Relationship

Atasi Diabetes Saat Puasa

Miftahul Khoer
Rabu, 3 Juli 2013 - 01:17
Bagikan

BISNIS.COM, JAKARTA—Kalangan pelaku medis menilai mengimbau penyandang diabetes untuk dapat mengelola diabetes mereka secara mandiri dalam kehidupan sehari-harinya.

Perhimpunan Edukator Diabetes Indonesia (PEDI), Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) dan Eli Lilly pada pada Selasa (2/7/13) telah meluncurkan Managing Diabetes During Ramadan Map pada masyarakat.

Sebelumnya mengingat kebutuhan penyandang diabetes terhadap adanya sarana edukasi, alat praktis dan program pendukung saat berpuasa, Managing Diabetes During Ramadan Map telah diluncurkan untuk para dokter dan praktisi kesehatan lainnya pada 1 Juni yang lalu.

Em Yunir, Sekretaris Jendral PERKENI mengatakan PERKENI merupakan wadah komunikasi dalam bidang Endokrinologi, yang bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan manusia pada umumnya dan khususnya pada diabetisi.

“PERKENI mendukung adanya Managing Diabetes During Ramadan Map yang akan membantu para diabetisi untuk mengerti bagaimana mengelola diabetes mereka, “ ujarnya dalam rilis yang diterima Bisnis, Selasa (2/7/13) petang.

Diabetes merupakan penyakit kronik sehingga dapat dikatakan tidak ada waktu yang boleh dilewatkan oleh penyandangnya untuk tidak mengelola diabetes mereka dengan baik1,2, termasuk selama berpuasa agar mampu melakukan ibadah tersebut secara nyaman.

Pengelolaan (manajemen) diabetes tidak hanya menyangkut soal obat-obatan, namun juga melibatkan edukasi, alat praktis dan program-program pendukung.

Berdasarkan studi EPIDIAR, yakni penelitian mengenai epidemiologi diabetes dan Ramadan yang dilakukan pada tahun 2001 di 13 negara dengan populasi muslim yang besar, sekitar 79% pasien diabetes tipe 2 berpuasa paling tidak 15 hari selama bulan Ramadan.

Berpuasa di bulan Ramadan merupakan kewajiban bagi umat Muslim. Namun, ada beberapa pengecualian pada diabetes untuk tidak berpuasa. Sebagian besar diabetisi tetap ingin berpuasa dikarenakan berbagai faktor, misalnya alasan religius, keputusan pribadi yang tidak dapat dihalangi. Untuk itu, perlu diperhatikan beratnya diabetes yang diderita dan pengobatan yang dijalani.

“Karena sampai saat ini belum adanya panduan untuk hal tersebut, maka cara pengobatan sering diubah sendiri atau oleh dokter. Hal ini dapat mengakibatkan risiko komplikasi, yaitu hipoglikemia (gula darah terlalu rendah) atau hiperglikemia (gula darah terlalu tinggi), dehidrasi, ketoasidosis, trombosis atau sumbatan pada pembuluh darah,” lanjutnya.

Dalam presentasinya, ia juga menjelaskan, bahwa pada hipoglikemia, diabetisi yang menyandang DM tipe 1 berisiko 4,7 kali. Prevalensi dari 3 menjadi 14 kejadian/100 penyandang/bulan. Untuk DM tipe 2 berisiko 7,5 kali dengan prevalensi 0,4 menjadi 14 kejadian/100 penyandang/bulan.

Sedangkan pada hiperglikemia, penyandang DM 2 menjadi 5 kali lebih banyak, yakni 1-5/100 penyandang/bulan. Untuk penyandang DM 1 menjadi 3 kali lebih banyak. Hal ini dikarenakan pengurangan dosis obat yang berlebihan dan penambahan jumlah makanan serta komplikasi ketoasidosis.

Diabetisi harus melakukan manajemen diabetes mereka secara mandiri, pemeriksaan gula darah dilakukan beberapa kali dalam sehari, khususnya pada DM tipe 1 atau tipe 2 yang mendapat insulin, serta mengetahui risiko yang akan terjadi dan cara mengantisipasi.

Waktu untuk melakukan pemeriksaan gula darah dilakukan saat sebelum berbuka dan 2 jam setelah berbuka, sebelum tidur, sebelum sahur, tengah hari dan sesuai kebutuhan.

Selain itu, untuk sahur dianjurkan dilakukan saat mendekati imsak, mengubah jadwal, jumlah dan jenis makanan. Selain penyesuaian dengan dosis obat dan insulin, perlu diatur pembagian porsi makan saat maghrib hingga sahur, yakni sahur sebesar 50%, setelah taraweh 10%, dan maghrib 40% dari total kebutuhan kalori per hari.

Ada juga hal yang perlu diingat dan diperhatikan yakni perhatikan jumlah kalori dalam setiap jenis makanan, memperhitungkan kandungan kalori setiap mengambil makanan, tetap mentaati jumlah, jenis dan jadwal makan serta menghitung jumlah kalori per hari.

“Pembatalan puasa bisa dilakukan apabila terjadi tanda-tanda hipoglikemia atau kadar kurang dari 60 mg/dl, gula darah kurang dari 70 mg/dl pada beberapa jam setelah sahur, khususnya pengguna insulin pada waktu sahur, gula darah lebih dari 300 mg/dl, dan pada saat sakit, “ ditekankan dr.Yunir.

Penulis : Miftahul Khoer
Editor : Elok Ani Riani
Bagikan

Tags :


Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro