Pertunjukan Teater Mulai Ramai Digelar Secara Daring
Bisnis.com, JAKARTA -- Untuk mempertahankan eksistensi, sejumlah penampilan teater yang tertunda akibat pandemi Covid-19 kini mulai beralih melalui platform daring.
Salah satunya adalah Teater Satu yang kini mulai mencoba beradaptasi dengan masa normal baru melalui pertunjukkan yang ditampilkan dengan penonton yang terbatas. Misalnya saja dalam waktu dekat Teater Satu sudah menyiapkan rencana pertunjukan yang dipentaskan dalam gedung. Meski begitu, seturut protokol kesehatan pertunjukan itu hanya bisa dihadiri oleh segelintir penonton saja.
Menurut Sutradara dan Pendiri Teater Satu, Iswadi Pratama, pertunjukan yang akan berlangsung di Palembang ini membuat Teater Satu melakukan sejumlah adaptasi baru. Misalnya saja, jumlah pemain teater tidak bisa lebih dari 4 orang.
Selain itu, para pemain juga harus selalu memastikan kondisi kesehatan mereka setiap dua minggu, salah satunya melalui rapid test. Para pemain juga diwajibkan menerapkan protokol kesehatan dengan ketat. Selaku sutradara, Iswadi pun harus memutar otak menyusun blocking atau posisi pemain di panggung agar tetap aman dan sesuai dengan standar kesehatan.
“Tantangan yang lebih berat lagi aktor dan aktris ini harus bisa berakting dengan standar teater, sehingga meski penonton sedikit sekali mereka [aktor/aktris] harus tetap bisa membayangkan kehadiran penonton dan berusaha memuaskan mereka,” tuturnya kepada Bisnis beberapa waktu yang lalu.
Seniman Butet Kertaradjasa, berkisah, pengalaman dia yang sudah mencoba normal baru berteater melalui jaringan media sosial secara live dalam pertunjukan Rumah Kenangan pertengahan Agustus lalu. Dia menyebut ada banyak perbedaan yang berimbas pada pertunjukan teater selama pandemi dan normal baru ini.
Dia berpendapat pertunjukan secara daring harus didorong oleh pemerintah agar bisa mendapat apresiasi ekstra dari masyarakat. Butet beranggapan, pada masa pandemi seperti ini seniman mereka lebih kesulitan bukan hanya karena pembatalan pertunjukan yang berimbas pada pendapatan seniman. Lebih dari itu, pandemi dengan pembatalan pertunjukan membuat para seniman justru tidak mendapatkan apresiasi atas karya-karya mereka.
“Pertunjukan yang diapresiasi masyarakat dengan bayaran memang pencapaian yang baik, namun akan lebih baik jika ada pemanfaatan dan keadilan bagi semua penonton se-Indonesia untuk bisa menikmati pertunjukan teater,” kata Butet.
Dia pun mengusulkan, dibandingkan dengan pencairan bantuan langsung atau insentif bagi seniman, akan lebih baik jika pemerintah menggunakan dana itu untuk menggelar sebuah pertunjukkan teater secara nasional. Nantinya pertunjukkan tersebut akan dibagi dua tipe penonton, yaitu penonton yang bisa hadir secara live namun terbatas, dan penonton yang menonton secara daring.
“Kita buat pertunjukkan live akan lebih sedikit penontom, eksklusif, dengan akses premium berupa kesempatan bertemu pemain bagi penonton yang berani membeli harga tiket mahal. Jadi sejenis hak eksklusif,” terangnya.
Berkaca dari pengalaman berperan di Rumah Kenangan, dia menilai teater secara live streaming sangat menantang bagi aktor dan aktris, apalagi jika teater tersebut mengusung genre komedi. Teater komedi hanya bisa hidup dengan terbangunnya interaksi antara penonton dan pemain.
“Pemain akan bersemangat main kalau penonton teater memang terdengar tertawa dan menikmati komedi. Maka saat ini saya pun sedang merumuskan bagaimanapun, pertunjukkan tetap harus ada penonton maksimal 200 orang dengan harga yang sangat mahal dan fasilitas yang berbeda,” pungkasnya.
Butet mengusulkam untuk menjaga konsistensi pemain dan memuaskan hasrat apresiasi bagi para seniman, dia pun sedang mempersiapkan pertunjukan teater komedi. Rencananya para aktor dan aktris yang terlibat tak lebih dari 4 orang dengan durasi pertunjukan 1,5 jam.
Dia menyebut, pertunjukan itu nantinya berjudul “Tiga Orang Berbahaya,” ini menceritakan tentang pandemi dalam perspektif komedi penuh kejenakaan. Beberapa nama yang akan terlibat dalam pertunjukan garapan Butet nanti antara lain; Susilo Nugroho, dan Rieke Diah Pitaloka.
“Jadi lebih baik pemerintah memberikan bantuan dana untuk seniman dengan membeli atau sponsor karya mereka, bukan sekadar memberikan bantuan. Dengan begitu rasa apresiasi yang dibutuhkan seniman juga bisa didapatkan dengan baik,” terangnya.