Bisnis.com, JAKARTA - Selain dari pemberian obat dan vitamin, para pasien Covid-19 juga memerlukan berbagai terapi dan tindakan tambahan terutama jika bergejala berat.
Pemberian terapi dan tindakan tambahan dilakukan untuk pasien Covid-19 dilakukan terutama jika pasien mengalami gejala yang cukup berat.
5 organisasi profesi dokter memberikan rekomendasi 15 terapi tambahan untuk pasien covid-19 gejala berat.
Rekomendasi ini disampaikan dalam revisi protokol tatalaksana Covid-19 yang disusun oleh pada tanggal 14 Juli 2021.
Melalui revisi protokol tatalaksana Covid-19, terdapat berbagai informasi mengenai fungsi, dosis, dan berbagai hasil penelitian. Terdapat beberapa terapi atau tindakan yang perlu dipertimbangkan lebih lanjut, terutama dikarenakan minimnya penelitian yang menguji namun dapat menjadi informasi terutama dalam hal penanganan.
Berikut beberapa terapi atau tindakan tambahan lain bagi pasien Covid-19 berdasarkan revisi protokol tatalaksana Covid-19, terutama bagi pasien bergejala berat.
1. Oseltamivir
Adalah obat antiviral untuk pengobatan dan pencegahan influenza tipe A dan B. Obat ini bekerja dalam menghambat neuroamidase, yakni dibutuhkan oleh virus influenza untuk merilis virus-virus baru di akhir proses replikasi. Oseltamivir dapat ditambahkan pada pasien yang diduga terinfeksi virus influenza dengan dosis 2 x 75 mg.
2. Antibiotik
WHO menganjurkan untuk memberikan antibiotik rutin pada kasus Covid-19 yang berat, dan tidak dianjurkan bagi yang mengalami gejala ringan. Terdapat beberapa upaya untuk menjaga prinsip-prinsip penatagunaan Antimikroba yang harus terus dilakukan yakni sebagai berikut.
-Upaya pengambilan bahan kultur sebelum pemberian antibiotik. Sampel disesuaikan dengan kondisi pasien dan fokus infeksi.
-Upaya re-evaluasi kondisi klinis pasien secara ketat yang harus tetap dilakukan baik melalui evaluasi keluhan ataupun evaluasi parameter penunjang. Hal tersebut seperti parameter leukosit, hitung jenis, CRP, procalcitonin, pencitraan, hasil kultur, dan sebagainya.
-Segera melakukan de-eskalasi atau stop antibiotik bila klinis dan hasil pemeriksaan penunjang sudah membaik.
-Pilihan dan durasi terapi antibiotik empirik, mengikuti panduan terapi pneumonia komunitas.
-Bagi pasien yang dirawat di ruang intensif dan menggunakan bantuan ventilasi mekanik, bundle pencegahan VAP (Ventilator Associated Pneumonia) / HAP (Hospital Acquired Pneumona) serta prinsip-prinsip pencegahan infeksi nosokomial harus terus diperhatikan.
-Apabila pasien terindikasi mengalami infeksi VAP/HAP, pilihan antibiotik empirik untuk VAP/HAP mengikuti pola mikrobiologis dan pola resistensi lokal di masing-masing Rumah Sakit.
-Apabila pasien mengalami penyulit infeksi lain seperti infeksi kulit dan jaringan lunak komplikata, infeksi intra abdominal komplikata dan sebagainya, upaya untuk melakukan kontrol sumber infeksi dan tatalaksana yang memadai sesuai dengan panduan harus terus diupayakan dan diharapkan kecurigaan terhadap adanya infeksi Covid-19 tidak menimbulkan hambatan/keterlambatan yang berlarut-larut.
-Rekomendasi nasional untuk tetap melakukan evaluasi terhadap penggunaan anitbibiotik yang rasional di era pandemi Covid-19, harus terus dipromosikan dan diupayakan sebagai bagian dari tatalaksana terbaik bagi pasien.
3. Antibodi monoklonal
Antibodi monoklonal adalah protein yang dibuat di laboratorium dan memiliki kemampuan untuk meniru kerja sistem imun dalam melawan antigen berbahaya seperti virus. Penggunaan antibodi monoklonal umumnya ada Covid-19 derajat ringan sampai sedang. Beberapa antibodi monoklonal adalah sebagai berikut.
(1) Bamlanivimab 700 mg + etesevimab 1.400 mg
(2) Casirivimab 1.200 mg + imdevimab 1.200 mg.
(3) Sotrovimab 500 mg dosis tunggal diberikan secara intravena untuk Covid-19 derajat ringan dan sedang pada dewasa dan anak usia > 12 tahun dengan berat badan minimal 40 kg dan tidak direkomendasikan untuk Covid-19 yang dirawat inap atau yang membutuhkan terapi oksigen.
(4) Vilobelimab yang sedang dilakukan uji klinis
(5) Regdanvimab 40 mg/kgBB secara intravena, diberikan segera setelah terdiagnosis tidak lebih dari 7 hari sejak onset gejala. Regdanvimab direkomendasikan untuk pasien Covid-19 dewasa yang tidak memerlukan oksigen atau yang berisiko tinggi menjadi berat.
4. Janus Kinase Inhibitor
Inhibitor janus kinase (JAK) yaitu baricitinib secara teori memiliki aktivitas antivirus secara langsung dengan cara melakukan intervensi endositosis virus, secara potensial mencegah masuknya dan terinfeksinya sel-sel yang rentan.
Indikasi pemberian JAK adalah pasien Covid-19 yang baru saja masuk rawat inap dengan peningkatan kebutuhan oksigen dengan cepat dan terjadi inflamasi sistemik maka dapat diberikan baricitinib atau tocilizumab, sesuai dengan ketersediaan obat yang ada. Dosis baricitinib adalah 4 mg per oral selama 14 hari atau selesai perawatan RS. Baricitinib sebaiknya digunakan sebagai kombinasi dengan steroid (dengan atau tanpa remdesivir) dan dapat diberikan pada pasien derajat berat atau kritis, dan memiliki peran yang setara seperti tocilizumab.
5. Mesenchymal Stem Cell (MSCs)/ Sel Punca
MSCs bekerja sebagai imunoregulasi dengan nekan profilerasi sel T. Selain itu sel punca dapat berinteraksi dengan sel-sel dendritik sehingga menyebabkan pergeseran sel Th-2 proinflamasi menjadi Th anti-inflamasi, termasuk perubahan profil stikoin menuju anti-inflamasi. Hingga saat ini, belum ada MSCs yang mendapat rekomendasi oleh FDA Amerika sebagai pengobatan Covid-19, dan penggunaannya pun dibatasi hanya untuk kepentingan uji klinis. Berdasarkan uji klinik yang dilakukan di Indonesia pada 40 pasien derajat kritis dengan Dosis yang diberikan adalah 1 juta sel/kgBB dengan hasil kelompok MSC memiliki laju kesintasan sebesar 2,5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok yang mendapat plasebo. Sementara itu, pada pasien dengan > 2 komorbid, laju kesintasan dapat mencapai 4,5 kali lebih tinggi dibanding kelompok plasebo.
6. Intravenous Immunoglobulin (IVIG)
Terapi IVIG dapat menjadi satu alternatif pilihan terapi, terutama pada kasus Covid-19 yang berat. Belum ada penelitian yang banyak untuk IVIG dan tampaknya dapat memberikan hasil yang menjanjikan. Pemberian IVIG tampaknya memberi manfaat paling besar bila diberikan segera ketika pasien menuju pada perburukan. Dosis IVIG yang digunakan pada berbagai studi ini sangat beragam, tapi sebagian besar studi ini menggunakan IVIG dosis besar yaitu sekitar 0,3-0,5 gram/kgBB/hari selama 3 atau 5 hari berturut-turut.
7. Terapi Plasma Konvalesen
Indikasi pemberian terapi plasma konvalesen (TPK) pada berbagai uji klinis adalah penderita Covid-19 yang berat, tetapi saat ini uji klinis pemberian pada pasien Covid-19 sedang atau berisiko menjadi berat sudah/ sedang berjalan di beberapa senter uji klinis di seluruh dunia. Terapi ini memiliki berbagai kontraindikasi dan efek samping terapi plasma sama seperti halnya pemberian plasma pada transfusi darah.
Dosis plasma konvalesen yang diberikan di berbagai negara/uji klinis sangat bervariasi. Satu unit plasma konvalesen berisi 200 mL. Pemberian plasma konvalesen tambahan berdasarkan pertimbangan dokter dan kondisi klinis pasien. Telaah sistematik (systematic review) pada Cochrane Library menyatakan tidak yakin (‘very uncertain’) apakah kesembuhan pasien semata-mata karena pemberian plasma konvalesen atau faktor-faktor lain seperti.
8. Ivermectin
Ivermectin di Indonesia terdaftar sebagai obat untuk infeksi kecacingan. Menurut penelitian secara in vitro yang telah dipublikasikan, Ivermectin memiliki potensi antiviral. Namun, sebagian besar uji klinik menunjukkan hasil yang tidak konsisten mengenai manfaat Ivermectin untuk pasien Covid-19.
9. N-Asetilsistein
Berbagai penelitian sebelumnya, data awal penelitian terhadap Covid-19 dan ulasan patofisiologis mengarahkan bahwa sifat antioksidan N-asetilsistein dapat bermanfaat sebagai terapi dan/atau pencegahan Covid-19. Uji klinis NAC pada Covid-19 masih sangat terbatas. Dosis yang digunakan adalah di atas/sama dengan 1200 mg per hari oral ataupun intravena, terbagi 2-3 kali pemberian.
10. Kolkisin
Penelitian menunjukkan bahwa pemberian kolkisin dapat menurunkan kebutuhan penggunaan oksigen, menurunkan lama rawat, dan menurunkan CRP. Dosis yang digunakan pada RCT open label oleh Deftereos dkk adalah 1.5 mg loading dose diikuti oleh 0.5 mg setelah 1 jam dan dosis maintenance 0.5 mg seminggu 2 kali selama 3 minggu. RCT double blind Lopes dkk menggunakan dosis 3 x 0.5 mg selama 5 hari diikuti 2 x 0.5 mg untuk 5 hari berikutnya. Sedangkan RCT double blind Tardif dkk memakai dosis 2 x 0.5 mg untuk 3 hari, diikuti 1 x 0.5 mg untuk 27 hari selanjutnya. Kemudian studi kohort prospektif yang dilakukan Pinzon dkk menggunakan dosis 2 x 0.5 mg untuk 7-14 hari.
11. Spironolakton
Spironolakton dihipotesiskan mampu memitigasi abnormalitas ekspresi ACE-2, memperbaiki keseimbangan ACE-2 yang tersirkulasi dan terikat pada membrane, menghambat aktivitas TMPRSS2 yang termediasi androgen, dan memperbaiki disfungsi RAAS yang berpotensi mengurangi pematangan virus. Oleh karena itu, spironolakton berpotensi memberikan efek protektif terhadap SARS-CoV-2, terutama pada stadium awal. Sampai saat ini, terdapat beberapa uji klinis pemberian spironolakton pada Covid-19 yang sedang atau akan berjalan, diantaranya CONVIDANCE trial (NCT04643691), dan BISCUIT trial (NCT04424134). Pada trial Spironolactone in Covid-19 induced ARDS (NCT04345887) dosis yang digunakan adalah 2 x 100 mg selama 5 hari berturut-turut.
12. Anti IL-1 (Anakinra)
Anakinra merupakan antagonis reseptor IL-1 rekombinan yang memiliki mekanisme untuk menetralisasi reaksi hiperinflamasi yang terjadi pada kondisi ARDS yang disebabkan oleh infeksi SARS-CoV-2. Berdasarkan dari studi klinis, Anakinra dapat menurunkan kebutuhan pemakaian ventilasi mekanis invasif dan menurunkan kematian pada pasien Covid-19 tanpa efek samping yang serius. Dosis yang dapat diberikan adalah 100 mg/ 12 jam selama 72 jam dilanjutkan dengan 100 mg/ 24 jam selama 7 hari.
13. Bronkoskopi
Bronkoskopi merupakan salah satu tindakan di bidang respirasi yang dibatasi penggunaannya, mengingat Covid-19 merupakan penyakit yang sangat infeksius sehingga bronkoskopi belum menjadi rekomendasi baku untuk penegakan diagnosis pneumonia viral. Tindakan bronkoskopi merupakan tindakan yang dapat membuat aerosol ataupun droplet yang dapat menjadi media penularan Covid-19 yang sangat menular sehingga sebisa mungkin sebaiknya ditunda dengan mempertimbangkan berbagai hal terutama keselamatan tenaga kesehatan serta indikasi tindakan bronkoskopi diagnostik maupun terapeutik.
14. Therapeutic Plasma Exchange (TPE)
Secara pathogenesis Tindakan TPE pada pasien Covid-19 sebagai terapi tambahan dapat dipertimbangkan untuk dapat mengurangi sitokin juga mediator inflamasi lainnya, hanya saja sampai saat ini hanya ada beberapa laporan kasus dan belum ada penelitian lebih luas terkait hal ini. Atas dasar hal tersebut TPE harus dipertimbangkan dengan seksama sebelum menerapkannya pada pasien Covid 19.
15. Vaksinasi
Vaksinasi merupakan salah satu cara paling efektif dalam mencegah penyakit akibat infeksi virus seperti Covid-19. Saat ini sudah ada 7 vaksin yang telah melewati uji klinis dan disebarluaskan ke masyarakat di antaranya vaksin produksi Pfizer/BioNTech, Moderna, AstraZeneca/Oxford, Sinovac Biotech, Gamaleya, CanSino Biologics, dan Sinopharm
Berikut beberapa uraian mengenai terapi dan penanganan tambahan berdasarkan revisi protokol tatalaksana Covid-19. Untuk penanganan yang lebih efektif dan sesuai dengan kondisi Anda, tetaplah untuk berkonsultasi dengan pihak medis atau dokter agar mendapatkan penanganan yang tepat.