dari kiri ke kanan: Ketua No Tobacco Community Bambang Priyono, Ketua TCSC IAKMI Sumarjati Arjoso, Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Rita Pranawati
Health

Waspada, Perokok Anak Paling Banyak Terpengaruh Iklan Rokok di Televisi

Eva Rianti
Selasa, 21 Agustus 2018 - 14:31
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA – Penelitian Tobacco Control Support Center, Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (TCSC IAKMI) pada 2017 menemukan fakta bahwa anak dan remaja usia di bawah 18 tahun paling banyak terpapar iklan rokok melalui televisi (TV).  

Data tersebut menunjukkan TV memiliki peran hingga 83%, sementara banner (73,80%), billboard (67,10%), poster (64,80%), dan tembok publik (54,10%). Penelitian ini diadakan di 15 kabupaten/ kota dan melibatkan sekitar 1.100 responden berupa anak dan remaja usia di bawah 18 tahun.

Para responden yang terpapar iklan melalui TV memiliki peluang 2,24 kali lebih besar bagi mereka untuk menjadi perokok dibandingkan dengan anak dan remaja usia di bawah 18 tahun yang tidak terpapar iklan rokok di TV.

Adapun, responden yang terpapar iklan rokok di radio, billboard, poster, dan internet memiliki peluang masing-masing sebesar 1,54 kali, 1,55 kali, 1,53 kali, dan 1,59 kali lebih besar untuk menjadi perokok dibandingkan yang tidak terpapar.

“Iklan di TV kan sangat menarik. Seakan-akan merokok itu keren. Kita prihatin tentang hal ini karena penelitian yang telah dilakukan menunjukkan iklan merupakan inisiator terciptanya perokok,” tutur Ketua TCSC IAKMI Sumarjati Arjoso dalam acara konferensi pers “Baby Smoker” di Jakarta, Selasa (21/8/2018).

Sumarjati berpendapat bahwa perlu adanya pembuatan resolusi kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) agar revisi Undang-Undang Penyiaran bisa segera diselesaikan dengan salah satu muatannya adalah melarang iklan rokok.

“Kita berharap rokok lebih mahal sehingga masyarakat miskin tidak bisa membeli rokok. 60% perokok adalah orang miskin. Sebenarnya cukai yang membayar siapa? Ya perokok itu sendiri,” jelasnya.  

Lebih tegas, Sumarjati menerangkan perlunya denormalisasi dari rokok dengan tidak membuat rokok sebagai barang yang normal kendati memang tidak mudah dan menjadi tantangan bersama.

Dia mengaku khawatir terhadap kasus baby smoker yang seringkali terjadi di Indonesia. Bahkan sempat viral batita perokok berusia 2 tahun asal Sukabumi yang telah mengonsumsi rokok rutin per hari sekitar 5 batang.  

Penulis : Eva Rianti
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro