Asean Literary Festival 2017/twitter
Fashion

Ini Peristiwa Seru Selama Hari Ketiga Festival Sastra ALF 2017

Wike Dita Herlinda
Minggu, 6 Agustus 2017 - 15:23
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Pegelaran sastra terbesar se-Asia Tenggara, Asean Literary Festival (ALF) ke-4, tahun ini diwarnai oleh berbagai peristiwa dan kegiatan menarik mulai dari belanja buku yang juga diikuti oleh Direktur Jenderal Kebudayaan Hilmar Farid, diskusi tentang penistaan agama, sampai pesta puisi bersama Aan Mansyur.

Pada ajang yang dihelat di kawasan Kota Tua Jakarta itu, Dirjen Kebudayaan Hilmar Farid ikut blusukan mencari buku-buku yang dia minati. Pada Sabtu pagi (5/8/2017), setelah menyantap nasi goreng, soto Betawi, dan cendol di stan kuliner, dia berkeliling Museum Keramik.

Di Museum ini terdapat 24 stan komunitas yang memamerkan produk-produk kreatif mereka. Misalnya saja; booth Penerbit Lontar, Penerbit Buku Perempuan, Thukul Cetak, Goodreads, dan percetakan Gramedia Utama.

Saat mengunjungi stan-stan tersebut, Hilmar berhenti sejenak dan mengamati buku-buku terbitan penulis asal Indonesia, seperti Haidar Bagir.

Dari beberapa buku yang dia borong, Hilmar menaruh perhatian pada buku-buku yang diterbitkan oleh penulis perempuan. Seperti Saras Dewi, Feby Indirani, dan Okky Madasari. Buku yang ia beli antara lain, Saras Dewi-Kekasih Teluk, Feby Indriani-Bukan Perawan Maria, Okky Madasari-Yang Bertahan dan Binasa Perlahan, Saat membeli buku-buku tersebut, dia menanyakan tentang isu yang diangkat dari buku tersebut.

Selain buku, Hilmar juga antusias saat mengungjungi stan Jurnal Perempuan. Ia kemudian membeli sebuah kaos bertuliskan “Well Behaved Women Seldom Make History—Laurel Thatcher Ulrich”.

Pengalaman Hidup

Sementara itu, Arswendo Atmowiloto berbagi tentang pengalaman hidupnya, mulai dari menulis buku anak hingga terjerat pasal penistaan agama.

Cerita mengenai pengalamannya dimulai dari riwayat hidupnya sejak kecil. Menurutnya, sejak kecil dia telah jatuh hati pada sastra termasuk puisi. Dia pun gemar membaca cerita-cerita klasik mandarin, salah satunya adalah tentang Jin Ping Mei.

Setelah lulus SMA, Arswendo kemudian mulai terjun menjadi penulis dan jurnalis dan bekerja di percetakan di bagian koreksi tulisan aksara Jawa.

Pada 1970-an, para penerbit diharuskan untuk menerbitkan buku anak-anak, Arswendo pun menyesuaikan diri. “Saya tidak terlalu kesulitan untuk menulis” ungkapnya ketika ditanya apakah menulis buku anak lebih sulit dari menulis buku biasa.

Nama Arswendo semakin mencuat sebagai penulis setelah Tabloid Monitor, yang dia pimpin, memuat hasil jajak pendapat tentang siapa yang menjadi tokoh idola pembaca. Arswendo terpilih menjadi tokoh nomor 10, satu tingkat di atas Nabi Muhammad SAW, nabi umat Muslim yang terpilih menjadi tokoh nomor 11.

Sebagian masyarakat Muslim marah dan menimbulkan keresahan di tengah masyarakat. Arswendo kemudian diproses secara hukum dan membuatnya divonis hukuman lima tahun penjara.

Menulis

Ketika ia dipenjara, ia tak berhenti menulis. Dia kemudian mengarang dan memakai nama samaran.

Sebagian karyanya dikirimkannya ke berbagai surat kabar, seperti Kompas, Suara Pembaruan, dan Media Indonesia. Semuanya dengan menggunakan alamat dan identitas samaran.

Setelah keluar, dia membuat sebuah film berjudul ‘menghitung hari’, film itu banyak mendapat apresiasi.

Dalam sesi tanya-jawab seorang peserta menanyakan apakah ia pernah dibredel di zaman Orde Baru? Dia menjawab, “Risiko menjadi jurnalis seperti itu.”

Acara ALF Sabtu malam (5/8/2017) dilanjutkan dengan kompetisi puisi yang dipandung oleh Komunitas Puisi Ibukota Unmasked bersama Pangerang Siahaan. Acara dihadiri oleh ribuan pengunjung yang mayoritas anak muda dan diselenggarakan di Fatahuillah Square tersebut, menjadi penutup rangkaian acara ALF pada hari itu.

Editor : Nancy Junita
Bagikan

Tags :


Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro