Bisnis.com, JAKARTA - Sebuah studi terbaru mengungkapkan tingkat kepercayaan konsumen di Indonesia di era digital ini masih rendah terutama akibat pengalaman penipuan pada saat menggunakan layanan digital.
Menurut Digital Trust Index atau Indeks Kepercayaan Digital, bagian dari laporan Fraud Management Insights 2017 yang baru dikeluarkan oleh Experian dan IDC, sebuah firma penelitian pasar ICT dan advisory terkemuka, mengungkapkan maraknya tingkat penipuan di Asia Pasifik terlihat sangat jelas.
Setidaknya terdapat satu dari lima orang yang pernah mengalami penipuan secara langsung, sementara satu dari tiga orang atau kerabat terdekat mereka pernah terkena dampaknya. Tingginya tingkat penipuan, yang diantisipasi oleh studi tersebut hanya akan meningkat seiring dengan penggunaan layanan digital yang terus berkembang, dapat berefek negatif terhadap kepercayaan konsumen.
Baca Juga Xpander Mulai Dikirim ke Konsumen |
---|
Hal ini tentunya akan menyulitkan negara ekonomi berkembang seperti Indonesia karena tingginya kasus penipuan yang terjadi. Seperempat dari total jumlah masyarakat Indonesia secara langsung pernah merasakan dampak penipuan, sementara 1 dari 2 orang pernah mengalami penipuan pada diri mereka atau orang-orang yang mereka cintai.
Meliputi 10 pasar di seluruh Asia Pasifik, laporan ini menyurvei 3.200 konsumen dan lebih dari 80 organisasi jasa keuangan, telekomunikasi dan sektor ritel (secara kolektif disebut penyedia layanan), yang masing-masing memiliki pendapatan setidaknya US$10 juta. Negara-negara yang disurvei meliputi Australia, Tiongkok, Hong Kong, India, Indonesia, Jepang, Selandia Baru, Singapura, Thailand dan Vietnam.
Hasil studi menunjukkan bahwa rata-rata tingkat kepercayaan terhadap layanan digital terbilang rendah di seluruh wilayah, dengan nilai 3,2 dari 10,0. Perusahaan telekomunikasi mendapatkan nilai terendah dengan skor 2,1 dan jasa keuangan mendapatkan nilai tertinggi pada skor 4,9.
Baca Juga Ritel Lawan Disrupsi |
---|
Menariknya, sementara perusahaan-perusahaan yang disurvei mengatakan bahwa mereka yakin akan kemampuannya dalam mengatasi tindak penipuan dan sudah memberikan layanan pengalaman pelanggan sangat baik untuk mengatasi penipuan, justru tidak sejalan dengan persepsi konsumen.
Negara seperti Singapura dan Hong Kong, yang diharapkan memiliki tingkat kepercayaan tinggi karena sudah mempunyai sistem manajemen penipuan yang canggih, justru menurun karena rendahnya tingkat toleransi konsumen terhadap penipuan dan adanya persepsi buruk tentang penanganan pengalaman pasca-penipuan, yang tidak ditangani dengan baik oleh perusahaan.
Rendahnya toleransi terhadap penipuan ini tercermin di banyak negara maju, sementara lebih ditoleransi di negara seperti Indonesia, di mana penipuan lebih sering terjadi. Sektor ritel, terutama e-commerce, cenderung lebih baik dalam hal ini karena berfokus pada layanan pengalaman pasca-penipuan konsumen dan kecepatan mereka dalam menangani masalah yang timbul akibat penipuan.
Indonesia menduduki peringkat ke-10 dengan nilai rata-rata 1,8. Namun meski demikian, konsumen Indonesia memiliki tingkat toleransi lebih tinggi terhadap penipuan apabila dibandingkan dengan negara- negara Asia Pasifik lainnya.
Akan tetapi, tingginya tingkat penipuan yang disertai layanan pasca-penipuan yang buruk, merupakan hambatan utama dalam membangun kepercayaan yang lebih tinggi. Seperti Vietnam, Indonesia dilaporkan sebagai negara yang memiliki tingkat penipuan tertinggi dan sektor keuangan diamati sebagai sektor yang paling terpercaya dibandingkan industri lainnya.
Peringkat | Negara | Nilai Digital Trust Index* |
1 | Selandia Baru | 4.2 |
2 | Jepang | 4.1 |
3 | Australia | 3.8 |
4 | India | 3.3 |
5 | Tiongkok | 2.8 |
6 | Vietnam | 2.5 |
7 | Hong Kong | 2.5 |
8 | Thailand | 2.3 |
9 | Singapura | 2.3 |
10 | Indonesia | 1.8 |
Berdasarkan rata-rata dari total nilai DTI di tiga sektor: Jasa Keuangan, Telko dan Ritel. Angka dibulatkan ke desimal terdekat.
“Digitalisasi mempercepat dan mengubah cara kita bekerja, hidup bahkan bermain,” ujar Dev Dhiman, Managing Director, Asia Tenggara dan Pasar Berkembang (Emerging Markets) Experian Asia Pasifik.
“Kepercayaan merupakan hal yang penting pada dunia digital baru ini, dan sementara Indonesia serta wilayah sekitar terus mendigitalisasi, sangatlah penting bagi organisasi-organisasi untuk menjaga tingkat kepercayaan konsumen yang tinggi pada penawaran-penawaran digital mereka.”
Hal ini dikarenakan konsumen tidak akan menggunakan layanan yang tidak terpercaya. “Nilai Digital Trust Index yang relatif rendah yakni 1,8 dari 10 di Indonesia mengindikasikan bahwa adanya perbedaan antara bagaimana bisnis berpikir bawah mereka tengah mengelola transaksi digital rentan penipuan, dengan pengalaman konsumen yang sebenarnya saat terjadi penipuan,” tambahnya.
Nick Wilde (kanan) dan Dev Dhiman berfoto bersama saat Media Briefing Experian: Fraud Management Insights 2017.
Untuk meningkatkan kepercayaan konsumen dalam layanan digital, Digital Trust Index mengidentifikasi tiga peluang utama yang perlu diantisipasi oleh para penyedia layanan, untuk memperkuat kepercayaan antara mereka dengan konsumennya.
1: Meningkatnya Transaksi Digital
Meningkatnya volume transaksi digital senantiasa mengejutkan bisnis dan ekonomi di seluruh wilayah Asia Pasifik. Bagi bisnis, mengatasi meningkatnya skala transaksi digital memerlukan peningkatan investasi yang cerdas pada infrastruktur untuk memproses transaksi-transaksi tersebut, sekaligus memastikan optimalisasi standar keamanan, ketersediaan, dan kehandalan mutu layanan digital mereka.
Infrastruktur ini termasuk alat-alat untuk mengelola volume transaksi yang meningkat. Di seluruh wilayah Asia Pasifik, perusahaan dan wirausaha perlu memanfaatkan otomasi untuk mengatasi perkiraan bertambahnya penipuan, seiring dengan meningkatnya transaksi digital.
2: Berlomba untuk Kenyamanan
Dhiman mengatakan satu hal yang harus tetap melekat pada saat bertransaksi adalah menghadirkan pengalaman yang baik kepada konsumen pada saat menangani masalah penipuan, terutama dengan adanya persaingan antar organisasi dalam memberikan layanan konsumen yang lebih baik dan mulus melalui penawaran dan solusi secara digital. "Penyedia layanan yang dengan cepat dapat menyeimbangkan kedua hal tersebut akan lebih unggul dalam sektor mereka ke depannya.”
Sangatlah penting bagi penyedia layanan di Asia Pasifik untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam menerapkan penanganan dan pendeteksi penipuan yang mulus, dan didukung oleh analisis perilaku konsumen untuk mengidentifikasi penipuan dengan cara yang tidak mengganggu. Menyeimbangkan antara menjaga keamanan konsumen dari penipuan sekaligus meminimalisir kendala pada transaksi online merupakan hal penting sehubungan dengan digitalisasi yang terus meningkat di seluruh wilayah.
3: Penipuan yang Terus Berkembang
Beragamnya jenis penipuan membuat penyedia layanan sulit untuk melacak penipuan ataupun untuk menanggapi kasus tersebut secara efektif. Dengan jenis penipuan baru yang terus bermunculan dan berkembang dengan cepat, penyedia layanan di Asia Pasifik harus melihat ke depan dalam menjaga kemampuan pendeteksi penipuan, untuk menangani jenis penipuan yang belum pernah dihadapi sebelumnya.
Hal ini mengharuskan adanya pemecahan silo data dalam organisasi dan juga memanfaatkan analisis dengan lebih baik. Dengan bertumbuhnya data dan berbagai kanal atau touchpoints (titik temu), silo data membuat organisasi kesulitan dalam memperoleh pandangan tunggal mengenai ekosistem organisasi dan konsumen mereka.
Memecah silo data dan memanfaatkan analisis dengan lebih baik akan memungkinkan penyedia layanan untuk lebih memahami perilaku konsumen mereka dan meningkatkan akurasi dan kecepatan dalam memverifikasi konsumen – sehingga mengarah pada perkembangan pendeteksi penipuan yang lebih baik dan kepercayaan konsumen yang lebih tinggi.
Antisipasi bagi penyedia layanan
Penipuan melalui online dan pencurian identitas merupakan masalah utama bagi penyedia layanan di wilayah ini. Perusahaan mulai beralih ke teknologi baru untuk membantu melindungi diri dan pelanggan mereka. Namun, seringkali tidak saling berintegrasi. Solusinya adalah dengan ‘Super ID (identitas)’, generasi masa depan dari identitas digital yang multi faktor dan dinamis, yang menggabungkan teknologi artificial intelligence (kecerdasan buatan), biometrik dan data alternatif secara terpadu untuk mengatasi penipuan secara efektif.
“Kami mengimplementasikan sistem Hunter oleh Experian untuk pelanggan kami di India, yang telah membantu menganalisis lebih dari 3 juta transaksi setiap bulannya," kata Nick Wilde, Kepala Divisi Fraud and Identity, Experian Asia Pasifik. "Telah ditemukan bahwa 75% peristiwa penipuan adalah hasil pencurian identitas, meskipun sistem ID nasional Aadhaar di India sudah menggunakan teknologi biometrik."
Dengan demikian, perusahaan harus mempertimbangkan untuk meningkatkan kemampuan pendeteksi dan pencegahan penipuan mereka dengan intelijen konsumen tambahan melalui sistem Super ID, yang akan membantu mengidentifikasi konsumen dengan benar dalam transaksi digital, sehingga memungkinkan keamanan yang lebih baik tanpa adanya hambatan terhadap pengalaman transaksi konsumen.
"Pada akhirnya, sementara digitalisasi diatur untuk mengantarkan kita memasuki era baru yang lebih nyaman, masih banyak yang harus dilakukan untuk membangun kepercayaan pelanggan yang lebih baik di dunia online – jangan sampai semua usaha kita sia-sia," kata Sandra Ng, Group Vice President, Practice Group, IDC Asia/Pasifik.
"Pencegahan penipuan generasi selanjutnya kini sudah hadir berkat kemajuan teknologi dalam big data dan analisis. Perusahaan manajemen informasi seperti Experian menggunakan alat data dan analisis termutakhir, untuk membantu perusahaan-perusahaan dalam mencegah penipuan dan mengotomatisasi pengambilan keputusan."
Digital Trust Index dikembangkan untuk menghadirkan cara yang bermanfaat dalam mengukur tingkat kepercayaan antara pelanggan dan organisasi di seluruh Asia Pasifik dan sektor. Indeks tersebut mengulas kriteria-kriteria pilihan dari berbagai industri dan negara, untuk menentukan tingkat kepercayaan konsumen terhadap layanan digital.
Laporan ini juga memberikan gambaran mengenai perilaku dan harapan konsumen. Nilai yang lebih tinggi mengindikasikan bahwa konsumen merasa puas dengan pengalaman transaksi digital mereka, sementara nilai lebih rendah mengindikasikan ketidakpercayaan konsumen.
Indeks tersebut berdasarkan empat variabel utama yang meliputi tingkat adopsi digital, preferensi industri dan tingkat penipuan, serta efektivitas kemampuan perusahaan dalam manejemen penipuan.