Show

Koalisi Seni Indonesia Kritisi RUU Kebudayaan

Ana Noviani
Jumat, 4 Juli 2014 - 14:20
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA--Koalisi Seni Indonesia mengkritisi wacana pembentukan Komisi Perlindungan Kebudayaan yang dicantumkan dalam pasal 74 hingga pasal 82 RUU Kebudayaan yang tengah dibahas di DPR. 

Ketua Pengurus Koalisi Seni Indonesia Abduh Aziz menuturkan kekayaan budaya Indonesia tidak pernah dijadikan aset utama dalam proses pembangunan. Apalagi, isu globalisasi yang bersifat masif menimbulkan kekhawatiran besar mengenai nasib kebudayaan Indonesia di masa depan. 

"Awalnya, kami harap Rancangan Undang-Undang Kebudayaan ini jadi bagian dari upaya strategis mengembangkan kekayaan budaya Indonesia," kata Abduh dalam diskusi RUU Kebudayaan: Menjamin atau Menyandera, Kamis (3/7/2014). 

Berdasarkan kajian Koalisi Seni Indonesia, RUU tersebut justru memperlihatkan pengakuan bahwa kebudayaan Indonesia sangat rentan terhadap "hantu" globalisasi yang merusak masa depan. 

RUU ini, lanjut Abduh, menempatkan pemerintah sebagai pemeran utama semua aspek pembangunan kebudayaan, mulai dari perencanaan, penyelenggaraan, sampai pengendalian. 

"Muncul pertanyaan besar menyangkut posisi dan partisipasi masyarakat secara luas. Selama ini jantung dari gerak kebudayaan berada di tengah masyarakat melalui inisiatif dan kreativitas," ujarnya. 

Lebih lanjut, Abduh mengatakan RUU Kebudayaan lekat dengan logika pengendalian yang dituangkan dalam pasal 74 hingga pasal 82 tentang pembentukan Komisi Perlindungan Kebudayaan yang anggotanya terdiri dari tokoh agama, pemerintah, tokoh budaya, kepolisian, akademisi, dan penggiat HAM. 

Komisi independen bertugas melakukan pengendalian pelestarian kebudayaan dan bertanggung jawab kepada presiden. Tugasnya a.l. mendefinisikan kriteria dampak negatif kebudayaan terhadap masyarakat, melakukan penelitian terhadap dampak negatif, hingga memberikan rekomendasi pengendalian kebudayaan.

"Komidi Perlindungan Kebudayaan ini punya risiko berkembang menjadi badan sensor kebudayaan yang kuasanya sangat tinggi, karena secara sepihak bisa mendefinisikan apa yang negatif dan tidak untuk masyarakat," tuturnya. 

Sebagai RUU yang masuk dalam prioritas legislasi nasional (Prolegnas) 2014, RUU Kebudayaan harus dirampungkan pada tahun ini. Padahal, masa sidang DPR RI tersisa beberapa bulan lagi. 

"Diskusi mengenai RUU Kebudayaan harus dilakukan lebih intensif dengan melibatkan pemangku kepentingan utama, akademisi, serta budayawan. Jangan dalam suasana terburu-buru seperti sekarang." imbuhnya. 

Penulis : Ana Noviani
Editor : Taufik Wisastra
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro