Bisnis.com, JAKARTA - Karya seni kerap menjadi suara merespons berbagai tantangan di masyarakat. Dalam hal ini, seniman memiliki fungsi meningkatkan kesadaran bersama tentang permasalahan yang ada, serta mendukung upaya kolaboratif untuk mencari solusi.
Tantangan yang paling menonjol belakangan ini barangkali terkait dengan perubahan iklim, krisis energi, ancaman ekologisdan revolusi teknologi dan sains bernama industry 4.0. Pameran bertajuk "Five Passages of the Future" di Galeri Nasional Indonesia, berusaha mengangkat tantangan-tantangan tersebut melalui karya seni yang dikolaborasikan dengan sains dan teknologi.
Pameran seni media baru yang berlangsung hingga 7 November 2019 ini, sesuai judulnya, melibatkan lima seniman dengan lima tema berbeda, dan dikurasi oleh lima kurator perempuan.
Lima kurator perempuan tersebut, masing-masing dengan keahlian dan spesialisasinya sendiri, yakni manajer seni, seniman, edukator, penulis, dan peneliti. Pameran ini juga bertujuan untuk mempromosikan praktik kuratorial dari kurator perempuan di skena seni media baru di Indonesia. Bekerja erat dengan setiap seniman, setiap kurator mengajukan lima pendekatan mutakhir di isu-isu ekopolitik, keberlangsungan, kecerdasan buatan (AI), naratif digital, dan teknologi pakai.
Lima karya yang dipamerkan dalam pagelaran kali ini diantaranya, pertama, bertajuk "The Commons" berisi dua karya dalam satu kesatuan, "Biodiversity" (70 cm x 70 cm x 85 cm, 2019) dan "Monoculture" (30 cm x 30 cm x 200 cm, 2019) oleh Digital Nativ.
Keduanya masing-masing berupa wadah menyerupai pot dan pipa yang diatasnya ditanami rupa-rupa tumbuhan, dihiasi cahaya dan suara yang disebut dengan Nada Bumi.
Sarah Jane, seniman Digital Nativ menjelaskan karya tersebut terinspirasi dari sebuah proyek konervasi hutan di Kalimantan. Dia mengatakan, suara yang dipancarkan pada karya ini menggambarkan proses kimiawi listrik yang terjadi di tubuh tanaman dan merupakan cara mereka berinteraksi dengan sekitarnya.
"Tanaman itu punya kadar listrik. Jadi apa yang kita dengar sekarang, musiknya, itu dari tanaman itu sendiri," ujarnya.
Kedua, "Kalimpong" (2016), berupa virtual reality dengan durasi bervariasi. Nin Djani, kurator yang bekerjasama dengan Seniman Shezad Dhawood menjelaskan, karya ini bertemakan teknologi naratif, bercerita mengenai peradaban manusia yang dibentuk melalui dongeng, legenda, doa-doa, dan lain-lain.
Kalimpong sendiri merupakan sebuah kota kecil di Pegunungan Himalaya yang merupakan pusat persebaran Budha pada zamannya.
"instalasi realitas visual ini untuk mencari tahu seberapa besar dampak dari media dalam mengubah persepsi manusia," ujarnya.
Ketiga, karya seniman Korea Selatan, Cho Eun Woo bertajuk "AI, Brainwave & Hyper Protocol City" (lampu LED, perangka gelombang otak, program konfigurasi gelombang otak, instalasi sains dan multimedia, 2019) dan "Robot, Cybord & Human" (modul khusus robot pingpong, instalasi sains multimedia, 70cm x 70cm x 100 cm, 2019).
Keempat, karya seniman Eva Bubla bertajuk "Designated Breathing Zone (box kaca, tanaman Sanseviera, mikrokontroler, 2019).
Kelima, karya Synflux berjudul "Algorithmic Couture" (kain katun, kain plyester, 55cm x 55cm, 180cm 4 buah, 2018).
"Di sini kami melihat relasi antara manusia dan teknologi melalui fashion, terutama mengkritik industri fashion itu sendiri yang terlalu eksklusif dan memproduksi banyak limbah," kata kurator Ratna Djuwita.
Kurator Evelyn Huang menambahkan, proses kurasi dan kolaborasi dengan seniman berlangsung sejak setahun yang lalu. Awalnya kurator menentukan topik yang ingin diangkat kemudian mencari seniman yang cocok untuk mewujudkan tema tersebut. Oleh karena itu, para kurator menggandeng para seniman yang beberapa berasal dari luar negeri.
"Kami membuka seluas-luasnya kesempatan untuk seniman luar negeri dan Indonesia, bagaimana pendekatan-pendekatan mengenai topik-topik ini dieksplorasi di sana dan di sini," katanya.
Inkubasi Seniman
"Five Passages to the Future" juga menampilkan eksplorasi yang luas dari lima praktik perintis dalam seni media baru, melalui program inkubasi "Xplore: New Media Art Incubation". Ini adalah sebuah inisiatif pendidikan yang digagas oleh Arcolabs dan HONF dan dilaksanakan pada 2018 dan 2019.
Untuk pameran ini, para seniman mendiskusikan ekologi dan data sebagai tema-tema utama, bagaimana masyarakat bisa menjadi lebih mawas mengenai perubahan ekologis menuju gaya hidup yang lebih berkelanjutan dan memahami esensi data sebagai acuan tindakan untuk menentukan kemungkinan-kemungkinan di masa depan.
Lewat interpretasi dan elaborasi data dari lingkungan sekitar, para seniman menyuguhkan bagaimana upaya kreatif dari seni media baru mampu berkontribusi dalam kehidupan manusia.
Melalui kerja kolaborasi dari berbagai individu, tema, dan disiplin, pameran ini mencoba memperlihatkan bagaimana kehidupan manusia menjadi lebih bermakna ketika membangun hubungan dengan berbagai entitas, yakni alam, artefak, dan teknologi, dalam jalinan simbiotik.