Bisnis.com, JAKARTA - Penyakit jantung bawaan atau PJB menjadi salah satu sorotan para dokter spesialis jantung dan pembuluh darah di Tanah Air karena masih menghadapi berbagai kendala dalam penata laksanaannya.
Dokter spesialis jantung dan pembuluh darah di rumah sakit Harapan Kita, Oktavia Lilyasari, mengungkapkan ada beberapa masalah mengapa penyakit ini penting dan menjadi sorotan.
"Sangat mempunyai masalah besar bila mengalami penyakit jantung bawaan di Indonesia karena kebanyakan masyarakat berasal dari sosial ekonomi yang lemah," ujarnya, belum lama ini.
Kemudian yang kedua, papar dia, adalah faktor pendidikan yang rendah, sehingga banyak yang tidak mengerti kalau anak membiru malah berpikirnya karena kesambet. Mereka tidak berpikir bahwa itu adalah penyakit jantung bawaan.
Ada juga ibu yang meskipun sudah melihat kondisi anaknya sejak lahir seperti itu tetapi tidak menindak lanjuti ke dokter karena merasa kasihan "anak saya masih bayi, entar aja deh". Sampai kemudian si anak menjadi besar dan tidak bisa dilakukan operasi lagi.
Masalah selanjutnya adalah kesulitan akses. Dokter Okta menuturkan, Indonesia adalah negara kepulauan yang dipisahkan oleh laut dan kondisi ini sering menyulitkan masyarakat menjangkau fasilitas kesehatan yang memadai.
"Saya sering mendapat pasien dari Sumatra yang mengatakan jarak tempuh dari rumahnya ke bandara sampai lebih dari 10 jam."
Sedangkan tata laksana penyakit jantung bawaan tidak dapat dikerjakan oleh setiap fasilitas kesehatan, kebanyakan dikirim ke rumah sakit jantung Harapan Kita. Mulai dari pedalaman Papua sampai pedalaman Aceh, semua dikirim ke rumah sakit Harapan Kita.
Persoalan yang lain adalah tidak adanya asuransi kesehatan. Zaman dahulu masyakat kita lebih banyak yang tidak punya asuransi kesehatan. Bagi yang punya, coba lihat di formulir pasti ada kolom "punya penyakit bawaan?"
Kalau dicontreng, tidak akan ada satu pun asuransi swasta yang mau menjamin sehingga penderitanya harus bayar sendiri. Zaman dahulu baru ada Yayasan Jantung Indonesia atau pihak swasta lain yang memberi bantuan kepada penderita jantung bawaan.
Banyak pasien yang punya PJB tetapi karena dahulu tidak punya biaya, penanganannya menjadi tertunda. Namun karena sekarang sudah ada BPJS maka kasus PJB mulai banyak bermunculan atau diketahui.
Masalah berikutnya adalah keterbatasan sarana dan prasarana. Tidak semua fasilitas kesehatan di daerah bisa mengerjakan pelayanan jantung koroner, padahal PJB biasanya harus dilakukan intervensi, baik bedah ataupun non-bedah.
Diikuti oleh persoalan keterbatasan SDM. Untuk melakukan penata laksanaan penyakit jantung bawaan, diperlukan SDM satu tim. Harus ada juga dokter bedah jantung, jantung intervensi, anastesi, dan lainnya.
Dengan masalah-masalah di atas besar kemungkinan diterbitkannya rujukan dari daerah. Dan bila dirujuk, maka terbuka kemungkinan akan terlambat dilakukan tata laksana sehingga meningkatkan risiko kematian.