Bisnis.com, JAKARTA – New normal yang berlaku memberikan dilema tersendiri bagi pebisnis restoran.
Chef Ragil Imam Wibowo, dari NUSA Gastronomy mengatakan new normal diberlakukan dengan tujuan untuk menggeliatkan sektor utama bisnis salah satunya food and beverages. Hanya saja, sambung Chef Ragil, perencanaan dan kebijakan itu tidak langsung memberikan keuntungan bagi pelaku usaha restoran.
“Kami melihat bisnis ini diharapkan ramai kembali, rebound, tapi pertanyaannya apakah customer itu mau diatur dengan standar yang baru? Karena sepertinya standar ini belum sekuat jika dibandingkan standar di negara lain,” kata Ragil kepada Bisnis, Kamis (4/6/2020).
Dia mengambil contoh protokol kesehatan untuk pengunjung, orang yang berkumpul dalam satu ruangan restoran maksimal hanya 20 orang. Di Indonesia hanya mengatur keterisian sampai 50% sesuai anjuran Badan POM. Artinya masih ada gap yakni penyesuaian dengan kondisi restoran yang sangat berbeda di setiap daerah di seluruh Indonesia.
“Upaya pendisiplinan ini artinya memerlukan tak hanya anjuran dan Badan POM tapi juga pengawasan untuk disiplin dari pihak berwenang, kerjasama lintas instansi,” kata Ragil lagi.
Dia mengambil contoh lain di HongKong, standar kesehatan untuk bisnis restoran sangat rinci untuk penyaji restoran dan pengunjung restoran. Dia beralasan protokol bagi pekerja sangat penting mengingat pemilik bisnis harus menjamin dan menjaga kesehatan karyawannya.
“Selain itu berapa lama hal itu berlaku juga akan pengaruh. Kalau penerapan ini terlalu lama maka customer pasti akan menemukan pilihan baru karena belum tentu semua customer mau ikuti apa yang sudah distandarkan meski buat kebaikan mereka,” terangnya.
Dia mengingatkan kondisi normal baru ini bukan sebuah norma baru, namun baru integrasi menuju normal baru. Alasannya, karena jika tidak dibatasi dan diatur akan menjadi bom waktu diperiksa.