Bisnis.com, JAKARTA – Semakin banyak bukti menunjukan bahwa pernah terinfeksi Covid-19 tidak memberikan perlindungan penuh terhadap infeksi ulang dengan beberapa varian baru.
Penelitian baru-baru ini menyatakan orang juga bisa mendapatkan infeksi kedua dengan versi sebelumnya dari virus corona, jika mereka memiliki sistem kekebalan yang lebih lemah.
Berapa lama kekebalan bertahan dari infeksi alami adalah salah satu pertanyaan besar dalam pandemi. Para ilmuwan masih menganggap infeksi ulang cukup langka dan biasanya tidak lebih serius daripada yang pertama, tapi perkembangan terkini menimbulkan kekhawatiran baru.
Di Afrika Selatan, studi vaksin menemukan bahwa infeksi baru dengan varian pada 2 persen orang yang telah mengidap penyakit sebelumnya. Di Brasil, beberapa kasus serupa juga didokumentasikan dengan varian yang ada di sana.
Di Amerika Serikat, sebuah penelitian menemukan bahwa 10 persen anggota marinir yang memiliki bukti infeksi sebelumnya dan berulang kali dites positif, kemudian terinfeksi lagi. Penelitian yang dipimpin oleh Stuart Sealfon dari Icahn School of Medicine dilakukan sebelum varian baru mulai menyebar.
“Infeksi sebelumnya tidak memberi kekebalan terhadap infeksi lagi. Risiko infeksi ulang yang substansial tetap ada,” katanya seperti dikutip Fox News, Selasa (9/2).
Infeksi ulang bukan hanya menimbulkan masalah pribadi atau individual, tetapi masalah kesehatan masyarakat. Bahkan dalam kasus di mana infeksi ulang tidak menimbulkan gejala atau hanya ringan, orang mungkin masih menyebarkan virus.
Itu sebabnya para ahli kesehatan mendesak vaksinasi sebagai solusi jangka panjang dan mendorong masyarakat untuk tetap menerapkan upaya pencegahan seperti menggunakan masker, menjaga jarak, dan rajin mencuci tangan.
Pakar penyakit menular ternama Amerika Serikat Anthony Fauci mengatakan ini adalah insentif untuk melakukan apa yang telah disampaikan selama ini, yakni untuk memvaksinasi orang sebanyak mungkin dan melakukannya dengan cepat.
“Saya melihat data menunjukkan ... dan saya ingin menggarisbawahi, perlindungan yang disebabkan oleh vaksin sangat mungkin sedikit lebih baik daripada perlindungan dari infeksi alami,” katanya.
Shabir Madhi dari University of Witwatersrand mengatakan hingga saat ini indikasi menunjukkan bahwa infeksi sebelumnya memberikan perlindungan setidaknya selama 9 bulan. Ini bisa menjadi waktu yang relatif sembari menunggu program vaksinasi.
Namun demikian, ilmuwan menemukan varian baru virus yang lebih menular dan tidak terlalu rentan terhadap pengobatan tertentu. Saat ini, mutasi corona baru menyebabkan lebih dari 90 persen kasus baru di Afrika Selatan dan telah menyebar ke 40 negara termasuk Amerika Serikat.
Madhi memimpin penelitian yang menguji vaksin Novavax dan menemukan bahwa vaksin itu kurang efektif melawan varian baru. Studi itu juga mengungkap bahwa infeksi dengan varian baru sama umumnya di antara orang yang memiliki Covid-19 dengan yang tidak.
“Apa yang pada dasarnya kita tahu, sayangnya adalah bahwa infeksi masa lalu dengan varian virus corona awal di Afrika Selatan tidak memberikan perlindungan terhadap varian baru,” katanya.
Di Brasil, lonjakan kasus rawat inap pada bulan Januari juga menyebabkan kekhawatiran serupa dan mengungkapkan fakta bahwa varian baru yang lebih menular tidak rentan terhadap beberapa perawatan dan infeksi sebelumnya.
Ester Sabino dari University of Sao Paulo menyatakan dalam jurnal Lancet bahwa infeksi ulang bisa menjadi salah satu pemicu lonjakan kasus pasien rawat inap. Namun demikian, peneliti belum bisa memastikan seberapa sering hal itu terjadi.
Ilmuwan California juga sedang meneliti apakah varian yang baru saja diidentifikasi dapat menyebabkan infeksi ulang atau lonjakan kasus di wilayah itu. Jasmine Plummer, peneliti di Cedars-Sinai Medical Center mengatakan mereka sedang melihat fenomena yang masih perlu diteliti.
Howard Bauchner, pemimpin redaksi Journal of American Medical Association mengatakan bakal segera melaporkan apa yang disebutnya sebagai varian Los Angeles. Varian baru itu tidak bertanggung jawab atas infeksi ulang yang terlihat dalam infeksi ulang dalam studi Marinir.