Bisnis.com, JAKARTA – Menjadi kolektor benda seni tentu menggiurkan karena sewaktu-waktu dapat menjual koleksinya dengan harga tinggi. Bagi Anda yang berniat menggeluti dunia kolektor seni, sebaiknya tidak cuma menjual, tetapi ada hal lain yang harus diperhatikan terkait hal tersebut.
Kurator Seni Hendro Wiyanto mengatakan, efek dari gelaran art fair pun tak menutup kemungkinan menciptakan kolektor-kolektor baru. Sepatutnya, ujarnya, kolektor-kolektor baru itu mesti memiliki argumen soal kenapa tertarik terhadap suatu karya seni. Buat Hendro sikap itu dibutuhkan agar kolektor tidak ikut-ikutan tren, tetapi memiliki sikap yang jelas untuk karya seni. Sebab, tambahnya, karya visual harus dilihat secara visual bukan ikut-ikutan.
Hendro menilai risiko dari mekanisme pasar adalah soal tren. Ketika kolektor tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang karya seni, imbuhnya, tetapi membeli karya seni karena ikut-ikutan atau tren. Sedangkan, imbuhnya, tren itu sendiri dibentuk oleh segelintir orang. Sehingga, dikhawatirkan, jika hal itu yang terjadi akan tumbuh-tumbuh kolektor minim kualitas dan selera seni.
“Tetapi di Indonesia saya melihat ada beberapa kolektor yang memiliki argumen dan pengetahuan seni mumpuni terhadap karya seni dan senimannya. Jadi sebaiknya karya seni itu tidak hanya urusan harga. Namun, merupakan ungkapan pengetahuan khas seniman,” ujarnya kepada Bisnis belum lama ini.
Di sisi lain, Hendro mengatakan, kecenderungan pasar adalah pasang surut. Satu momen, bisa saja meledak. Tetapi di kondisi lainnya, bisa surut. Terlepas dari hal itu, Hendro mengatakan, seniman yang baik adalah seniman yang terus berkarya tanpa tergantung pada pasar.
“Meskipun demikian ada pula seniman-seniman yang menunggu pasar,” ujarnya.