Bisnis.com, JAKARTA - Pilihan profesi sebagai seniman masih di anggap sebagai aktivitas yang kurang menjanjikan. Pada akhirnya begitu banyak anak mudah yang lebih memilih berprofesi di sektor formal.
Persepsi khalayak itu ditanggapi oleh manajemen Ciputra Artpreneur, dengan menggelar pameran seni bertema Ciputra Artpreneur Youth Art Appreciation 2015.
Acara yang digelar pada 25 April – 3 Mei di Ciputra Artpreneur Gallery ini merupakan pameran seni rupa dan desain, yang memamerkan lebih dari 100 karya seni dari 40 siswa dari tujuh sekolah, yakni Global Jaya School, Jakarta Intercultural School, Mentari School Bintaro, North Jakarta Intercultural School, New Zealand Independent School, Sekolah Pelita Harapan Lippo Village dan Singapore School Bona Vista.
Presiden Direktur Ciputra Artpreneur Rina Ciputra menuturkan tujuan digelarnya pameran ini untuk menghapus persepsi negatif terhadap pilihan pekerjaan di dunia seni.
”Melalui kegiatan ini, kami berupaya mendorong minat anak-anak Indonesia terhadap seni, ditilik dari sisi produksi dan kewirausahaan. Sudah saatnya kita menghargai dan mengangkat seni dan budaya sendiri,” tuturnya.
Senada, Kepala Badan Ekonomi Kreatif Triawan Munaf mengaku tekejut melihat kreativitas karya para siswa. ”Saat anak-anak muda diapresiasi karyanya, akan tumbuh kebanggaan pada dirinya. Mereka yakni bahwa seni dapat mendatangkan nilai ekonomi yang menghidupi,” ujarnya.
KARYA KONTEMPORER
Dalam pameran ini, nyaris seluruh karya seni yang dipamerkan, secara visual terlihat sangat menarik. Aliran yang diusung memag lebih cenderung ke kontemporer, hal ini menjadi sangat wajar karena para peserta datang dari kalangan anak muda.
Selain tampilan visual, ternyata media yang digunakan untuk membuat karya justru menarik perhatian. Salah satu karya bertajuk Trashion Boxes (13 kotak kaca, 30 x 30 cm, dan lima kotak kaca, 20 x 20 x 20 cm, 2015).
Karya yang diusung murid dari Singapore School Bona Vista menggunakan kotak kaca sebagai tempat untuk meletakkan sampah rumah tangga a.l. lampu, tas plastik, dan stik kayu. Sampah tersebut ditata, diwarnai, dan dikelompokkan sedemikian rupa.
Murid dari North Jakarta Intercultural School (NJIS), yang dalam narasinya mengaku terinspirasi dari karya seniman pengusung limbah dalam karyanya seperti Vic Munik, Christo, dan Rodin, menggunakan bahan kopi dan kumpulan kertas bekas.
Karya Seong Yun Park dari NJIS mengangkat judul Fraulin (cairan kopi pada kertas, 100 x 80 cm, 2015). Dia melukis wajah teman sekolahnya yang bernama Fraulin dengan cairan dari kopi yang berwarna khas dan bertekstur.
Karya berbeda dari Daphne Yong, Lu Heng Li, dan Melfinna Tjugito masih dari NJIS yang berjudul The Thinker Angel (sampah kertas, 2 x 2 m, 2015), menggunakan teknik proyeksi bayangan dari tumpukan sampah kertas. Cahaya yang ditembakkan ke tumpukan kertas membentuk bayangan malaikat bersayap, lengkap dengan jubahnya.
Sementara itu, Global Jaya School membebaskan murid-muridnya untuk membuat karya seni dari beragam media. Karya dari Axel Glipman berjudul Rattan Chair (kayu kamper, rotan, dan metal, 75 x 68 x 71 cm, 2014) membentuk instalasi berupa kursi rotan yang tidak memiliki kaki yang sama panjang. Kedua kaki kursi di bagian belakang sengaja dipotong sehingga secara visual, kursi itu tampak miring.
Di sisi ruang pamer lainnya, dijumpai karya Stella Widjaya dari Jakarta Intercultural School (JIS) berjudul Facing Reality (paku pada papan kayu, 61x50 cm, 2014). Karya ini memanfaatkan paku sebagai bahan pembentuk lukisan.
Karya dari Ikra Putra Wiryoatmojo dari Pelita Harapan Lippo Village yang bertajuk Indonesia (mix media, 120 x 60 cm), menggabungkan beragam limbah yang membentuk motif bunga dan cakra.
Begitu pula dengan, sekolah ini membebaskan siswanya mengambil pengaruh dari aliran dan pelukis manapun. Hasilnya karya seni yang dipamerkan pun cukup beragam.
Tidak kalah menarik, karya Kim dan So Yeon dari New Zealand Independent School, berjudul Figuer in Movement (kartu, mod roc, dan ubin mosaik, 38 x 54 x 30 cm). Kedua siswa ini membuat patung yang terlihat sedang bergerak.
Pada akhirnya, pameran ini menunjukkan bahwa generasi muda di Tanah Air berbakat besar dan kreativitas yang tinggi di seni rup. (YUSTINUS ANDRI & DIENA LESTARI)