“Wah, anaknya gendut. Lucu, ya. Tandanya sehat.”
Dialog ini masih mengemuka dalam pembicaraan antarorang tua ketika melihat anak yang postur tubuhnya gemuk.
Padahal, anak gemuk bukanlah soal lucu, tetapi menjadi tanda bahwa sang anak tengah mengalami masalah kesehatan yang serius yakni obesitas.
Obesitas pada anak bukannya tidak membawa kerugian. Kelebihan berat badan pada usia belia meningkatkan konsekuensi mengalami resistensi insulin yang dapat menyebabkan intoleransi glukosa, gangguan metabolisme lemak, hipertensi, hingga memicu diabetes melitus.
Dokter spesialis anak Rumah Sakit Cipto Mangunkusomo Jakarta Aman Bhakti Pulungan mengatakan, obesitas pada anak sesungguhnya adalah kondisi kadar lemak berlebih pada tubuh anak.
Parameter untuk menghitung obesitas pada anak sama halnya dengan orang dewasa yakni mengukur indeks massa tubuh (IMT). Selain itu, anak dapat dicurigai obesitas apabila keluarga memiliki riwayat obesitas dan pola hidup (makan dan kebiasaan) yang kurang baik.
Dalam jurnal yang dipublikasikan National Center for Biotechnology Information Amerika Serikat bertajuk Childhood Obesity: Prevention is Better Than Cure 2016 disampaikan bahwa problem obesitas pada anak merupakan masalah serius dan perlu penanganan.
Ketika anak mengalami obesitas di usia masih belia kemungkinan besar akan mengalami obesitas pula ketika dia dewasa. Ketika orang dewasa mengalami obesitas maka lebih sulit untuk mengurangi berat badan.
Banyak anak-anak yang hidup pada zaman modern terkena obesitas karena pola makan yang tidak sehat dan mengonsumsi menu cepat saji.
Makanan cepat saji dikenal mengandung lemak, gula, dan garam. Belum lagi teknologi menyebabkan banyak anak-anak terjebak dalam gaya hidup sedentari atau kurang aktivitas.
Anak-anak masa kini juga memiliki pola tidur tidak menentu karena perubahan kebiasaan. Salah satunya adalah, memiliki screen time yang tinggi karena anak-anak sangat akrab dengan gawai dan komputer.
Aman mengatakan bahwa anak-anak obesitas ibarat menunggu terkena beragam penyakit komplikasi. Faktanya, obesitas merupakan faktor risiko yang memicu berbagai jenis penyakit seperti penyakit kardiovaskular, resistensi insulin, dan diabetes tipe 2.
Jangan salah, anak usia 7—8 tahun pun kini sudah ada yang mengalami diabetes melitus. Contoh nyata lain terkait kerugian akibat obesitas pada anak adalah terjadinya resistensi insulin. Apabila anak mengalami resistensi insulin, tubuhnya mengalami gangguan dalam memproses gula darah dengan normal. Hal ini dapat memicu gangguan metabolisme pada tubuh.
Aman menambahkan, gejala resistensi insulin pada anak dapat dilihat dari munculnya bercak di kulit pada bagian tengkuk, ketiak, dan tangan. Kondisi ini disebut dengan akantosis nigrikans. Apabila muncul gejala ini sebaiknya anak harus segera diperiksa.
“Obesitas, intoleransi glukosa, dan hipertensi pada anak berkaitan kuat dengan risiko kematian prematur,” kata Aman. Untuk menghindari ini semua anak yang telanjur obesitas harus diatur kembali pola makan dan aktivitas fisiknya agar IMT dapat normal kembali.
Perbaikan kondisi dan pencegahan obesitas dapat dilakukan dengan mengubah pola makan yang sehat dan bergizi seimbang. Orang tua harus tegas melarang anak agar tidak mengonsumsi makanan atau minuman manis.
Siapkan bagi anak makanan sehat bergizi yang mendukung kesehatannya sesuai kebutuhan anak. Selain itu, imbuh Aman, anak-anak sebaiknya dapat tidur dengan teratur selama 9—10 jam sehari.
AKTIVITAS FISIK
Aktivitas fisik juga penting diperhatikan bagi anak. Orang tua dapat membiasakan anak dengan aktivitas aerobik seperti jalan kaki, sepak bola, basket, lompat tali, berenang, dan lain-lain setidaknya 60 menit dalam sehari.
Aktivitas aerobik sedang dapat dilakukan setiap hari, dan aktivitas aerobik berat dapat dilakukan tiga kali selama sepekan.
Untuk penguatan otot, silakan membiarkan anak dengan aktivitas memanjat, pilates, berkebun, dan mendaki. Sementara itu, untuk menguatkan tulangnya, anak-anak boleh melakukan gerakan lompat, lari, dan tenis.
Aman menganjurkan pola 5-2-1-0 untuk mencegah obesitas pada anak yakni makan buah dan sayur minimal lima kali pada kebanyakan hari, batasi screen time yang tidak terkait sekolah hanya 2 jam atau kurang per hari, lakukan 1 jam aktivitas fisik setiap hari, dan konsumsi lebih sedikit gula.
Walau larangan obesitas berlaku pada semua anak, secara khusus anak kandung penderita diabetes melitus harus lebih berjaga-jaga.
Dokter spesialis penyakit dalam Dyah Purnamasari mengatakan, anak penyandang diabetes tidak boleh gemuk dan harus selalu aktif.
“Anak kandung penderita diabetes, imbuhnya, berisiko memiliki obesitas sentral 19 kali lebih tinggi dari anak lainnya," katanya.
Selain itu, mereka juga berisiko 10 kali lebih tinggi mengalami diabetes dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki riwayat keluarga diabetes.
Risiko riwayat keluarga tidak bisa dimodifikasi, tetapi faktor risiko lainnya yang terkait gaya hidup dapat diubah.
Masalah berat badan misalnya, dapat diatasi dengan pola makan sehat dan rutin melakukan aktivitas fisik. Hal ini secara langsung akan mencegah diabetes juga.