Bisnis.com, JAKARTA --Handy Farianto terlihat antusias memperagakan cara menggunakan mesin ketik tua kepada anaknya untuk mengetik naskah proklamasi, di stand Museum Perumusan Teks Proklamasi Kemerdekaan RI, dalam acara Museum Week di Mal Senayan City, Kamis (15/5/2014) malam.
"Iya, begini caranya. Tekan yang kuat tutsnya. Ketik seperti contoh naskah proklamasi ini," tutur Handy Farianto kepada anaknya. Dengan mesin ketik tua yang ada di stand itu, Handy ingin menanamkan pengalaman yang dirasakan Sayuti Melik, saat mengetik teks proklamasi kemerdekaan, 68 tahun silam.
Seusai dari situ, Handy juga sangat bersemangat mengenalkan museum-museum lainnya kepada anaknya dengan mengunjungi setiap stand museum yang ada di gelaran Museum Week tersebut.
"Sengaja saya kenalkan, untuk memupuk kecintaan terhadap sejarah Bangsa Indonesia, di tengah derasnya arus globalisasi. Saya juga suka sejarah dan salah satu media untuk menggali sejarah adalah mengunjungi museum," tuturnya.
Apalagi, lanjutnya, mumpung saat ini sedang ada acara Museum Week, yang digelar The Jakarta Post, dengan memamerkan 13 museum di Indonesia dalam satu lokasi.
Ketigabelas museum tersebut antara lain, Museum Bank Indonesia, Museum Wayang, Museum Sejarah Jakarta, Museum Onrust, Museum Tekstil, Musuem Perumusan Naskah Proklamasi, Museum Konferensi Asia-Afrika, Museum Layang-layang, Museum Basoeki Abdullah, Museum Indonesia Taman Mini Indonesia Indah, Anjungan Papua Barat TMII, dan lainnya.
Riyadi Suparno, Direktur Eksekutif The Jakarta Post mengatakan diselenggarakannya Museum Week ini untuk menumbuhkan minat masyarakat Indonesia mengunjungi museum-museum di Indonesia, karena sebenarnya secara koleksi yang dimiliki Indonesia, tidak ada tandingannya.
"Selama ini kebanyakan masyarakat, terutama kalangan menengah ke atas Indonesia lebih suka mengunjungi museum di luar negeri dari pada dalam negeri," ujarnya.
Hal ini dikarenakan kondisi permuseuman di Indonesia yang memang memprihatinkan, baik dari segi kondisi bangunan, sumber daya manusia, atau pun pengemasan alias penyajiannya yang monoton dan kurang menarik.
"Padahal banyak penyajian yang bisa di eksplorasi agar menarik, seperti yang dilakukan beberapa museum yang hadir di sini, misalkan workshop membuat layangan di museum layang, membuat wayang di museum wayang, dan lainnya," tuturnya.
Asep Kambali, Founder Komunitas Historia, komunitas yang aktif dalam kegiatan mengangkat sejarah-sejarah Tanah Air, mengakui bahwa kondisi nyata permuseuman di Indonesia saat ini memprihatinkan, akibat minimnya perhatian pemerintah, bahkan tidak menjadi prioitas.
"Kondisinya bisa disebut mati segan hidup tak mau. Memang ada beberapa musem kondisinya baik namun banyak yang tidak terawat, dan apabila dibiarkan terus-menerus, maka akan hancur," ujarnya.
Saat ini saja, lanjutnya dari 284 museum yang ada di Indonesia, sebanyak 90% diantaranya kondisinya memprihatinkan dan tidak layak dikunjungi.