Bisnis.com, SURABAYA - Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit-Kementerian Kesehatan Anung Sugiantono menegaskan anggota Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) harus menjadi contoh tidak merokok.
"Kalau saya tegas, tidak ada toleransi. Kalau pakai jaket IAKMI tapi merokok, copot jaketnya secara tidak hormat. Ahli kesehatan harus jadi contoh hidup sehat," kata Anung dalam Konferensi Indonesia tentang Tembakau atau Kesehatan (ICTOH) ke-5 di Surabaya, Senin (7/5/2018).
Bahkan, Anung meminta persoalan merokok juga diperhatikan sejak dari penerimaan mahasiswa kesehatan masyarakat. Bila perlu, calon mahasiswa kesehatan masyarakat dipersyaratkan tidak merokok dan begitu diterima menandatangani pernyataan tidak akan merokok.
Baca Juga Peduli Lingkungan Melalui Fesyen |
---|
Anung menceritakan pengalamannya saat mengajar di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro Semarang yang kebanyakan mahasiswanya perempuan. Dia mengajak mahasiswinya untuk berkampanye tidak merokok.
"Saya minta mereka memakai pin bertuliskan 'Tolak Pacar Perokok' atau memakai kaos bertuliskan 'Tolak Mertua Perokok. Kalau tidak berani, tidak usah menjadi ahli kesehatan masyarakat," tuturnya.
Anung mengatakan hal itu merupakan upaya untuk mewujudkan generasi yang lebih baik meskipun tantangan dari luar sangat berat.
Baca Juga Seduh Kopi Tak Perlu Lama |
---|
"Membangun kesadaran masyarakat akan hak lingkungan yang sehat dan bebas asap rokok, penting dilakukan pada masa kini dan masa depan," katanya.
Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar 2013, proporsi perokok terbesar berada pada usia 15 tahun hingga 19 tahun atau remaja, yaitu 7,1 persen. Pada usia 10 tahun hingga 14 tahun ditemukan 1,4 persen perokok.
Penduduk usia 15 tahun ke atas dilaporkan terdapat peningkatan perilaku merokok dari 34,2 persen pada 2007 menjadi 36,3 pada 2013. Bila dilihat berdasarkan jenis kelamin, presentase pengguna rokok adalah 64,9 persen laki-laki dan 2,1 persen perempuan.
Baca Juga Foto-foto Pernikahan Raditya Dika |
---|
Sedangkan menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional 2005, belanja bulanan rumah tangga perokok menempatkan belanja tembakau di urutan kedua (10,4 persen dari pendapatan keluarga) setelah padi-padian (11,3 persen dari pendapatan keluarga).
Pembelanjaan untuk tembakau setara dengan lima kali belanja daging, telur, susu; tiga kali biaya pendidikan; dan empat kali untuk keperluan kesehatan.