudah percaya akan kualitas label kita. Harga itu tidak berbohong.

Apa kiat-kiat bagi pemula yang ingin membuka bisnis self manufactured RTW?

Kalau memang ingin membuat baju tapi tidak punya modal, bikin saja dulu satu atau tiga pieces. Namun, Anda harus tahu konsepnya. Anda harus punya ciri khas pada desain Anda, sehingga pakaian Anda bisa mencuri perhatian orang.

Nah, kalau sudah punya modal, coba bikin 3-4 desain dan pakailah. Kalau ada orang yang bertanya ‘Itu bajunya beli di mana?’, jangan dijawab ‘Ini aku bikin sendiri’. Jawab saja, ‘Ini aku jual, tapi harus preorder dulu. Mau?’

Berapa modal yang dibutuhkan untuk mendirikan label RTW?

Kalau saya kebetulan sejak awal sudah punya mesin jahit sendiri. Namun, kalau mau merintis bisnis RTW, modalnya bisa dimulai antara Rp5 juta—Rp10 juta. Setidaknya siapkan modal untuk bahan, tukang jahit, transportasi, packaging, dan sesi pemotretan model.

Berapa omzet rata-rata per bulan yang didapatkan dari bisnis ini?

Dulu, untuk satu baju saya hanya memproduksi 6 pieces. Kalau sekarang, untuk satu desain, saya bisa memproduksi sampai dua lusin. 

Omzet rata-rata per bulan mencapai lebih dari Rp50 juta. Namun, tergantung musim juga. Saat sedang musim libur, tahun baru, atau hari raya, permintaan biasanya naik tajam. Saat sedang musim jelang Ramadan atau jelang tahun ajaran baru, biasanya sepi.

Mungkin konsumen mengurungkan niat untuk berbelanja karena lebih memprioritaskan pengeluaran untuk sekolah anak. Jadi, kita harus pintar-pintar melihat musim yang ramai untuk menangkap peluang.

Apa tantangan terbesar menjalankan bisnis RTW ini?

Berinovasi. Inovasi itu memang susah. Kita harus benar-benar banyak belajar, dan bisa menghasilkan inovasi secara konsisten agar pelanggan tidak bosan dengan koleksi label kita.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Fatkhul Maskur
Bagikan

Tags :


Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro