Bisnis.com, JAKARTA - Kegerahan atau kepanasan biasanya dirasakan oleh masyarakat saat cuaca panas atau iklim tinggi. Biasanya, ketika kegerahan, Anda akan minum air segar atau mandi untuk menghilangkan rasa gerah tersebut.
Kegerahan karena cuaca panas di saat berpuasa terkadang membuat Anda merasa tidak nyaman. Anda tidak bisa mengobati kegerahan tersebut dengan meminum air karena bisa membatalkan puasa. Namun, Anda bisa mandi untuk mengatasi kegerahan karena cuaca panas tersebut.
Dilansir dari muhammadiyah.or.id, orang yang merasakan kepanasan kemudian mandi saat berpuasa tidak akan merusak atau membatalkan puasa. Hal ini didasari oleh hadist HR. Ahmad dan Abu Daud sebagai berikut.
عَنْ أَبِي بَكْرِ بْنِ عَبْدِالرَّحْمَنِ بْنِ الْحَارِثِ عَنْ رَجُلٍ مِنْ أَصْحَبِ النَّبِيِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ رَأَيْتُ رَسُوْلُ اللهِ -صلى الله عليه وسلم- يَصُبُّ الْمَاءَ عَلَى رَأْسِهِ مِنَ الْحَرِّ وَهُوَ صَائِمٌز (رواه أحموأبوداود)
Artinya : “Diriwayatkan dari Abu Bakar bin Abdurrahman bin al-Harits, dari seorang Sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam ia berkata: Saya melihat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menuangkan air panas ke atas kepalanya karena kepanasan padahal ia sedang berpuasa.” [HR. Ahmad dan Abu Daud]
Salah satu hal yang dapat membatalkan puasa adalah segala sesuatu atau benda yang masuk ke dalam tubuh kita melalui rongga terbuka, seperti mulut, hidung, telinga, lubang kemaluan, dan lubang anus, secara sengaja. Namun, hal-hal tersebut tidak menyebabkan batal puasa jika ada kedaruratan seperti memakai obat tetes mata untuk menghilangkan rasa sakit.
Dilansir dari an-nur.ac.id, menurut sebagian besar ulama dari berbagai mazhab, seperti mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali, mandi saat berpuasa adalah boleh selama tidak ada niat untuk membatalkan puasa dan tidak ada air yang masuk ke dalam tubuh melalui rongga terbuka atau lubang-lubang tubuh.
Dilansir dari nu.or.id, mandi bukanlah penyebab batalnya puasa karena air yang masuk ke dalam tubuh tidak melalui rongga terbuka tubuh, tetapi melalui pori-pori kulit. Ketika mandi dan ada air yang masuk ke dalam tubuh melalui rongga tubuh, seperti air tertelan saat berkumur, puasanya akan batal. Hal ini dikarenakan ketika kemasukkan air dalam tubuh dirincikan menjadi tiga hukum dan mandi termasuk hukum pertama.
Berikut tiga hukum ketika kemasukkan air saat berpuasa seperti yang dilansir pada nu.or.id:
1. Membatalkan secara mutlak
Hal ini berlaku dalam aktivitas yang tidak dianjurkan oleh syariat, seperti basuhan keempat dalam wudhu, mandi mubah atau mandi dengan tujuan membersihkan atau menyegarkan badan, dan mandi dengan cara menyelam.
2. Membatalkan ketika melebih-lebihkan dalam mengalirkan air
Ini berlaku dalam aktivitas yang dianjurkan oleh syariat, seperti mandi wajib, mandi sunnah, dan berkumur serta menghirup air ke hidung saat wudhu. Bila dilakukan secara berlebihan, seperti membasuh dengan keras atau memenuhi air di dalam mulu secara berlebihan, puasanya akan batal.
3. Tidak membatalkan secara mutlak
Ini berlaku ketika penggunaan air dimaksudkan untuk menghilangkan najis dari bagian tubuh kita, seperti membersihkan najis di sela-sela lubang hidung dan telinga atau di dalam mulut. Walaupun dilakukan dengan melebihkan saat mengaliri air, puasa tidak akan batal karena menghilangkan najis dari bagian tubuh kita hukumnya wajib.
Ketiga perincian hukum kemasukkan air tersebut berdasarkan keterangan dalam Kitab I’anatut Thalibin
والحاصل) أن القاعدة عندهم أن ما سبق لجوفه من غير مأمور به، يفطر به، أو من مأمور به - ولو مندوبا - لم يفطر.ويستفاد من هذه القاعدة ثلاثة أقسام: الاول: يفطر مطلقا - بالغ أو لا - وهذا فيما إذا سبق الماء إلى جوفه في غير مطلوب كالرابعة، وكانغماس في الماء - لكراهته للصائم - وكغسل تبرد أو تنظف.الثاني: يفطر إن بالغ، وهذا فيما إذا سبقه الماء في نحو المضمضة المطلوبة في نحو الوضوء.الثالث: لا يفطر مطلقا، وإن بالغ، وهذا عند تنجس الفم لوجوب المبالغة في غسل النجاسة على الصائم وعلى غيره لينغسل كل ما في حد الظاهر.
Artinya, “Kesimpulannya, kaidah menurut ulama adalah, air yang tidak sengaja masuk ke dalam rongga tubuh dari aktivitas yang tidak dianjurkan, dapat membatalkan puasa, atau dari aktivitas yang dianjurkan meski anjuran sunah, maka tidak membatalkan. Dari kaidah ini, dapat dipahami tiga pembagian perincian hukum.”