Dea Valencia, pendiri Batik Kultur
Fashion

Pemberdayaan Difabel Lewat Batik A la Dea Valencia

Asteria Desi Kartika Sari
Minggu, 24 Maret 2019 - 06:11
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA-- Batik menjadi kain wastra Nusantara yang tidak pernah habis untuk diolah menjadi busana modern dengan berbagai siluet.

Sebanyak 30 koleksi busana siap pakai dengan meterial batik, dikemas dengan apik oleh desainer Dea Valensia. Dea mendesain busana yang terdiri dari baju-baju berpotongan modern dengan siluet sederhana dan elegan untuk perempuan dan laki-laki, seperti kemeja, gaun midi, blazer hingga long coat.

Dea Valencia adalah pendiri Batik Kultur, hal spesialnya, dia menggaet para pekerja difabel dalam membuat koleksi busana siap pakai. Dalam rangkaian busana kali ini dia merancang dengan tajuk “Behind The Seam” yang dipamerkan dalam pembukaan gerai kedua di Jakarta, Sabtu (23/3/2019).

Pilihan warnanya bervariasi dari warna-warna pastel, kecokelatan, biru tua hingga warna-warna terang mencolok. Dea yang sudah delapan tahun berkiprah di dunia batik mulai bekerjasama dengan para difabel sejak 2013.

"Sekarang saya punya 120 karyawan yang basis produksinya di Semarang, 50 persennya adalah difabel. Pekerjaannya bermacam-macam, dari penjahit sampai fotografer produk,” ujar Dea dalam konferensi pers di Jakarta, Sabtu (23/3/2019).

Perempuan yang memulai perjalanan dengan berjualan batik Lawasan itu yakin semua orang berhak diberi kesempatan untuk berkarya, alasan yang membuatnya berkarya bersama para difabel.

Tema tersebut dipilih Dea untuk mengapresiasi orang-orang di balik Batik Kultur yang “seperti jahitan, tidak terlihat tapi sangat penting”. Sejak November 2018, Dea mempersiapkan “Behind The Seams” yang dimulai dari nol.

Dia merancang sendiri motif-motif batik, memadukan pakem dengan sentuhan modern, dari kain putih hingga menjadi kain batik tulis. Material yang dipilih terdiri dari katun, bordir, lurik sampai brokat.

Proses pengerjaan batiknya berlangsung di beberapa daerah, tergantung dari teknik spesialisasinya. Warna sogan dibuat di Solo, warna cerah di Pekalongan dan motif tenun dibuat di Jepara.“Motifnya sejak awal dibuat sesuai dengan siluet busana,” ujar Dea.

Semenjak mulai terjun ke dunia batik, Dea berkomitmen untuk menggunakan batik tulis demi memberdayakan para pengrajin. Secara tidak langsung, menurutnya hal tersebut dapat terus menggerakan poros ekonomi.

Dia menambahkan Batik Kultur sudah memperkenalkan diri ke pasar Kanada, Australia dan Singapura, tapi saat ini Dea masih fokus pada pasar dalam negeri sebelum mengembangkan sayap ke banyak negara.Dia ingin memastikan produk-produknya berkualitas, tidak sekadar menjunjung kuantitas. “Banyak tawaran, tapi pasar batik di Indonesia masih besar.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bagikan

Tags :


Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro