Bisnis.com, JAKARTA –Meskipun mendapatkan berbagai macam kemungkinan efek samping akibat obat, para pasien penderita tuberkulosis (TB) harus menjalani setiap pengobatan sampai tuntas.
Selain guna menghindari penularan penyakit ini secara lebih luas, juga untuk mencegah timbulnya penyakit TB yang lebih parah, seperti TB resisten obat, Multi Drug Resistant Tuberculosis (MDR-TB), dan Extensively Drug Resistant Tubercolosis (XDR-TB).
TB resisten obat merupakan TB yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tubercolosis yang telah mengalami kekebalan terhadap Obat Anti-TB. Adapun MDR-TB sau tingkat lebih parah, yaitu TB yang resisten atau kebal terhadap minimal dua obat anti TB lini pertama. Sementara itu, tingkat paling parah adalah XDR-TB, di mana tubuh pasien sudah kebal terhadap obat lini kedua.
“Hal penting untuk pencegahan resistensi obat adalah mengobati pasien dengan paduan dan dosis yang benar, adekuat, hingga selesai enam bulan, artinya pasien diobati hingga sembuh. Demikian juga halnya bila kita mencurigai seseorang resisten dengan obat, seharusnya segera didiagnosa dan diobati sedini mungkin,” ujar dokter spesialis paru FKUI Erlina Burhan, saat menjadi pembicara di symposium Pulmonary Infection Simposia, Jumat (27/05/2015).
Dia mengungkapkan pasien TB memang menghadapi berbagai tantangan selama sekitar enam bulan masa pengobatan. Selain harus berobat setiap hari, juga menghadapi kemungkinan efek samping yang tidak ringan. Selama menjalani masa pengobatan, pasien mungkin mendapat efek samping seperti kaburnya penglihatan dan pendengaran, lemah, mual , susah tidur, hingga gangguan kepribadian.
Efek samping tersebut kerap membuat pasien berhenti berobat. Padahal, tambah Erlina, pengobatan TB tetap harus dilakukan sampai tuntas. Erlina meyakinkan efek samping bisa diminimalisir selama pasien konsultasi secara terbuka mengenai gejala efek samping yang terjadi sehingga dokter bisa memberikan penanganan yang tepat.
Angka penyakit TB di Indonesia hingga saat ini masih mengkhawatirkan. Sebagai gambaran, WHO Global Report 2013 menyatakan bahwa Indonesia berada di peringkat 8 dari 27 negara dengan beban MDR-TB terbanyak di dunia, dengan perkiraan pasien MDR-TB sebanyak 6.800 kasus atau sekitar 2% dari kasus baru dan 12% dari kasus pengobatan ulang.