Bisnis.com, JAKARTA - Museum Modern and Contemporary Art in Nusantara (Macan) bersama Wikimedia Indonesia menggelar diskusi bertajuk "Sumber Sejarah Terbuka: Pemetaan Pameran Seni di Indonesia" sepanjang 13-14 Maret 2018 di Museum MACAN, Jakarta.
Pada hari pertama, yakni Selasa (13/3/2018) diskusi dihadiri oleh sejumlah pakar dan pemerhati seni seperti wartawan senior Bambang Bujono dan Carla Bianpoen, peneliti Kunci Cultural Studies Antariksa, kuraton Enin Supriyanto, pendiri Cemeti Institute Mella Jaarsma, dan co-kurator Museum Macan Agung Hujatnikajennong.
Agung mengatakan diskusi mengenai sejarah pameran seni tersebut awalnya dinisiasi oleh co-kurator Museum Macan lainnya, Charles Esche yang memang tengah mengembangkan jurnal penelitian dan penelitian tentang sejarah pameran di Indonesia.
Baca Juga Perempuan Indonesia Jangan Minder |
---|
Lebih lanjut, Agung mengatakan topik mengenai sejarah pameran merupakan topik diskusi yang baru bagi dunia seni rupa Indonesia. Studi mengenai sejarah pameran, lanjutnya, merupakan bagian dari keilmuan curatorial studies yang tengah menjadi tren baru di dunia.
"Namun, tidak semua kalangan juga setuju dengan kehadiran pembahasan sejarah pameran ini. Di Jerman, misalnya, studi ini dianggap sesuatu yang mengada-ngada, mereka beranggapan bahwa sejarah pameran sudah ada dalam keilmuan sejarah seni, bukan bagian dari keilmuan curatorial studies," jelasnya.
Berbeda dengan sejarah seni, sejarah pameran membicarakan hal lain yang sebelumnya tidak dibahas dalam sejarah seni yang hanya berfokus pada pembahasan mengenai karya seni dan senimannya saja. Sejarah pameran, lebih luas dari itu, membahas juga hal lain seperti kondisi sosial, dan politik yang turut mewarnai perkembangan dunia seni.
Baca Juga 5 Kafe Legendaris di Wina |
---|
"Dalam sejarah pameran ada perkembangan gagasan yang juga dibahas di dalamnya. Misalnya, mengapa demokrasi bisa berkembang menjadi gerakan nasionalisme. Jadinya lebih ke sejarah pemikiran seni dari pameran-pameran," jelasnya.
Diskusi ini disambut baik oleh wartawan senior Bambang Bujono. Dari pemaparan yang diberikan oleh Agung, Bambang merasa sejarah pameran seni bisa menjadi terobosan baru dalam mendekatkan masyarakat dengan dunia seni.
Sebelumnya, penulisan sejarah seni, termasuk pada kumpulan tulisannya yang lalu, dia mengaku selalu luput membicarakan banyak hal di luar seniman dan karyanya. Padahal banyak aspek lain yang tak kalah pentingnya dalam pameran seperti pengunjung, penyelenggara, dan pemimpin negara yang sedang menjabat saat itu.
"Saya baru menyadari bahwa memang jarang sekali tulisan seni di media massa yang berbicara mengenai pengunjung ataupun penonton seni. Hal ini yang saya rasa membuat seni rupa menjadi seperti pulau terpencil yang jauh dari masyarakat," jelasnya.