Bisnis.com, JAKARTA - Hobi mengoleksi barang tertentu pada dasarnya memang memberikan banyak teka teki, entah hal apa yang membuat seseorang dapat menggemari suatu hal dengan penuh fanatisme. Kemudian, dari waktu ke waktu, jumlah barang koleksi terus bertambah dengan ragam variasi.
Haryo, Pemilik Toko Figur Aksi Paperfilia mengatakan bahwa sebagai manusia, semua pihak tentunya memiliki keinginan untuk mengumpulkan sesuatu sejak masa kanak-kanak. Lewat hal tersebut lahir semacam ikatan emosional kepada sesuatu yang tak bernyawa.
“Orang mengkoleksi karena banyak faktor suka, hobi, menjadi bagian komunitas, bahkan karena ingin sebagai salah satu cara berinvestasi,” ujarnya kepada Bisnis
Haryo, Pemilik Toko Figur Aksi Paperfilia menjelaskan bisnis Hobi di Plaza Blok M, Jakarta.
Haryo mengungkapkan bahwa berkutat dengan barang hobi pun mengasah kemampuan dalam alokasi keuangan. Karena harga figure aksi dan barang koleksi itu beragam. Mulai dari puluhan ribu hingga jutaan rupiah tergantung tingkat langka, akurasi, dan faktor lainnya.
“Ada banyak variasi seperti dari harga Rp30.000 sampai angka jutaan dan untuk figure langka bisa sampai harga yang tidak bisa diperkiraan oleh kepala, sehingga kadang figure bisa menjadi peluang investasi,” ujarnya.
Pria yang sudah berkutat dengan barang koleksi sejak 2015 ini mengatakan bahwa koleksi tidak selalu harus dengan nuansa baru dan akurasi yang bagus. Kadang barang kreasi seni yang hanya dibuat secara terbatas memiliki harga yang tidak ternilai.
Adapun bila ingin terjun ke dalam ranah industri hobi, imbuhnya, pangsa pasar terbesar berasal dari komunitas dan pelaku hobi sehingga perputaran uang tidak bisa bergerak cepat dalam jangka waktu yang ditentukan.
Sisi Psikologis
Psikolog, Anastasia Satriyo mengungkapkan bahwa fenomena hobi koleksi secara umum ada karena kebutuhan fungsional dan emosi. Ungkapnya, Emosi harus dipahami sebagai spectrum layaknya warna, segala perilaku manusia juga perlu dilihat dari segi intensitas dan frekuensinya.
“Misalnya senang waktu kecil mengumpulkan figur aksi, atau mungkin ketika kecil tidak punya uang sehingga ketika sudah besar menjadi kompensasi untuk memiliki barang yang diidamkan sejak lama. Tapi tetap melihat intensitas dan frekuensinya, misalnya membelinya menghabiskan uang sebanyak setengah atau lebih dari pendapatan maka dapat dikatakan hal tesebut kurang sehat,” ungkapnya kepada Bisnis.
Ia menyarankan bahwa ketika membahas hobi patut dilihat masukan dari orang terdekat, karena hal tersebut dapat menjadi pengingat pribadi untuk tetap dalam ranah sehat dalam kegiatan koleksi. Baginya, koleksi seperti halnya sarana manusia untuk mengekspresikan diri.
“Ketika kerja di lingkungan yang terstandarisasi mereka juga membutuhkan eksplorasi diri, manusia yang kompleks juga memiliki hobi. Contohnya,mengumpulkan botol starbucks yang baru, fenomena ini sama seperti ketika Ariska Hawani membuat bottom scarf dimana banyak ibu yang membeli banyak. Padahal kalau membicarakan untuk kebutuhan ibadah tentunya tidak perlu beli banyak,” jelasnya.
Ia menyimpulkan bahwa kebutuhan manusia itu bertumpang tindih antara fungsional, estetika, dan emosi. Fenomena hobi koleksi pada dasarnya, kepemilikan atas benda-benda tersebut memberikan rasa nyaman bagi sang pemilik. Menjadi seorang kolektor sejati itu bukan karena perkara finansial, melainkan didorong atas dasar emosional.
“Koleksi juga berhubungan dengan apa yang orang-orang akan wariskan. Sebagaimana koleksi benda-benda lain, kolektor action figure garis keras mengumpulkan patung-patung kesayangannya bukan demi materi, tapi karena benda-benda tersebut menjadi perpanjangan atas identitas sang kolektor,” terangnya.
Hobi koleksi pun dapat meningkatkan peluang diskusi bagi hubungan baik antara orang tua dengan anak, rekan sepermainan, maupun suami dan istri. Karena, ia mengatakan bahwa ketika membahas suatu yang diminati bersama akan ada kecenderungan seseorang untuk lebih terbuka.