Tangan Halus dan Suci
T’lah mengangkat tubuh ini
Jiwa raga dan seluruh hidup, rela dia berikan
Kata mereka diriku slalu dimanja
Kata mereka diriku slalu ditimang
Oh bunda ada dan tiada dirimu kan selalu ada di dalam hatiku
Begitu kira-kira cuplikan syair lagu Bunda yang dinyanyikan oleh Melly Goeslaw. Jika disimak dari awal, rangkaian kata tersebut menggambarkan seberapa besar cinta seorang ibu kepada anaknya.
Namun, Mutmainah, begitu nama wanita muda istri kedua Ajun Inspektur Dua Deni Siregar yang membuat heboh dan membuyarkan semua gambaran tentang seorang ibu dalam lagu tersebut, setelah membunuh seorang anaknya dengan cara memutilasi.
Hingga saat ini, belum diketahui apa yang menjadi alasan wanita beranak dua ini memutilasi darah dagingnya sendiri dengan begitu kejinya dan kemudian tidur di samping anak yang dia mutilasi.
Melihat usia anak keduanya yang masih satu tahun, mungkinkah Mutmainah mengidap baby blues yang tidak tertangani sehingga berkembang menjadi pskotik post partum? Sebenarnya apakah baby blues yang kerap menyerang wanita setelah melahirkan? Apa pula psikotik post partum itu?
Baby blues adalah sebuah keadaan yang muncul di mana seorang ibu merasa gundah, sedih, dan khawatir pasca melahirkan. Secara umum, sindrom ini bisa berlangsung hingga dua minggu setelah melahirkan.
Namun, menurut psikolog Liza Djaprie, tanda-tanda serta lamanya seorang ibu terserang sindrom ini tidak selalu sama.
“Sebenarnya semua [ibu yang habis melahirkan] kena [baby blues syndrome] ya, karena ada hormon yang bermain. Namun, ada orang yang bisa melewati secepatnya, ada yang biasa saja dan ada yang parah,” jelasnya.
Liza mengatakan, ibu yang terkena baby blues syndrome biasanya akan menunjukkan beberapa gejala seperti kehilangan minat, susah untuk bangun pagi, susah untuk mengurus anak, dan merasa tidak bisa menjadi ibu yang baik tetapi tidak sampai bersikap tega terhadap anaknya apalagi sampai melukai.
Namun, dalam kasus berbeda, baby blues juga bisa membuat seorang ibu menjadi lebih aktif. Hal ini tergantung pada karakter sang ibu dan dukungan lingkungan sekitar.
Untuk bisa melalui keadaan ini, khususnya, bagi ibu yang menderita kesedihan pasca melahirkan (baby blues) diperlukan dukungan kuat dari keluarga terdekat.
“Keluarga harus men-support dan tidak bersikap sepele dengan keadaan ini karena perasan itu benar-benar ada. Dukungan dari suami dan orang tuasangat perlu,” Liza menekankan.
Namun, tidak jarang, seorang ibu mengalami baby blues syndrome berkepanjangan yang akhirnya berkembang menjadi depresi post partum jika tidak mendapatkan penanganan dengan benar. Dalam keadaan ini, sang ibu mulai menujukkan gejala depresi tetapi tidak sampai menyakiti anaknya.
Depresi pada ibu pasca melahirkan bisa dilihat melalui sikap sang ibu yang kesulitan untuk berinteraksi dengan keluarga bahkan bayinya sendiri, tidak memiliki nafsu makan dan gejala lain.
Liza menyarankan, jika depresi seorang ibu pasca melahirkan tetap berlanjut hingga tiga atau enam bulan ada baiknya keluarga berkonsultasi dengan ahli seperti psikolog atau terapis.
“Jika dalam 3 atau 6 bulan sang ibu masih depresi tidak bisa membuat koneksi dengan anak dan keluarga, tidak bisa makan bahkan tidak mau hanya sekedar menggendong anaknya, maka harus langsung mencari pertolongan seperti dari psikolog atau terapis.”
Lebih jauh dia menjelaskan bahwa jika kondisi depresi post partum terus dibiarka, maka keadaan sang ibu berpotensi menjadi semakin parah mengarah pada psikotik post partum di mana sang ibu mengalami gangguan pemikiran hingga halusinasi yang hampir sama seperti penderita skizofrenia.
Dalam fase ini, sikap seorang ibu berpotensi membahayakan bayinya karena pemikirna yang terganggu sehingga tidak bisa membedakan halusinasi dan kenyataan.
“Ibaratnya tidak punya rem, tidak bisa membedakan hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Analisa berfikir ikut terganggu akibat penanganan yang tidak pas,” katanya.
Namun, untuk kasus Mutmainah, Liza tidak bisa memastikan apakah benar wanita tersebut menderita psikotik post partum, karena untuk memastikannya diperlukan pemeriksaan secara langsung.
Selain itu menurutnya, tidak gampang bagi seorang ibu untuk bisa menyakiti anaknya sendiri, bahkan sampai membunuh dengan cara memutilasi alat vitalnya.
“Bisa jadi dari dulu punya gangguan kepribadan, karena seharusnya tidak segampang itu ibu menyakiti kemaluan telinga hingga memutilasi,” sebutnya prihatin.
Sementara itu, menurut keterangan Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Awi Setiyono, seminggu sebelum membunuh anak lelakinya dan menyakiti anak perempuanya, Mutmainah sempat mengalami kelainan.
“Yang kita dapatkan memang seminggu ini mengalami seperti kelainan, hanya diam, merasa ketakutan dan menyampaikan ke suaminya: kamu tidak takut sama saya? ini nanti kita dalami,” kata Awi ketika dimintai konfirmasi terkait kasus ini , Senin (3/10/2016).
Mutmainah diketahui memutilasi organ intim anak lelakinya yang baru berusia satu tahun dan melukai bagian telinga putrinya. Deni Siregar, suaminya yang merupakan anggota kepolisian mengalami syok ketika pulang ke rumah dan mendapati istrinya yang dalam keadaan telanjang berbaring di dekat anak lelakinya yang telah kehilangan nyawa sementara anak perempuannya kesakitan akibat ulah ibunya.