Bisnis.com, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan mendorong peningkataan konsumsi ikan sebagai alternatif pasokan gizi. Pemenuhan kebutuhan gizi menjadi halpenting, karena banyak wilayah di Indonesia berhadapan dengan ancaman gizi buruk.
Salah satu tantangan yang dihadapi ialah masih tingginya balita yang mengalami stunting atau pendek. Stunting merupakan kondisi di mana perkembangan tinggi badan yang tidak optimal, yang akhirnya berdampak pada kualitas kecerdasan menjadi tidak seperti yang kita harapkan.
Data pemantauan status gizi (PSG) tahun 2016 menyebutkan jumlah balita stunting 27,5% yang terdiri dari 8,5% sangat pendek dan 19% pendek. Padahal target WHO adalah berada di bawah 20%.
"Masalah stunting ini serius sekali. Bayangkan, dari 10 anak 4 diantaranya tidak cerdas. Ini bukan yang kita inginkan. Kita ingin anak-anak Indonesia merupakan anak-anak yang sehat dan cerdas," tutur Menteri Kesehatan, Nila Farid Moeloek dalam keterangan resmi, Selasa (4/07/2017).
PSG mencatatat, kasus Balita stunting banyak ditemukan di sebagian wilayah Indonesia, terutama di wilayah Nusa Tenggara, Sulawesi, Kalimantan dan Papua.
"Padahal di sana protein hewani ikan banyak sekali. Mungkin ada budaya yang harus kita cerahkan, ada yang bilang bau anyir lah nanti kalau hamil, lalu ibunya tidak boleh makan apa-apa kalau habis melahirkan," imbuhnya.
Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kemenkes Anung Sugihantono mengatakan, untuk mengatasi permasalahan gizi terdapat dua solusi yang dapat dilakukan, yaitu dengan intervensi spesifik dan sensitif.
Intervensi spesifik diarahkan untuk mengatasi penyebab langsung dan tidak langsung masalah gizi, sementara intervensi sensitif diarahkan untuk mengatasi akar masalahnya dan sifatnya jangka panjang.
"Intervensi sensitif salah satunya meningkatkan pengetahuan dan kemampuan dari orang tua atau keluarga tentang hal-hal yang berkaitan dengan gizi," terang Anung.
Anung menambahkan kurangnya pengetahuan masyarakat dalam pengolahan menjadikan ikan kurang peminat untuk disajikan menjadi menu andalan keluarga.
"Ikan di sekitar mereka banyak, tetapi tidak mereka konsumsi. Karena kebanyakan dari mereka hanya bisa memasak ikan digoreng dan dibakar saja. Anak-anak jadi lebih cepat bosan makan menu ikan," tandasnya.