Bisnis.com, JAKARTA - Nama dokter Terawan Agus Putranto kini hangat diperbincangkan. Salah satu yang memicu kontroversi adalah metode cuci otak yang diterapkannya kepada pasien.
Metode cuci otak atau ‘brain flushing’ berbasis radiologi intervensi untuk mengatasi stroke temuan Terawan sejak awal memang menjadi perdebatan. Kalangan praktisi dan akademikus kedokteran kerap silang argumentasi. Tak sedikit yang berujung pada debat kusir yang membuat metode ini semakin kontroversial.
Untuk mengakhiri kontroversi seputar terapi cuci otak itu, Terawan melakukan penelitian di Universitas Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan, dengan membawa seluruh hasil tindakan untuk didiskusikan dengan sejumlah guru besar di sana.
Sebelum menemukan metode ini, sejak 2003, Terawan telah melakukan berbagai tindakan medis untuk pengobatan penderita stroke akut. Targetnya adalah peningkatan aliran darah di dalam otak.
Beberapa cara di antaranya adalah transcranial LED atau pemasangan balon di jaringan otak. Hasilnya, pemasangan balon ini meningkatkan aliran darah sebesar 20 persen dalam jangka waktu 73 hari.
Terawan mengatakan metode ini ditunjang oleh pemberian terapi sebanyak 146 seri untuk mendapatkan hasil yang diinginkan.
Sebagai alternatif, dia juga menggunakan metode pemberian statin. Tapi, statin tidak mempengaruhi aliran darah seketika pasca-iskemia. Respons metode ini baru terlihat setelah 5 hari.
Untuk menguji metode cuci otaknya, dia meneliti 75 pasien stroke iskemik yang berobat di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta. Pasien didominasi oleh pria dengan rentang usia 41-60 tahun.
"Berdasarkan penelitian, diasumsikan bahwa 73,3 persen pasien berada pada usia produktif. Stroke mengganggu kegiatan sosial maupun ekonomi mereka," kata Terawan.
Baca Juga Politisasi Pelaporan Sukmawati ke Polisi |
---|
Hasil penelitiannya menunjukkan tindakan cuci otak memberikan peningkatan aliran darah yang signifikan, sekitar 41,20 persen. Jumlah ini lebih besar dibanding peningkatan pada terapi lain.
Untuk membersihkan sumbatan di otak, Terawan menggunakan cairan heparin yang memberi pengaruh terhadap pembuluh darah. Heparin dikenal sebagai antikoagulan (anti-pembekuan darah), agen anti-inflamasi, dan anti-oksidan.
Penggunaan heparin juga menjadi kontroversi karena sudah lama zat ini diminta untuk tidak digunakan lantaran akan memberi efek secara klinis.
Menurut Terawan, heparin sebetulnya masih terus dipakai untuk bidang intervensi dengan dosis yang bervariasi. Banyak literatur yang menjelaskan bahwa heparin sangat aman bila diberikan dalam dosis yang tepat.
"Dalam penelitian ini tidak ada pasien yang mengeluhkan adanya efek samping," ujar dia.
Terawan mengklaim pengobatan ini merupakan yang pertama kalinya digunakan di dunia. "Baru negara Jerman yang mengadopsi tindakan ini," ujar dia.