Bisnis.com, JAKARTA -- Ginjal memiliki peranan yang sangat vital dalam tubuh manusia. Sebagai bagian dari sistem ekskresi, ginjal mempunyai fungsi detoksifikasi yang menyaring racun dalam darah serta memproses pembuangan sisa-sisa metabolisme tubuh.
Darah yang sudah disaring akan dialirkan kembali ke dalam tubuh sedangkan limbah yang tersaring akan dikeluarkan melalui urin. Ketika seseorang sudah mengalami penyakit ginjal kronis yang menyebabkan terjadinya gagal ginjal, maka harus melakukan proses cuci darah atau hemodialisis.
Sebab, di saat ginjal sudah tidak berfungsi sebagaimana mestinya maka tidak ada lagi organ yang menyaring dan menghilangkan limbah dari darah. Akibatnya cairan ataupun kotoran mulai menumpuk di dalam tubuh sehingga berpotensi menimbulkan komplikasi.
Sebetulnya, terdapat cara lain untuk mengobati pasien yang mengalami gagal ginjal yaitu transplantasi ginjal. Namun karena ketersediaan organ ginjal untuk transplantasi sangat kurang, maka hemodialisis menjadi metode perawatan yang paling banyak dipilih oleh masyarakat pada umumnya.
Dokter spesialis penyakit dalam ginjal hipertensi Ginova Nainggolan mengatakan gangguan pada ginjal memiliki kaitan dengan penyakit lainnya terutama hipertensi dan diabetes. Kedua jenis penyakit kronik tidak menular ini jika tidak dapat dikontrol akan merusak proses penyaringan yang dilakukan oleh ginjal.
Ketika kemampuan ginjal untuk menyaring kotoran terganggu maka menyebabkan pasien mengalami gagal ginjal atau penyakit ginjal kronik. Di saat itu peran ginjal akan diambil alih oleh perawatan hemodialisis. “Perawatan ini akan menggantikan tugas ginjal dalam membuang kelebihan cairan dan menyaring limbah dalam darah,” ujarnya.
Dalam proses hemodialisis, air menjadi faktor yang paling penting dan dibutuhkan dalam jumlah yang sangat besar. Setidaknya dalam satu kali proses hemodialisis yang memakan waktu sekitar 4,5 jam dibutuhkan cairan sekitar 120 liter bahkan bisa mencapai 240 liter.
“Banyaknya air yang dibutuhkan menyebabkan kualitas air yang sehat menjadi sangat penting untuk dijadikan sebagai media utama perawatan hemodialisis,” tuturnya.
Dokter spesialis penyakit dalam Okki Ramadian menambahkan dalam proses hemodialisis penggunaan air yang baik adalah air tanah karena masih alami dan belum banyak bercampur partikel seperti halnya air dari perusahaan atau perusahaan air minum (PAM).
Apalagi, sambungnya, pasien dengan penyakit tambahan seperti diabetes, hipertensi, dan kardiovaskular sangat rentan terhadap kualitas air yang buruk. Karena itu, diperlukan air yang steril dan telah melalui proses penyaringan atau reverse osmosis (RO).
Okki menjelaskan bagaimana hemodialisis dapat menggantikan fungsi dari ginjal. Menurutnya, dalam proses tersebut, darah yang ada di dalam tubuh dialirkan ke dalam tabung panjang. Di saat bersamaan air yang sudah disaring tersebut akan mengalir dari arah yang berlawanan.
Keduanya bertemu di dalam tabung dan dibatasi dengan membran. Pada saat itu, terjadi proses pertukaran, cairan yang steril akan mengambil racun yang ada di dalam darah. Demikian seterusnya darah yang ada di dalam tubuh dibersihkan selama lebih dari 4 jam.
“Karena adanya proses yang bersentuhan dengan darah, maka air harus benar-benar steril sehingga darah yang kembali ke dalam tubuh akan tetap steril,” tuturnya.
RenalTeam Clinic, sebuah klinik khusus bagi para pasien gagal ginjal menggunakan reverse osmosis water system dari Swedia yang memiliki membran khusus yang didesain untuk meminimalisir terjadinya kontaminasi air.
Presiden Direktur RenalTeam Clinic Chan Wai Chuen mengatakan bahwa pihaknya sangat mengutamakan keselamatan pasien dalam perawatan hemodialisis ini. “Termasuk penggunaan mesin hemodialisis individu di setiap ruangan dan ruang isolasi khusus untuk pasien hepatitis karena infeksi virus hepatitis sering menyerang pasien gagal ginjal sehingga perlu adanya pemisahan tempat perawatan pasien,” terangnya.
Okki menambahkan bahwa setiap pasien hemodialisis disarankan untuk menjalani proses perawatan dua hingga tiga minggu sekali. Hal tersebut perlu dilakukan agar racun-racun di dalam tubuh yang tidak bisa didetoksifikasi oleh ginjal akan dibersihkan melalui proses perawatan tersebut.
Namun, hemodialisis tersebut menurutnya hanya dapat menggantikan fungsi ginjal sebagai penyaring racun atau detoksifikasi, sedangkan fungsi lainnya dari ginjal yang sifatnya hormonal seperti mengatur tekanan darah, menjaga keseimbangan elektrolit, dan memproduksi sel darah merah dapat dibantu dengan cara menyuntikan obat dari luar.
Menurutnya, ketika seseorang telah melalui proses hemodialisis maka harapan hidupnya pun akan semakin besar. Hanya saja perawatan tersebut memang harus dilakukan seumur hidup karena fungsi ginjalnya yang sudah tidak bekerja lagi.
PENCEGAHAN
Karena itulah, sambungnya, sebelum mengalami penyakit gagal ginjal perlu dilakukan proses pencegahan. Dimulai dengan gaya hidup sehat, menghindari rokok, mengurangi konsumsi garam, membatasi konsumsi gula, makan gizi seimbang, olahraga yang cukup, serta rutin mengonsumsi air putih.
Jika sudah mengidap penyakit tambahan seperti diabetes dan hipertensi, perlu secara rutin mengukur gula darah dan tekanan darah, apalagi jika sudah berusia lanjut dan mengalami obesitas itu risikonya akan lebih tinggi.
“JIka tekanan darah sudah mencapai di atas 140/90 maka perlu untuk lebih waspada karenanya sebelum gagal ginjal harus jaga gula darah dan tekanan darah,” tuturnya.
Selain dari diabetes dan hipertensi, gagal ginjal juga dapat bermula dari penyakit ginjal akut yang biasanya muncul ketika kekurangan cairan bahkan jika terlalu banyak konsumsi jengkol. Ditandai dengan pendarahan, lemas dan tekanan darah meningkat hingga 150/90, sakit kepala, bengkak, sulit buang air kecil.
“Itu tanda penyakit ginjal akut harus segera ke rumah sakit agar dapat sembuh karena pada saat itu fungsi ginjal berkurang menjadi 30% hingga 59%. Namun jika penyakit ginjal akut berlangsung terus menerus dapat menyebabkan gagal ginjal atau penyakit ginjal kronik,” jelasnya.