Bisnis.com, JAKARTA -- Labuan Bajo menjadi salah satu destinasi pariwisata super prioritas yang saat ini cukup diminati oleh para wisatawan.
Namun, belakangan mulai muncul isu tak sedap di kalangan wisatawan terkait harga hotel yang mahal di kawasan yang berada di Nusa Tenggara Timur ini.
Mahalnya harga hotel di Labuan Bajo, berbanding terbalik dengan kondisi di Bali ketika harga hotel di pulau dewata cenderung turun.
Menanggapi berbagai isu yang berkembang termasuk harga hotel yang terbilang cukup mahal di kawasan Labuan Bajo, Direktur Utama Badan Pelaksana Otoritas Labuan Bajo Flores (BPOLBF) Shana Fatina, mengatakan saat ini pihaknya bersama Pemda dan Stakeholder sedang dalam upaya evaluasi.
"Kami sedang terus berupaya meningkatkan kualitas hotel yang ada di Labuan Bajo agar dapat memenuhi standar pelayanan sesuai dengan kelasnya,” ujarnya.
Menurut dia, kondisi ini juga tidak lepas dari adanya perbedaan standar biaya operasional antar-wilayah sebab biaya operasional hotel di Labuan Bajo lebih tinggi karena masih banyak produk atau material pendukung yang diambil atau harus didatangkan dari daerah lain.
“Kita mencoba membantu dengan program rantai pasok, membangun sentra-sentra supplier lokal sehingga mengurangi biaya produksi. Selain itu, peningkatan kualitas SDM juga akan dilakukan sehingga pengelolaan layanan bisa efektif dan efisien dengan hospitality yang tinggi,” jelasnya.
Saat ini hal yang menjadi fokus BPOLBF adalah meningkatkan standar kualitas layanan dan fasilitas untuk menjadi lebih baik sehingga wisatawan tidak kecewa dengan besaran pengeluara yang dibelanjakan saat berkunjung ke Labuan Bajo.
"Standar yang digunakan adalah standar internasional, diharapkan agar hotel, kapal, dan restoran berlomba meningkatkan kualitan pelayanan mereka sesuai standar yang ada sehingga ada kepastian standar layanan dengan dunia pariwisata internasional,” ucapnya.
Shana menegaskan Labuan Bajo yang juga ditetapkan sebagai destinasi wisata super premium bermakna bahwa jaminan kualitas “experience” yang diberikan kepada wisatawan terjaga dengan baik.
Namun konteks super premium yang ingin ditekankan utamanya adalah bagaimana berwisata ke Labuan Bajo wajib melestarikan dan menjaga lingkungan, serta menghargai kearifan budaya setempat sebagai bagian dari warisan dunia.
Sementara itu, Ketua Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Manggarai Barat, Silvester Wanggel mengatakan ada 100 lebih hotel tersebar di Labuan Bajo sehingga banyak pilihan bagi wisatawan, dari harga termurah sampai yang termahal, dari kelas homestay sampai kelas hotel bintang 5.
Soal harga kamar, lanjutnya, masing-masing hotel memiliki Standar Operating Procedure (SOP) dan saat sepi seperti sekarang jelas banyak hotel memberikan discount besar-besaran.
“Soal super premium adalah istilah Bapak Presiden Jokowi karena alamnya yang begitu indah, sedangkan dalam konteks amenitas seperti hotel dan restoran, dan lain-lain adalah hal biasa saja, tidak harus harga super premium,” tegasnya.
Senada diungkap Ketua ASITA Manggarai, Evodius Gonsomer yang mengakui jika dibandingkan dengan hotel jenis yang sama di tempat lain di Labuan Bajo tergolong cukup mahal.
"Namun, ide untuk harga standar hotel tidak memungkinkan karena setiap hotel berhak untuk menentukan harga jualnya dan pengguna diberi hak untuk memilih hotel yang sesuai dengan kemampuannya,” ujarnya.
Sementara untuk pembangunan hotel berbintang menurutnya perlu ditambahkan karena dengan adanya investasi akan berimbas kepada pertumbuhan ekonomi setempat, membuka lapangan kerja baru dan tentunya harga akan semakin bersaing karena semakin banyak pilihan tempat untuk menginap.