Bisnis.com, JAKARTA - Kehadiran cerita-cerita lokal masih mewarnai keragaman perfilman Tanah Air. Seperti film Uang Panai karya sineas Makassar yang mampu menarik lebih dari 500.000 penonton. Kehadiran film ini menjadi pertanda jika cerita lokal masih memeliki tempat di hati penonton, khususnya penonton daerah yang memiliki kedekatan dengan isi cerita.
Menurut penulis skenario, Salman Aristo, saat ini belum banyak penulis maupun pembuat film yang benar-benar mengangkat cerita lokal. Dalam artian crita lokal seperti di Makassar dengan film Uang Panai. “Kalau yang saya lihat baru di Makassar, jadi menurut saya masih sangat sdikit,” katanya belum lama ini di Jakarta.
Sebelumnya, penulis skenario yang akrab disapa Aris ini pernah menulis cerita lokal yang filmnya sangat fenomenal, yaitu Laskar Pelangi dan Sang Penari. Namun, dirinya menganggap cerita tersebut belum khas, mengingat banyaknya hal-hal universal dalam film tersebut.
“Memang mengangkat cerita lokal, tapi masalah yang diomongin masih lebar. Seperti Sang Penari yang menceritakan tentang Banyumas tapi konteksnya masih lebar, seperti masalah politik. Kalau Uang Panai memang khas dan temanya tidak ke mana-mana. Benar-benar konteks lokal. Kalau Laskar Pelangi dan Sang Penari belum selokal itu,” kata Aris.
Menulis cerita lokal memang bukan hal mudah. Menurut Aris, tantangan utamanya adalah harus mendapatkan semuanya. Dalam artian segala hal yang ada di sana harus tertangkap dan betul-betul mewakili. Untuk itu menurutnya yang harus mengerjakan harusnya orang lokal. Tidak bisa dikerjakan oleh bukan orang lokal karena tidak menangkap semua potensi yang ada.
Menurut saya sebuah film lokal memiliki persyaratan yang menurut saya masalahnya ada di situ [lokal] dan tidak bisa dipindah. Meski banyak yang berdalih jika ceritanya universal sehingga setiing tempatnya bisa dipindahkan. Bagi saya cerita universal itu bukan berarti setingannya bisa dipindahkan. Cerita lokal itu tidak bisa dipindahkan kemana -mana, karena masalahnya , semangat zamannya ada di situ.
Mengenai potensi ke depannya, Aris mengatakan belum memiliki data yang pasti. Tapi jika melihat kesuksesan Laskar Pelangi bisa dipastikan jika sebenarnya penonton tidak bermasalah dengan mendengarkan bahasa daerah. “Membaca subtitle itu sudah bukan masalah. Nyaman-nyaman saja sebenarnya walaupun perlakuannya seperti film asing . Secara potensi, harusnya besar,” katanya.
Aris menambahkan, jika sejak dulu sebenarnyaIndonesia sudah memiliki banyak potensi-potensi cerita lokal. Hanya saja belum banyak orang yang ingin menggali, sehingga secara potensi sebenarnya sudah kaya, namun belum banyak digali.