Bisnis.com, JAKARTA – Penyakit demam berdarah dengue (DBD) secara masif di beberapa daerah. Beberapa daerah bahkan menjadi memiliki jumlah kasus kematian terbanyak akibat DBD, seperti di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Nusa Tenggara Timur (NTT).
Penyebab utama DBD adalah gigitan nyamuk Aedes aegypti yang menyerang pada siang atau sore hari pada manusia atau hewan yang secara klinis dinyatakan sakit kemudian menyebarkannya melalui gigitan.
Selain itu, penyebab lainnya adalah nyamuk Aedes albopictus. Gigitan nyamuk ini menyebarkan infeksi pada siang hari. Nyamuk jenis ini termasuk jenis yang susah dibasmi karena terbangnya lebih cepat, lincah, dan terutama menyerang anak-anak yang tidur siang.
Penyebaran penyakit DBD terjadi melalui gigitan dari nyamuk tersebut ketika dia membawa infeksi ke orang lain setelah mengigit orang yang terinfeksi sebelumnya. Bahkan, jika seseorang pernah mengalami sakit DBD sebelumnya pun tetap berpeluang terkena penyakit ini kembali.
Setelah gigitan nyamuk yang membawa virus penyakit DBD, akan terjadi masa inkubasi sekitar 4 hari hingga muncul demam atau tanda dan gejala lainnya yang menunjukkan bahwa seseorang mengidap DBD.
Dokter Spesialis Penyakit Dalam Omni Hospitals Alam Sutera Sandy Perkasa mengatakan gejala utama penyakit ini adalah demam mendadak. Selain itu, sakit kepala, kemerahan pada permukaan kulit, dan nyeri pada otot dan tubuh.
“Namun, demam berdarah tidak harus menunjukkan gejala yang sama, seperti bintik kemerahan di permukaan kulit,” ujarnya.
Sayangnya, masih sedikit masyarakat awam yang melakukan deteksi dini karena demam pada fase awal, mirip dengan demam penyakit lainnya yang seringkali dianggap sepele dan dirasa dapat disembuhkan dengan minum obat demam yang dijual bebas.
Untuk itu, perlu dilakukan tes sederhana yang bisa dilakukan di rumah untuk mengetahui DBD yaitu tes Tourniquet atau dikenal dengan Rumpel-Leede (Kerapuhan kapiler tes atau tes kerapuhan kapiler) atau disebut tes Petechiae.
Tes ini dilakukan dengan cara mengikat lengan bahu dengan sabuk atau manset tensi agar darah terbendung dan pada lengan bawah dibuat pola lingkaran diameter 5 cm. Bila dalam 10 menit terbendung lebih dari 10-20 bintik dapat dipastikan 80% positif DBD.
Namun, dengan menggunakan cara ini bisa juga terjadi false positif atau kesalahan hasil positif yang diakibatkan faktor lain.
“Artinya, belum tentu tidak terkena demam berdarah hanya karena kurang dari 10 bintik, bisa saja belum pecah. Ada baiknya, jika merasa demam lebih dari 2 hari, segera memeriksakan diri ke dokter untuk diagnosa lebih lanjut,” ujarnya.
Sandy menambahkan jika demam yang dialami terdiagnosa demam berdarah maka harus segera diobati sebelum mengalami fase kritis yang dapat menyebabkan kematian. Adapun demam berdarah memiliki beberapa fase mulai dari fase awal merasa demam cukup tinggi hingga 40 derajat celsius yang berlangsung selama 1 hari hingga 7 hari.
Pada fase ini, penderita DBD dianjurkan memperbanyak minum air putih untuk mencegah dehidrasi dan membantu menurunkan suhu tubuh.
Selain demam, gejala yang ditemukan pada fase ini seperti infeksi tenggorokan, sakit di area bola mata, anoreksia, mual dan muntah. Ketika dilakukan pemeriksaan lab pun ditemukan jumlah sel darah putih dan trombosit yang menjadi turun.
Sementara itu, pemeriksaan untuk mendiagnosis demam berdarah ada dua yaitu antigen non struktural-1 dengue (NS1) dan IgG/IgM anti dengue. “Pasien yang positif terkena DBD akan rentan memasuki fase kritis di hari keempat atau kelima,” ujarnya.
Pada fase ini, panas mulai turun dan pasien merasa sudah sembuh. Namun, penurunan suhu tubuh bukan berarti sembuh karena terjadi penurunan trombosit. Penurunan trombosit yang drastis mengakibatkan darah menjadi lisis atau membran plasma robek hingga sel menjadi rusak.
“Jika hal ini terjadi, fungsi darah dan jantung akan terganggu. Indikasi dini pembuluh darah pecah misalnya penderita DBD mengalami muntah, mimisan, pembesaran organ hati, dan nyeri perut,” ungkapnya.