Ilustrasi-Pameran seni/Jibiphoto
Show

Membaca Ibu Kota Lewat Seni Rupa di Jakarta Biennale 2015

Yustinus Andri DP
Selasa, 16 Juni 2015 - 16:18
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA— Pagelaran seni rupa berskala internasional Jakarta Biennale kembali hadir di tahun ini. Mengusung tema Maju Kena Mundur Kena: Bertindak Sekarang, gelaran seni dwi tahunan ini akan digelar pada 15 November 2015-17 Januari 2016 di Gudang Sarinah, Jakarta Selatan.

Direktur eksekutif Jakarta Biennale Ade Dharmawan mengatakan gelaran senirupa tertua di Indonesia ini, akan digelar sebagai ajang untuk membaca Jakarta melalui seni rupa.

“Jakarta ini dari tahun ke tahun terbangun melalui imajinasi banyak orang dari berbagai suku dan daerah lain. Maka untuk membaca Jakarta masa kini, kita perlu kembali melibatkan seniman dari daerah lain guna menimbulkan dimensi baru tentang Jakarta,” kata Ade.

Maka dari itu pihaknya telah mengundang sejumlah seniman dari berbagai daerah untuk terlibat dalam acara ini. Total terdapat 40 seniman dari indonesia dan 30 seniman internasional yang akan ikut serta dalam gelaran ini.

Tak hanya dari senimannya saja, keragaman juga terjadi pada tim kurator muda yang dipimpin oleh kurator senior Charles Esche yang berasal dari Inggris. Tim kurator muda tersebut terdiri dari Anwar ‘Jimpe’ Rachman (Makassar), Asep Topan (Jakarta), Benny Wicaksono (Surabaya), Ira Chantily (Jakarta), Putra Hidayatullah (Aceh), dan Riksa Afianty (Jakarta).

Sementara itu dari sisi tema yakni, Maju Kena Mundur Kena: Bertindak Sekarang, Jakarta Biennale ingin membingkai suasana bagaimana warga di berbagai daerah terutama di Jakarta bersikap terhadap situasi dan kehidupan masa kini. Masa yang disebut oleh Esche sebagai era di mana segala sesuatu dianggap serba salah dan terjepit.

Melalui tema ini pula Jakarta Biennale ingin mengajak para seniman dan juga para pengunjung, untuk meninjau keadaan kota masa kini, tanpa terjebak nostalgia di masa lalu dan bayangan di masa depan.

Untuk itu, Esche yang juga merupakan direktur Van Abbemuseum di Belanda, menjamin seluruh karya yang akan ditampilkan akan melalui proses kurasi yang ketat untuk disesuaikan dengan tema. Seluruh karya diwajibkan memiliki fokus pada potret kondisi ekonomi, sosial dan emosional masyarakat masa kini.

Terdapat tiga isu besar yang menautkan seluruh pameran dan proyek seni di Jakarta Biennale. Pertama adalah permasalahan air di kota. Seperti diketahui permasalahan air menjadi sangat pelik di masa kini ketika penggunaannya sering kali disalahgunakan. Sehingga tak jarang terjadi kekeringan dan juga kasus pencemaran.

“Namun di sisi lain, air juga mencerminkan fluidnya perubahan dan perkembangan kota-kota masa kini, terutama Jakarta,” kata salah satu anggota tim kurator muda Riksa Afiaty.

Sementara itu fokus kedua adalah pada sejarah, yakni bagaimana di masa lalu tradisi dan memori berdampak pada peradaban masa kini. Namun, sesuai tema Esche akan membatasi pemahaman sejarah ini pada berbagai karya seni yan dipamerkan, agar tak terjebak pada situasi nostalgia.

Sedangkan yang ketiga adalah permasalahan gender. Topik ini disebut sangat krusial di kehidupan masyarakat masa kini. Ketika gender selalu menjadi persoalan yang sensitif sehingga untuk menyelesaikannya tak hanya melalui negoisasi, tetapi juga konfrontasi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bagikan

Tags :


Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro