Bisnis.com, JAKARTA - Anggota Komisi X DPR RI Anang Hermansyah menilai komitmen pemerintahan Joko Widodo terhadap ekonomi kreatif dari awal cukup kuat. Sayangnya, hingga tiga tahun pemerintahan berjalan belum dibentuk sistem pengelolaan industri kreatif yang ajeg.
"Efeknya, belum ada lompatan yang nyata di industri ini," kata musisi asal Jember itu dalam siaran pers, Kamis (28/7/2017).
Menurut Anang, dalam tiga tahun pemerintahan Presiden Jokowi, belum ada yang tampak begitu kuat dalam penguatan ekonomi kreatif kita. "Tidak terkecuali di sektor musik," ujarnya.
Anang membeberkan data dari Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) pada 2014-2015, sektor ini baru mampu menyumbang dalam perekonomian nasional sebesar 7,38 %.
"Tahun 2014 Pendapatan Domestik Bruto (PDB) sektor ekonomi kreatif sebesar Rp 784,82 triliun, sedangkan tahun 2015 PDB ekonomi kreatif meningkat tipis sebesar Rp 852,24 triliun," ungkap Anang.
Lebih lanjut Anang menyebutkan dari 16 subsektor ekonomi kreatif hanya tiga subsektor yang berkontribusi terhadap PDB di atas 10% yakni subsektor kuliner (41,69%), fashion (18,15%) serta kriya (15,70%).
"Selebihnya di bawah 10% kontribusi di PDB nasional. Apalagi seperti subsektor musik, seni pertunjukan, film, seni rupa, desain interior, angka PDB-nya tidak mencapai 1%. Saya sedih betul lihat angka-angka ini," sesal Anang.
Anang menilai pemerintah masih memperlakukan ekonomi kreatif seperti bisnis pada umumnya. Padahal, kata Anang, dalam berbagai kesempatan Presiden mendengungkan tentang ekonomi kreatif yang menjadi tulang punggung ekonomi Indonesia.
"Mestinya, komitmen Presiden tadi diwujudkan dengan politik hukum berupa pembentukan regulasi yang mendorong sistem yang ajeg, politik anggaran yang menyokong penguatan di sektor ini, termasuk politik penegakan hukum seperti memberantas pembajakan," imbuh Anang.
Baca Juga Facebook, Twitter, Google Audiensi Publik Ungkap Dugaan Campur Tangan Rusia Pada Pemilu AS |
---|
Anang mencontohkan persoalan industri musik yang sampai saat ini belum tuntas baik soal pembajakan maupun soal pembagian royalti.
Menurut dia, keberadaan UU No 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, tidak spesifik mengatur soal permusikan. "Akibatnya apa, pelaku seni di sektor ini sampai sekarang belum merdeka di negerinya sendiri. Karyanya dibajak, hak ciptanya tidak dibayar secara adil. Disebabkab implementasi UU No 28 Tahun 2014 tidak efektif, karena memang bicara umum, tidak spesifik soal musik," urai Anang.
Anang mengusulkan agar pemerintah memasuki tahun keempat fokus meletakkan sistem yang ajeg guna mengkonkretkan janji kampanye dan komitmennya terhadap ekonomi kreatif.
Anang mengusulkan agar momentum saat ini dimanfaatkan untuk membentuk sistem yang bagus, memperbaiki aparat dan pada akhirnya hal itu akan merevolusi mental masyarakat yang out put-nya budaya hukum yang baik. "Di situlah urgensi UU Permusikan," ujarnya.