Bisnis.com, JAKARTA - Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menggandeng sejumlah organisasi perwakilan masyarakat, mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk menolak intervensi industri rokok yang semakin menargetkan pemasaraannya ke anak muda.
Sejumlah organisasi seperti Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Komite Nasional Pengendalian Tembakau, dan Yayasan Kanker Indonesia bersama organisasi koalisi peduli pengendalian tembakau mengungkapkan kekhawatiran mereka terhadap semakin maraknya taktik dan manipulasi yang dilakukan industri rokok dalam memasarkan produk adiktif mereka.
Di Indonesia, masalah masifnya konsumsi rokok konvensional masih menjadi beban kesehatan dan ekonomi, ditambah lagi dengan bermunculan produk-produk nikotin baru yang berkembang sangat pesat.
Dalam satu dekade terakhir, konsumen produk nikotin baru (rokok elektronik, vape, dsb) telah meningkat 10 kali lipat menurut data Riskesdas 2013, 2018, dan Survei Kesehatan Indonesia -SKI 2023.
Selain itu, menurut survei terbaru oleh Jalin Foundation menyebutkan, di Jakarta saja, sebanyak 24% remaja laki-laki usia 12-19 tahun menjadi pengguna rokok elektronik.
Dari tahun ke tahun, industri rokok juga semakin kreatif mengembangkan strategi untuk memasarkan produknya.
"Dengan berkembangnya produk-produk nikotin baru, perusahaan-perusahaan raksasa tersebut dan afiliasinya juga telah meluncurkan vape, pods, rokok yang dipanaskan, sampai kantong nikotin," ungkap Sekretaris Jenderal Komnas Pengendalian Tembakau, Tulus Abadi, dikutip dalam keterangan pers, Senin (9/6/2025).
Kini hal itu menjadi salah satu tantangan terbesar dalam kesehatan masyarakat. Di mana daya tarik produk tembakau, nikotin, dan turunannya, terutama bagi anak muda semakin besar.
Menurut IDI dan Yayasan Kanker Indonesia, industri rokok saat ini terus mencari cara untuk membuat produk-produk ini terlihat menarik, mulai dari menambahkan perasa hingga zat lain yang mengubah bau, rasa, dan penampilan produk yang dirancang untuk menutupi rasa rasa tembakau, sehingga terasa lebih “ramah” di lidah, terutama bagi pemula dan remaja, dan memberikan kesan “aman”.
"Semakin nyaman rasanya, semakin besar peluang mereka untuk mencoba dan akhirnya kecanduan. Di balik topeng rasa-rasa manis tersebut, mereka sedang menyasar pelanggan baru, yakni para perokok pemula, dan mendorong para pengguna ganda," ungkap Wakil Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia, Fakhrurrozi.
Sebagai informasi, Pemerintah baru saja mengesahkan PP 28/2024 sebagai turunan UU No. 17/2023 tentang Kesehatan, yang salah satunya mengatur adanya kemasan yang distandarkan.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Bidang III Pendidikan dan Penyuluhan, Yayasan Kanker Indonesia, Lukiarti Rukmini, mempertanyakan mengapa pemasaran rokok elektronik semakin marak dengan kemasan yang semakin menarik, padahal sudah diatura dalam PP tersebut.
“Perhatian utama kami adalah bagaimana perusahaan vape menjual produknya memakai kemasan-kemasan yang sangat menarik untuk anak-anak dan remaja, berwarna-warni, bergambar buah dan permen, bahkan memakai ilustrasi animasi,” ungkapnya.
Pasalnya, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menyatakan bahwa sekitar 85% kasus kanker paru-paru berhubungan dengan kebiasaan merokok.
Berdasarkan data dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC) perokok memiliki risiko 15–30 kali lebih tinggi terkena kanker paru-paru dibandingkan dengan bukan perokok.
Oleh karena itu, Yayasan Kanker Indonesia menuntut Presiden Prabowo untuk segera menetapkan standarisasi kemasan terutama untuk produk rokok dan rokok elektrik.
"Ini sangat mendesak dan kita perlukan, agar industri tidak semena-mena memasarkan produknya memakai topeng kemasan sehingga masyarakat tertipu dan akhirnya kecanduan,” tegasnya.
Yayasan Kanker Indonesia juga mempertanyakan kemampuan Menteri Kesehatan dalam memperjuangkan kesehatan masyarakat yang tidak segera menerapkan aturan-aturan Pengamanan Zat Adiktif pada PP 28/2024.
Sementara itu, Dudung Abdul Qodir, Sekretaris Jenderal PB Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) menjelaskan bagaimana industri rokok menarget anak-anak dan remaja untuk membeli produk adiktif mereka, yang kini dikembangkan melalui produk nikotin baru, seperti vape dan rokok yang dipanaskan.
"Ini adalah taktik yang harus diungkap ke masyarakat, karena mereka mempromosikannya seakan produk-produk ini adalah produk yang aman, memakai rasa-rasa manis seperti buah-buahan dan permen, memakai kemasan warna-warni yang sangat menarik bagi anak dan remaja," ungkapnya.
Selain itu, PGRI juga mendesak Presiden Prabowo melakukan langkah nyata untuk menghentikan manipulasi yang dilakukan industri rokok.
"Jangan korbankan anak-anak kita untuk memberi keuntungan industri,” tegasnya.
Tulus menambahkan bahwa organisasi yakin Presiden Prabowo dapat bertindak lebih tegas untuk menolak intervensi industri rokok.
"Harapannya Presiden bisa segera memerintahkan jajarannya untuk menerapkan regulasi pengendalian produk tembakau dan rokok elektronik, jangan lagi rakyat menjadi korban,” imbuhnya.