Bisnis.com, JAKARTA – Gabungan ahli kesehatan masyarakat dan pengamat kebijakan publik, Solidaritas Berantas Covid-19 (SBC) menyediakan layanan skrining dan testing bagi tenaga kesehatan dan staf rumah sakit berisiko tinggi di Jakarta.
Anggota Dewan Pertimbangan Presiden dan juga penggagas SBC, Arifin Panigoro menyatakan bahwa masyarakat sipil merupakan elemen penting yang harus dioptimalkan kekuatannya untuk membantu pemerintah. SBC menekankan pentingnya pendekatan lintas sektor dalam program-program SBC dengan melibatkan beberapa organisasi masyarakat sipil, filantropi, dan pihak swasta.
“Kami berharap kontribusi terbatas kami untuk upaya deteksi dini ini dapat menekan infeksi, sekaligus angka kesakitan dan kematian di antara tenaga kesehatan di Jakarta,” ujarnya lewat rilis resmi yang diterima Bisnis, Sabtu, (4/4/2020).
Program ini merupakan upaya kolaborasi SBC dengan dua Rumah Sakit (RS) di Jakarta dan Laboratorium Mikrobiologi Universitas Indonesia yang dilaksanakan sejak 26 Maret 2020 dengan menerapkan metode Rapid Test Antibodi (RT-Antibodi) dan Real Time PCR.
Sebagai informasi, pada Sabtu (4/4/2020), Kementerian Kesehatan RI menyatakan pasien dengan status positif Covid-19 di Indonesia sudah mencapai 2.092 orang dengan jumlah kematian sebanyak 191 orang.
Adapun, Provinsi DKI Jakarta menjadi episentrum persebaran Covid-19 di Indonesia dengan jumlah pasien mencapai 1.071 orang, di antaranya 95 tenaga medis telah positif Covid-19.
Transmisi wabah ini diperkirakan sudah memasuki fase penyebaran komunitas (community transmission) sehingga sumber penularan sulit dilacak, ditambah lagi dengan banyaknya kasus tanpa gejala (asimtomatik) yang juga infeksius.
Situasi ini membuat tenaga kesehatan dan staf rumah sakit yang menjadi garda terdepan pelayanan kesehatan menjadi lebih rentan terhadap penularan. Sampai saat ini sudah lebih dari 20 tenaga kesehatan yang meninggal dunia akibat pandemi Covid-19. Upaya pemerintah untuk memberikan perlindungan kepada tenaga kesehatan belum optimal.
“Atas dasar pemetaan kebutuhan tersebut, SBC mendukung upaya skrining masif dan cepat yang dilakukan pemerintah dengan menyediakan RT-Antibodi dan RT-PCR bagi tenaga kesehatan dan staf rumah sakit dengan risiko tinggi,” terangnya.
Senior Advisor on Gender and Youth to the WHO DG yang juga berperan sebagai penasihat SBC, Diah Saminarsih menambahkan bahwa model perluasan skrining dan testing yang diuji coba di dua RS ini diharapkan dapat cukup komprehensif (end-to-end).
“Model ini akan dipadu dengan pemanfaatan teknologi tepat guna lewat kerja sama dengan beberapa aplikasi kesehatan dalam hal mempermudah proses penjadwalan, telekonsultasi maupun pemantauan pasien,” tuturnya.
Sementara itu, Staf Khusus Menteri Kesehatan RI (2014-2019) bidang Peningkatan Layanan sekaligus salah satu penggagas SBC Akmal Taher pun menjabarkan rincian pelaksanaan skrining tenaga kesehatan ini.
“Kami akan menyelenggarakan skrining dengan dua metode yang berkesinambungan, yaitu Rapid Test Antibodi (RT-Antibodi) dan Real Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR),“ terangnya.
Skema yang dilakukan di masing-masing rumah sakit oleh tenaga kesehatan terlatih dan ditunjuk resmi sesuai dengan protokol pemeriksaan. Apabila hasil RT-Antibodi positif, akan dirujuk melakukan pemeriksaan RT-PCR di Laboratorium Mikrobiologi UI dengan swab tenggorokan.
“Sejauh ini 360 alat tes cepat antibodi telah yang telah kami salurkan ke RS Tarakan dan RSCM telah digunakan oleh para staf RS dan beberapa akan segera melakukan tes PCR [Polymerase Chain Reaction],” jelasnya.
Untuk diketahui, PCR adalah suatu metode pemeriksaan yang prinsip kerjanya memperbanyak (amplification) DNA in vitro secara enzimatis.