Berjemur pada pagi hari sebagai salah satu cara mendapat vitamin D/Istimewa
Health

Apakah Vitamin D Bisa Melindungi Orang dari Covid-19?

Syaiful Millah
Selasa, 3 November 2020 - 18:56
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA – Tidak adanya obat atau vaksin Covid-19 membuat para ilmuwan meneliti banyak hal untuk menemukan harapan pengobatan, termasuk menyelidiki apakah vitamin D dapat mengurangi risiko infeksi atau mengurangi tingkat keparahan penyakitnya.

Dilansir dari Live Science, Selasa (3/11) kendati beberapa penelitian telah menunjukkan adanya hubungan antara kadar vitamin D yang rendah dan risiko tertular yang lebih tinggi, ahli menyebut itu tidak cukup untuk membuktikan apakah vitamin itu dapat melindungi orang dari virus.

Sebuah studi yang diterbitkan pada awal September di JAMA Network Open menemukan bahwa risiko infeksi Covid-19 pada orang yang mengalami kekurangan vitamin D hampir dua kali lebih tinggi daripada orang dengan tingkat vitamin yang cukup.

Studi lain yang diterbitkan akhir Oktober di The Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism menemukan bahwa pasien Covid-19 yang dirawat di rumah sakit memiliki tingkat kekurangan vitamin D yang lebih tinggi.

Namun demikian, Adrian Martineau dari Queen Mary University of London mengatakan bahwa asosiasi kedua penelitian itu tidak membuktikan bahwa kekurangan vitamin D dapat menyebabkan peningkatan risiko dari tertular virus.

“Tapi itu sugestif dan itu cukup untuk membenarkan melakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui apakah ada hubungan sebab akibat yang sebenarnya,” katanya kepada Live Science.

Efek Perlindungan?

Martineau melunturkan ada beberapa alasan untuk berhipotesis bahwa vitamin D dapat mengurangi risiko Covid-19. Menurutnya, vitamin itu terbukti meningkatkan respons sistem kekebalan terhadap virus dan mengurangi respons peradangan, yang menjadi ciri khas dari kasus corona.

Menurut meta-analisisnya, suplementasi vitamin D mengurangi risiko infeksi saluran pernapasan akut secara umum dibandingkan dengan plasebo. Akan tetapi, dia mengingatkan meta-analisisnya tidak memasukkan studi tentang Covid-19.

Selain itu, ada tumpang tindih antara kelompok orang dengan risiko kekurangan vitamin D yang lebih tinggi, seperti pada orang tua dan orang dengan kulit lebih gelap serta mereka yang berisiko lebih tinggi untuk terinfeksi oleh virus corona baru.

Sebuah studi sebelumnya yang diterbitkan pada Mei di jurnal Aging Clinical and Experimental Research menemukan bahwa di 20 negara Eropa, semakin rendah tingkat vitamin D rata-rata, semakin tinggi tingkat kasus virus corona dan kematian untuk negara tertentu.

Namun, tidak semua penelitian menunjukkan efek perlindungan. Sebuah penelitian yang diterbitkan Mei di jurnal Diabetes & Metabolic Syndrome tidak menemukan hubungan yang signifikan secara statistik antara kadar vitamin D dan risiko Covid-19.

Fenomena Ayam dan Telur

Dalam studi JAMA Network Open, para peneliti memeriksa hubungan antara kemungkinan kadar vitamin D dan risiko Covid-19 pada 489 orang yang melakukan tes di University of Chicago Medicine antara Maret dan April.

Para peneliti studi menemukan bahwa risiko dites positif untuk Covid-19 pada orang yang kadar vitamin D-nya kemungkinan kurang adalah 1,77 kali lebih besar daripada pasien yang kadar vitamin D-nya cukup.

Studi Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism membandingkan kadar vitamin D dari 216 pasien yang dirawat di University Hospital Marqués de Valdecilla di Santander, Spanyol pada Maret dengan kelompok kontrol 197 pasien yang mendapatkan vitamin D pada tahun sebelumnya dalam uji yang berbeda.

Hasilnya menunjukkan bahwa dari pasien Covid-19, sekitar 82 persen pasien mengalami kekurangan vitamin D dibandingkan dengan 47 persen pasien kontrol. Peneliti menyebut perbedaan ini sangat bermakna secara statistik.

Martineau melunturkan kekuatan studi University of Chicago adalah kadar vitamin D diukur sebelum tes Covid-19 pasien. Di sisi lain, untuk penelitian di Spanyol, tingkat vitamin D pasien diukur setelah mereka dinyatakan positif Covid-19.

"Anda tidak bisa membedakan ayam dari telurnya. Dengan kata lain, Covid mungkin menyebabkan rendahnya vitamin D atau mungkin akibatnya," kata Martineau.

David Meltzer, seorang peneliti dari Chicago University setuju bahwa tidak ada yang membuktikan kekurangan vitamin D berkorelasi dan menyebabkan Covid-19. Menurutnya, mungkin saja orang yang lebih sakit secara umum lebih cenderung memiliki kadar vitamin D yang rendah.

Untuk mencoba menjawab pertanyaan ayam dan telur ini, Martineau memimpin penelitian di mana peserta secara acak mengambil dosis vitamin D yang berbeda, kemudian diikuti untuk melihat apakah mengonsumsi lebih banyak vitamin D mengurangi risiko atau keparahan COVID-19.

Sementara penelitian sedang berlangsung, haruskah orang mulai mengonsumsi suplemen? Nasihat Martineau adalah ya, tetapi hanya jika mereka belum memenuhi pedoman saat ini untuk asupan vitamin D dari makanan.

"Rekomendasi saya adalah mengikuti saran itu karena sudah mapan bahwa ini akan bermanfaat bagi tulang dan otot, dan ada kemungkinan, peluang bagus, mungkin juga memiliki beberapa manfaat melawan Covid, meskipun itu tetap belum terbukti," Kata Martineau.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Syaiful Millah
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro