Bisnis.com, JAKARTA -- Pada usia ke 75 tahun Indonesia, bangunan bersejarah peninggalan Belanda di Indonesia adalah simbol panjangnya proses masyarakat Indonesia mencapai kemerdekaan, termasuk Istana Negara.
Dikutip dari situs resmi Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia, Minggu (23/8/2020) Istana Negara adalah saksi bisu perumusan jebijakan sistem tanam paksa.
Pada mulanya, gedung ini adalah kediaman pribadi warga negara Belanda bernama J.A. van Braam. Dia mulai membangun kediaman ini pada 1796 masa pemerintahan Gubernur Jenderal Pieter Gerardus van Overstraten sampai dengan 1804 pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Johannes Sieberg.
Namun pada 1816 bangunan ini diambil alih oleh pemerintah Hindia-Belanda, dan digunakan sebagai pusat kegiatan pemerintahan serta kediaman para Gubernur Jenderal Belanda. Oleh karena itu pula, istana ini dijuluki “Hotel Gubernur Jenderal” atau Istana Rijswijk.
Di samping untuk penginapan Gubernur Jenderal, gedung bekas rumah Van Braam menampung fungsi sekretariat umum pemerintahan. Kantor-kantor sekretariat itu terletak di bagian bangunan yang menghadap ke gang yang kemudian diberi nama sebagai Gang Secretarie.
Gedung Istana Negara Jakarta mengadopsi gaya arsitektur Palladio yang menampilkan saka-saka bercorak Yunani. Bagian depan Istana Negara menonjolkan 14 saka dengan laras yang sama. Serambi di Istana Negara sedikit lebih sempit dibandingkan dengan serambi yang dimiliki Istana Merdeka. Serambi Istana Negara dicapai dari dua anak tangga di sisi kanan dan kiri, serta bagian depannya ditutup dengan pagar balustrada.
Ada peristiwa menarik dalam gedung ini terkait dengan penindasan beberapa pahlawan Indonesia. Pasalnya, Jenderal de Kock merumuskan rencana menindas pemberontakan yang dilakukan Pangeran Diponegoro.
Di kantor ini pula, sang jenderal merumuskan strategi bersama Jenderal Baron van der Capellen dalam menghadapi Tuanku Imam Bonjol. Di gedung ini pula Gubernur Jenderal Johannes van de Bosch merumsukan dan menetapkan kebijakan sistem tanam paksa atau cultuurstelsel.
Setelah kemerdekaan, pada 25 Maret 1947, di gedung dilakukan penandatanganan naskah Persetujuan Linggajati. Pada perjanjian itu, pihak Indonesia diwakili oleh Sutan Sjahrir dan pihak Belanda oleh Dr. van Mook.
Ada beberapa perubahan dari bangunan ini, karena awalnya Istana Negara hanya bertingkat dua. Barulah pada 1848, bagian atas diruntuhkan, bagian depan direnovasi menjadi lebih lebar guna menampilkan wajah resmi yang lebih sesuai dengan figur si penghuni. Di kiri kanan gedung utama dibangun tempat penginapan untuk para kusir dan ajudan Gubernur Jenderal. Pada 1869, Gubernur Jenderal Pieter Mijer mengajukan permohonan untuk membangun sebuah hotel baru di belakang Hotel Gubernur Jenderal di Rijswijk.
Seorang arsitek bernama Drossares dipercayakan merancang gedung baru yang kelak bernama Istana Merdeka. Gagasan itu baru tuntas diwujudkan sepuluh tahun kemudian.
Istana Negara berfungsi sebagai pusat kegiatan pemerintahan negara, tempat penyelenggaraan acara-acara yang bersifat kenegaraan, seperti pelantikan pejabat-pejabat tinggi negara, pembukaan musyawarah dan rapat kerja nasional, pembukaan kongres bersifat nasional dan internasional, dan tempat jamuan kenegaraan.
Istana ini fungsinya lebih difokuskan kepada kegiatan resmi kepresidenan, yaitu sebagai kantor Presiden Republik Indonesia. Pada peringatan hari besar kemerdekaan 17 Agustus, Istana Negara ini juga dipakai untuk acara jamuan makan Presiden dan para veteran.
Demikian juga jika datang tamu negara, Istana Negara dipakai untuk acara resmi jamuan makan malam kenegaraan, juga tempat acara malam kesenian dengan menampilkan pertunjukan kesenian tradisional Indonesia, dari berbagai daerah, tema, dekorasi, dan interior yang bervariasi.