Bisnis.com, JAKARTA - Galeri Nasional Indonesia akan menyelenggarakan pameran Manifesto VII secara daring pada tahun ini dengan tema Pandemi, sebelumnya pameran 2 tahunan tersebut selalu dilaksanakan secara luring.
Pameran Manifesto digelar pertama kali pada tahun 2008 dalam rangka menyambut peringatan 100 tahun Hari Kebangkitan Nasional.
Kepala Galeri Nasional Indonesia Sutanto mengungkapkan pameran Manifesto kali ini memiliki konsep yang berbeda dengan sebelumnya. Jika sebelumnya mengundang para perupa untuk menampilkan karya-karya terbaiknya, maka Manifesto VII akan mengundang seluruh masyarakat yang berada di Indonesia selama masa pandemi, dari berbagai latar belakang profesi sehingga bukan hanya perupa, untuk dapat berpartisipasi.
"Enam kali penyelenggaraan Pameran Manifesto seluruhnya digelar di gedung Galeri Nasional Indonesia, namun yang ketujuh akan disajikan secara daring,” katanya dalam siaran pers pada Rabu (24/6/2020).
Dia mengungkapkan karya-karya yang akan disajikan dalam pameran Manifesto kali ini berbeda dengan sajian karya dalam pameran terdahulu.
Jika sebelumnya sajian karya berupa lukisan, patung, keramik, instalasi, grafis, fotografi, mural, dan video art, maka pada kali ini karya difokuskan pada satu medium, yaitu Video.
Dia menuturkan tidak ada batasan mengenai pilihan model kreasi video tersebut. Karya video bisa dibuat berwarna atau tidak berwarna, dengan tulisan atau tidak dengan tulisan, bersuara atau tidak bersuara.
Video bisa memuat penciptaan karya seni, catatan, laporan, komentar, pernyataan sikap, atau tanggapan terhadap perubahan situasi hidup yang berlangsung kini terkait tema Pandemi.
Tema Pandemi dipilih tim kurator yaitu Rizki A. Zaelani, Citra Smara Dewi, Sudjud Dartanto, Bayu Genia Krishbie, dan Teguh Margono, terkait dengan tiga hal.
Pertama, saat ini tengah berlangsung pandemi Covid-19. Kedua, adanya penetapan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) oleh pemerintah dalam rangka merespons perkembangan situasi.
Pendek kata, semua lapisan masyarakat dipandu untuk bersikap dan hidup sebagaimana imbauan dan anjuran pemerintah.
Ketiga, kita tidak terhindar hidup di era terbuka media sosial, semua pihak kini merasa berhak mengabarkan, menetapkan, dan mengungkapkan tentang “kebenaran” situasi dan pengalaman hidup - tentunya, dengan berbagai bias penilaian.
Karena itu, ujarnya semua orang mungkin, juga mampu merasa dan berpendapat bahwa soal pandemi Covid-19 ini bukan hanya masalah kesehatan dan keselamatan hidup, tapi juga tentang bagaimana cara terbaik untuk meneruskan hidup.
Masalahnya bukan hanya soal medik, tapi juga keputusan politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan.
“Gagasan kuratorial Pandemi ini khas, agak berbeda dari gelaran Pameran Manifesto sebelumnya, karena mengajak semua orang yang berada di Indonesia selama masa pandemi untuk berpartisipasi dengan menyampaikan “sesuatu”, mengungkapkan gagasan dengan pendekatan subjektif, emosional, dan personal," kata Rizki.