Bisnis.com, JAKARTA - Moana, baru kembali dari berlayar. Moana telah menjadi seorang pelaut berpengalaman setelah tiga tahun lalu, ia berhasil melewati batas karang dan mengembalikan jantung dewi alam Te Fiti.
Kepulangannya disambut warga dan diangkat menjadi ‘Tautai’, sosok yang dianggap berjasa untuk berjuang membuka jalan menyatukan pulau-pulau Oseania. Leluhurnya, Tautai Vasa menemuinya secara mistis. Dia mendapat sebuah mimpi dari leluhurnya tentang pulau Motufetu yang hilang sejak lama.
Menariknya, permohonan menyandang gelar ‘Tautai’ disampaikan oleh Tui, ayah Moana dengan bahasa yang amat santun. Tui yang juga kepala suku di Pulau Motunui telah mencontohkan sikap beretika sebagai pemimpin. Etika, merupakan prinsip moral yang mengatur perilaku individu dan kelompoknya.
Etika memastikan bahwa tindakan yang diambil sesuai dengan norma-norma yang diterima secara sosial dan hukum. Adegan ini seolah mematahkan asumsi bahwa penghormatan itu tidak harus selalu dari seseorang yang lebih muda kepada mereka yang lebih tua.
Upacara pemberian gelarpun berlangsung khidmat dan sakral. Persis setelah penobatannya, Moana, secara mistis, ia mendapatkan amanah dari Tautai Vasa untuk menghubungkan orang-orang dari berbagai lautan. Ia pun menerimanya dengan berkomitmen dan penuh tanggungjawab.
Moana berani mengambil langkah-langkah keputusan, beserta konsekuensinya. Tanggung jawab yang dia pikul termasuk pencegahan langkah yang merugikan rakyatnya.
Kesadaran dan perhatian terhadap rakyat seolah menjadi energinya menjalani misi berat ini. Moana harus mempertaruhkan segalanya untuk menghadapi Nalo, dewa badai, dan menemukan pulau terkutuk itu. Moana sungguh memiliki kepedulian sosial yang tinggi.
Syarat untuk menghilangkan kutukan, manusia harus berada di sana. Pulau Motufetu pun harus diangkat dari dasar laut. Misi menghubungkan masyarakat di seluruh Samudra itu membuat Moana membutuhkan tim. Ia pun merekrut tiga orang dengan karakteristik yang mumpuni: Loto, Kele, dan Moni. Ia sebenarnya berharap Maui ikut. Namun sayangnya, ia tak tau keberadaan Maui.
Meskipun tanpa Maui, Moana tetap berintegritas. Ia konsisten dalam bertindak, menjalankan nilai-nilai dan prinsip-prinsip moral sebagai sosok panutan. Moana adalah individu yang melangkah sesuai dengan nilai-nilai etika, meskipun ia menghadapi tekanan atau godaan.
Saat dalam perjalanan pencarian Motufetu, ia masuk dalam pusaran angin puring beliung dan membawanya ke goa kelelawar di bawah lautan. Moana dan timnya sempat terpisah karena memasuki goa yg berbeda. Moana bertemu Matangi, perempuan penjaga goa kelelawar yang ternyata menyandera Maui selama ini. Meski demikian. Matangi memberikan jalan keluar. Ia melanggar perintah Nalo.
Kemunculan Matangi cukup mengejutkan Moana. Rupanya Matangi cukup lama menunggu untuk dapat bertemu dengan Moana. Keduanya pun berdialog. Meski singkat, mereka saling terbuka, terutama yang berkaitan dengan pengambilan keputusan Matangi untuk memberi jalan keluar dari goa itu.
Moana secara transparan dan lugas mengajak Matangi untuk ikut keluar dari goa itu, namun Matangi menolak. Moana ingin membuat teman barunya itu melihat dan mengawasinya secara langsung.
Bagi Moana, pergi meninggalkan Matangi itu tidak adil. Namun, ia tidak dapat memaksa. Ia pun mengendalikan dirinya dari tekanan untuk melakukan tindakan yang membahayakan orang lain. Pengendalian diri adalah kunci untuk mempertahankan integritas dan etika.
Matangi mengajarkannya kejujuran dalam pertemuan singkat mereka. Moana diingatkan untuk selalu mengatakan kebenaran dan bertindak jujur dalam semua situasi.
Sesulit apapun situasinya, ia harus jujur pada timnya namun tetap berkomitmen menjaga kepercayaan rakyatnya. Matangi berpesan, setiap kesulitan pasti ada jalan keluarnya. Meskipun untuk mendapatkannya, Moana harus merasa tersesat untuk dapat berfikir berbagai kemungkinan yang solutif.
Singkat cerita, Moana dan tim, termasuk Maui mengarungi lautan dan berhasil mematahkan kutukan setelah mereka menemukan Motufetu.
Moana, dalam kisah fantasi itu digambarkan sebagai sosok perempuan tangguh dan dipercaya untuk memimpin bahkan menyelamatkan kehidupan masa depan rakyat dan seluruh orang dari berbagai samudera.
Jangan lupakan kisah Moana kecil yang senang bermain di laut. Meskipun orang tuanya sangat khawatir dan berkali-kali melarangnya ke laut, diam-diam ia tetap bermain di sana. Satu-satunya orang yang meyakinkan Moana menemukan jati diri adalah neneknya. Menurut neneknya, jika Moana memang suka dengan laut, ia harus meyakinkan dirinya bahwa ia bisa mengendalikan lautan.
Meski ke laut dengan mengendap-endap, Moana kecil rupanya sering berinteraksi dengan laut sebagaimana dua sahabat karib. Orangtuanya sempat marah karena mengkhawatirkan Moana bermain di laut. Hingga suatu saat Moana meminta kesempatan pada orang tuanya untuk membuktikan bahwa ia bisa berlayar di Samudra luas. Keberanian dan keyakinan Moana untuk membuktikan keandalan dirinya sungguh layak dijadikan panutan.
Dari cerita film Moana yang ditayangkan bioskop-bioskop, meski fiksi, kita banyak belajar tentang nilai-nilai antikorupsi. Setidaknya ada 10 nilai antikorupsi di dalamnya, yaitu integritas, transparansi, kepedulian sosial, keadilan, kejujuran, tanggung jawab, beretika, akuntabilitas, profesionalisme, dan pengendalian diri.
Tidak harus semua dilakukan secara bersamaan, tetapi prinsip mengimplementasikan nilai-nilai antikorupsi harus ditanam dan dibiasakan mengalir dalam diri kita, demi merah putih tercinta.