Museum batik Danar Hadi/Istimewa
Fashion

Melacak Peninggalan Perang Diponegoro Lewat Batik

Nindya Aldila
Sabtu, 7 Oktober 2017 - 14:59
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA- Persebaran batik di daerah Nusantara tercatat merata, utamanya di Pulau Jawa. Salah satunya, di Maos, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Belum banyak yang tahu jika Cilacap, khususnya Maos menjadi pusat pertahanan Pangeran Diponegoro yang paling kuat saat pendudukan Belanda.

Saat itu, perang dingin antara pribumi dan VOC membuat rakyat Indonesia harus berdiam-diam melakukan serangan. Akhirnya, sejumlah sandi dibuat sebagai cara berkomunikasi sesama pribumi. Misalnya, saat hendak melakukan serangan, mencari kebutuhan logistik, megajak berkumpul, dan lainnya. Uniknya, sandi perang ini dibuat di atas kain dengan teknik batik.

Dengan begini, musuh tidak bakal tahu kode yang disampaikan oleh para pejuang pribumi. Seiring berjalannya waktu, sandi tersebut terangkat menjadi bagian dari batik Maos. Hingga saat ini, ada sekitar 1.883 motif yang berkembang pascaperang Pangeran Diponegoro pada awal abad ke-18.

Pemilik Batik Rajasa Mas Tonik Sudarmadji mengatakan dari ribuan motif tersebut, hanya sekitar 100 motif yang berhasil tergali. Tonik mengatakan di Maos, hanya ada sedikit perajin batik yang mampu mempertahankan batik Maos karena keterbatasan sumber. Maklum, banyak perajin sudah sepuh.

“Batik Maos adalah batik rakyat, bukan batik yang menjadi persembahan seperti batik dari Keraton Solo dan Yogyakarta. Dari motif, [batik Maos] cenderung keras dan besar karena memang harus kelihatan,” tuturnya saat dikunjungi di kediamannya.

Buntal gabahan, misalnya. Motif dengan bentuk garis diagonal yang menyerupai sawah dengan objek bunga di tengahnya. Jika seseorang menggunakan motif tersebut, berarti jebakan atau ranjau banyak tersebar di sawah. Motif ini sangat sakral dan tidak bisa dipakai sembarang orang.

“Ketika kita butuh bantuan laskar tentara, kita harus cari orang yang pakai cebong kumpul. Artinya dia siap berperang. Kalau menggunakan kode ladrang manis berarti cadangan logistik ada di tempat itu,” tambahnya.

Berbeda lagi dengan motif rujak sente yang bermotif tanaman daun talas dengan latar belakang haris dan ornamen batik yang penuh hanya boleh dipakai oleh panglima perang atau pemimpin pasukan.

Warna-warnanya masih banyak terpengaruh dari batik Yogyakarta dengan warna sogan atau coklat yang kuat. Untuk menguatkan upaya batik tetap lestari, penggunaan warna alam pun masih dipertahankan.

Tanaman seperti tingi atau kulit mangrove, yang banyak digunakan untuk menghasilkan warna coklat banyak ditemukan di Cilacap. Selain itu, indigo, mahoni, srintilan, dan kulit nangka juga digunakan untuk menciptakan warna kuning, merah, dan hijau.

Tonik menceritakan panjang lebar asal muasal batik Maos dengan semangat. Untuk mendapatkan pengetahuan tersebut, Tonik banyak melakukan riset.

Perjuangan Tonik bersama istrinya, Euis Rohaini, untuk menggali batik Maos bisa dibilang cukup militan. Dia dengan sengaja mendatangi satu per satu perajin batik untuk merekonstruksi kembali motif asli batik sandi perang Diponegoro ini. Bahkan, dia sempat menemui maestro Iwan Tirta untuk memastikan kebenaran filosofi yang terkandung dari batik Maos.

Setelah melakukan riset sejak akhir 2007, dia mulai melakukan pendataan pembatik yang mampu menggambar motif batik Maos. Awalnya, hanya ada empat pembatik yang mau bekerja sama dengan Tonik dan Euis.

Ikhtiar membawa hasil, Tonik dan istrinya berhasil membawa batik Maos ke Jakarta pertama kali pada 2008 dalam acara pameran Adi Wastra. Dari situ, batik Maos sangat berkembang hingga berhasil mempekerjakan 80 orang pembatik.

“Sebenarnya saya membuka batik ini bukan semata-mata untuk bisnis karena kalau begitu lebih enak kerja. Bukan itu yang saya cari. Yang penting budaya ini jangan punah. Warga setempat punya keterampilan, maka harus kita jaga, pasti ada jalan,” tutur Euis.

Dalam mengembangkan bisnisnya, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Cilacap banyak membantu, salah satunya dengan pengembangan ke ranah digital

Koordinator Rumah Kreatif BUMN (RKB) Cilacap Sahid Hidayat mengatakan di RKB tersebut, UMKM mendapatkan berbagai macam pelatihan kewirausahaan dan mendorong untuk bisa melakukan penjualan secara online lewat marketplace milik BUMN, Blanja.com. RKB di Cilacap sendiri dikoordinatori oleh BNI.

Dari sekitar 30.000 pelaku usaha, baru ada sekitar 47 UMKM yang berhasil memenuhi persyaratan marketplace tersebut. Adapun omzet yang dihasilkan sudah mencapai Rp157 juta.

“Dengan meningkatkan kualitas UMKM, mereka akan berdaya dan berusaha dengan baik sehingga akses perkreditan mereka lancar,” katanya.

Penulis : Nindya Aldila
Bagikan

Tags :


Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro