Bens Leo: Bangkitnya Vinyil Adalah Kerinduan Masa Lalu
Bisnis.com, JAKARTA— Belakangan ini rekaman musik berupa piringan hitam kembali marak diperjual belikan. Musisi papan atas hingga band independen pun berlomba melansir album dalam bentuk vinyil.
Beberapa waktu lalu, pengamat music Bens Leo memberikan pandangannya bahwa kembalinya piringan hitam ini adalah sebuah kerinduan masa lalu. Menurutnya budaya itu adalah sebuah siklus yang terus berputar, bisa saja sesuatu yang telah lama dilupakan akan muncul dan digemari lagi.
Tren piringan hitam ini menurutnya juga terjadi di luar negeri. Bens menceritakan saat menghadiri seminar hak cipta di Irlandia 2012 silam. Di Irlandia Bens mengunjungi toko kaset merchandise. Yang membuatnya kaget adalah munculnya piringan hitam. Bahkan di sana penjualannya hampir sama dengan CD. “Saya sudah lihat 2010, tapi ke Eropa penjualannya kok bagus sekali. Saya bertanya ternyata penjualannya mendekati CD,” tuturnya.
Menurut Bens yang menarik dari piringan hitam ini adalah keinginan untuk meniikmati sesuatu yang sifatnya vintage atau masa lalu. Kerinduan itulah yang diantisipasi oleh label-label rekaman di Eropa. “Sesuatu yang dirasakan unik dan indah, kalau lagu itu bening suaranya, dan keindahan itu juga tercermin di covernya,” jelasnya.
Piringan hitam pernah populer tahun 1980, tapi sempat menghilang pada 1980an karena terganti dengan kaset, kemudian ditinggalkan orang. Pemutarnya pun juga tidak banyak diproduksi. Akhirnya orang beralih ke era digital, dan bentuk fisik pun mulai ditinggalkan. “Begitu muncul lagi inikan jadi vintage, menjadi unik dan kuno,” jelasnya.
Jika berbicara mengenai kualitas suara, menurutnya tak jauh berbeda. Hanya saja jika dibandingkan dengan kaset piringan hitam ini jauh lebih awet dan mudah dirawat. “Problemnya kalau kena suhu yang tidak bagus itu bisa kusut kasetnya. Ini kan kalau menyimpannya benar dan alat pemutarnya bagus maka akan bagus. Terbaret baru nggak bagus,” katanya.