Pongki Pamungkas/Jibi
Bagikan

"Saya menemukan harapan di dalam hari-hari tergelap dalam kehidupan, dan berfokus pada titik tercerah. Saya tak menghakimi alam semesta" (Dalai Lama)

Fokus, sebagai kata yang paling dikenal di dunia optik, adalah titik pertemuan cahaya dengan benda optik. Adapun, fokus sebagai kata keadaan atau ajektif ataupun kata kerja memiliki makna tersendiri. Makna yang berhubungan dengan tingkat keterampilan berpikir manusia.

Berkosentrasi penuh, memikirkan atau melakukan suatu hal tertentu dengan seratus persen fokus, bukanlah suatu hal yang selalu mudah dilakukan.

Mari kita melakukan evaluasi terhadap diri kita. Misalnya, kita coba, dalam hal ini harusnya sukses, dalam kita melakukan salat atau berdoa. Dengan jujur, mari kita akui, tak mudah bukan?

Tengah mencoba khusyu memanjatkan doa kepada Nya, sekelebat teringat suatu pekerjaan yang belum kita kerjakan. Jika kemampuan kita untuk melakukan fokus masih cetek, doa terus berjalan. Sekadar di bibir. Sebaliknya, otak kita terseret oleh hal ikhwal seputar pekerjaan tertunda itu.

Dalam pekerjaan, kita melakukan pertemuan dengan beberapa orang. Untuk berfokus pun di sini tak mudah. Ketika menyimak pembicara yang sedang menguraikan materinya, bisa jadi kita teringat, ada tugas keluarga yang belum kita selesaikan. Pikiran pun melayang ke sana ke mari. Tidak fokus pada rapat. Padahal, konon mendengarkan itu soal yang aktif. Pada tingkat dasar yang paling utama itu adalah soal fokus, mencurahkan perhatian.

Dalam situasi rapat itu, bila keterampilan kita fokus masih berada dalam tahap pemula, pikiran kita akan terseret ke soal keluarga. Padahal, “kinerja yang bagus adalah seputar kapasitas dan konsentrasi,” kata Betty Buckley, artis dan penyanyi sukses.

Sering kita dengar, para pelatih sepak bola marah besar karena pada menit-menit akhir pertandingan para pemain dinilai kehilangan konsentrasi. Tak berfokus pada pertandingan sehingga gawang mereka kebobolan dan kalah. Mereka teledor dan kehilangan fokus.

Seorang pemimpin yang berada dalam posisi tinggi atau tertinggi dalam organisasinya sudah selayaknya bertanggung jawab atas visi dan misi perusahaan. Bukan sekadar soal operasional sehari-hari. “Memperkirakan tren besar pada masa mendatang akan memberi gambaran ke arah mana kita harus berfokus,” kata Chairman dan CEO Facebook Mark Zuckerberg.

Seirama dengan Zuckerberg. “Bila Anda berfokus pada detail kecil, Anda tak akan mendapatkan gambaran besar yang benar,” kata Leroy Hood, seorang biolog terkemuka.

Santapan Harian

Dalam area kehidupan profesional, sebagaimana dalam segala kehidupan lainnya, masalah adalah ‘santapan’ sehari-hari yang harus kita hadapi. Salah satu kiat agar penanggulangan masalah itu efektif, ada advis, “sangat bijaksana Anda arahkan kemarahan Anda ke problem, bukan ke orang. Fokuskan energi Anda untuk menjawab, bukan untuk mencari alasan,” kata William Arthur Ward, penulis ‘quotes’ tetap di Reader’s Digest.

Bagi mereka yang menjelang lanjut usia dan orang-orang yang memang sudah berusia lanjut, kalau tengah bersua satu sama lain, perjumpaan itu biasanya akan dimulai dengan sapaan “sehat-sehat?” Jika perjumpaan itu berlanjut, topik utamanya hampir bisa dipastikan adalah seputar masalah kesehatan. Ada yang mengeluhkan sakitnya. Ada yang menceritakan khasiat pengobatan tertentu. Ada yang memamerkan tingkat kesehatannya.

“Memelihara kesehatan seharusnya menjadi fokus utama setiap manusia,”kata Sangram Singh, seorang pegulat, actor, dan motivator India. Benar kata Singh yang satu ini, bila kita membicarakan soal fokus dalam kesehatan. Kesehatan yang terjaga baik itu nyaman, nikmat, menyenangkan. Sebaliknya, menderita suatu penyakit, sungguh bisa sangat menyengsarakan dan menyusahkan.

Bagi orang-orang yang memiliki tabiat untuk memupuk keinginan besar dalam kehidupan, sebaiknya mulai meredam tabiat itu. Ambisi itu baik. Hal itu adalah pemacu kecepatan dan kegesitan gerak langkah kita. Namun, ambisi yang over dosis, berlebihan, yaitu ambisius adalah tabiat buruk. Itu dapat menjerumuskan kita ke dalam tindakan yang berlebihan, nekad, dan membahayakan.

Karena besarnya keinginan itu, muncul berbarengan ketakutan atau kekhawatiran jika itu tak tercapai. Kemudian muncul kekecewaan, suatu jenis kepahitan hidup.

Anjuran ini layak kita camkan baik-baik, “kunci sukses adalah berfokus pada kesadaran penuh kita terhadap keinginan-keinginan kita, bukan terhadap ketakutan-ketakutan kita,” kata Brian Tracy, penulis pembicara motivator Kanada-Amerika.

Untuk mengarungi hidup dengan bahagia, berkaitan dengan tantangan soal keterampilan berpikir fokus, saya kutipkan dua nasihat. Pertama, untuk meraih kebahagiaan, “hayati sedalam-dalamnya bahwa saat ini adalah segalanya yang Anda miliki. Jadikan ‘sekarang’ ini sebagai fokus utama kehidupan Anda,”kata Eckhart Tolle, penulis buku ‘best seller’ The Power of Now.

Hari kemarin telah berlalu dan itu adalah keputusan Yang Maha Kuasa yang kita tak kuasa untuk mengubahnya. Hari esok, tiada seorang pun yang tahu apa yang akan terjadi. Hanya Dia Yang Maha Tahu.

Kedua, kata Joyce Meyer, penulis dan pembicara terkemuka, ‘setiap hari adalah anugerah dari Tuhan. Belajarlah untuk berfokus pada Sang Pemberi Anugerah dan nikmati anugerah Nya.”

Dengan terus belajar berfokus kepada Nya, tahap demi tahap kita akan semakin pandai berfikir fokus. Hal itu akan sangat membantu agar kita mampu mengarungi hidup secara lebih efektif, dan pada ujungnya lebih berbahagia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bagikan

Tags :


Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro