Bisnis.com, JAKARTA— Memvisualisasikan cerita lokal dalam sebuah film memang bukan hal mudah bagi seorang pembuat film. Selain keinginan yang kuat, juga harus didukung oleh kekuatan cerita agar bisa diterima oleh penonton.
Seperti yang dilakukan oleh sutradara film Salawaku, Pritagita Arianegara. Keinginananya menyutradarai film Salawaku tak lepas dari ketertarikannya untuk mengeksplor cerita dan tempat-tempat di luar Jakarta. Karena menurutnya banyak tema menarik dan unik yang bisa digali. “Kalau dikaitkan dengan cerita lokal, saya memang sangat tertarik dengan cerita yang berkaitan dengan kultur, antropologi dan sosiologi yang sebelumnya aku belum lihat,” katanya.
Selain memiliki kelebihannya autentik, menurut Prita sebuah cerita lokal telah memiliki alur cerita yang hanya perlu dibuat dalam bentuk film. Karena jika persis dengan cerita aslinya mungkin ada pihak-pihak yang tidak bersedia. “Jadi memang harus dipilih bagian cerita yang ramah produksi dan dieksekusi,” katanya.
Menurut Prita, seluruh cerita lokal itu bersumber dari satu ibu. Dalam artian cerita yang yang disajikan itu-itu saja. Misalnya soal adat, masing-masing daerah punya adat berbeda tapi intinya sebenarnya sama, ada hal yang boleh dan tabu “Jadi memang justru menarik banget karena tiap daerah punya keautentikannya sendiri. Misalnya untuk menghukum seseorang yang melanggar norma. Pasti hukuman di setiap daerah akan berbeda-beda. Tapi bahwa ada konsekuensi yang harus diterima, itu sama,” katanya.
Yang menjadi pekerjaan rumah bagi pembuat film menurut Prita adalah melakukan riset yang serius. Jika tidak maka akan timbul perkara. Mulai dari hal kecil seperti dialek, kalau salah bisa langsung mendapat diprotes. “Caranya adalah dengan melibatkan orang-orang setempat ikut mengawasi hal-hal kecil sampai hal yang besar,” katanya.
Dalam hal riset, menurut Prita jangan mengandalkan dari google saja. “Memang banyak informasi tapi kita harus mendatangi dan mengobrol bahkan sampai tinggal di sana beberapa waktu untuk mempelajari kehidupan masyarakat di sana. Risetnya lebih kepada kita hidup bersama mereka untuk jangka waktu tertentu,” katanya.
Selain itu yang masih jadi hambatan menurutnya dalah kurangnya scrip atau rumah produksi yang mau mengizinkan produksi di tempat-tempat yang susah. Karena ada ekstra pembiayaan. “Yang menyulitkan itu masih disitu. Tapi saya lihat dari pembuat-pembuat film sekarang sudah sangat terbuka dengan potensi-potensi lokal,” katanya.
Perihal dukungan pemrintah, Prita merasakan hal berbeda sat ini. Saat ini pemerintah memberikan dukungan besar terhadap dunia perfilman. Pemerintah juga sekarang banyak yang mulai memperhatikan potensi pariwisata di daerahnya.
“Bekraf juga mulai aktif, dan sudah mulai memfasilitasi sampai keluar negeri. Selama masuk akal dan positif saya lihat pmerintah sangat mendukung,” ungkap Prita.